Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mi Gomak, Spageti Tano Batak

Kompas.com - 08/06/2013, 07:40 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

KOMPAS.com — Kalau di Kota Medan, disebut Mi Gomak, orang akan bilang bahwa mi ini adalah kuliner miliknya suku Batak. Benar, karena hanya orang Batak yang membuat dan menjualnya. Saya sendiri mengenal pertama kali penganan ini saat berada di Kota Siantar. Awalnya saya pikir seperti mi kebanyakan, tenyata kuah khas dari mi ini yang membuat saya selalu mencarinya jika berada di daerah yang didominasi suku Batak.

Inilah spageti khas Tano (Tanah) Batak. Disebut Gomak (aduk-aduk) karena dulunya cara pembuatan dan penyajiannya dengan tangan telanjang. Mi diambil dari baskom besar dengan menggunakan tangan, lalu diletakkan di piring, baru diberi kuah. Saat ini sudah sedikit bergeser dengan menggunakan sendok.

Mi yang biasanya menjadi menu sarapan ini paling banyak dijumpai saat kita mulai memasuki Kota Siantar, Kabupaten Toba Samosir, hingga ke Kabupaten Tapanuli Utara, dan tak lupa di Pulau Samosir. Sementara di Kota Medan sendiri, saya belum pernah menemukan mi ini dijual atau spesial ada yang menjualnya.

Tekstur mi berdiameter lebih lebar dari ukuran mi spageti. Lebih panjang, kenyal, mudah diputuskan, dan enak. Kuahnya mirip gulai karena bersantan, tetapi tidak terlalu kuning karena minim kunyit, bahkan nyaris putih. Rasanya sedikit asin dan gurih. Aroma dan rasa andaliman serta kincung menjadi ciri yang sangat kentara.

Saya menikmati sarapan pagi pertama di Kabupaten Simalungun, tepatnya di Ajibata, dengan Mi Gomak dan telur sambal bulat, kerupuk merah, serta kopi. Mi yang terbuat dari mi lidi berwarna hampir oranye ini saya santap dengan nikmat. Boru Sidabutar yang berjualan sejak lima tahun lalu menambahkan, kuah tauco berisi irisan cabai hijau dan rimbang sehingga rasa pedas semakin terasa. Namun, rasa khas andaliman, merica khas tanah Batak, tetap mendominasi. Harganya tak mahal, satu porsi sekitar Rp 10.000 dan Rp 3.000 untuk segelas kopi.

Besoknya, saya berada di Pulau Samosir, tepatnya di Tuktuk Siadong, kawasan wisata yang menjadi tujuan utama saat berada di pulau dengan hamparan Danau Toba-nya. Di sini, mi tidak memakai tauco dan kerupuk. Telurnya juga telur mata sapi, tetapi full sambal cabai merah. Cara penyajian dan tambahan cita rasa lain terjadi di setiap daerah, tetapi tidak menghilangkan obyek utamanya, yaitu mi. Bahkan di daerah Pangaruruan yang masih di Pulau Samosir, ada Mi Gomak dengan rasa bumbu rendang yang notabene khas masakan Minang-Melayu.

"Rasa andaliman tidak terlalu mencolok, pedasnya berasal dari cabai. Mungkin karena pengunjung di sini kebanyakan turis mancanegara, maka pedas andaliman dikurangi karena tak biasa dengan lidah mereka. Temannya adalah segelas teh manis," kata Rony Simbolon, pemilik sebuah penginapan tempat saya bermalam.

Porsinya, untuk ukuran saya sangat banyak. Separuh mi saya berikan kepada teman saya yang terbiasa dengan sarapan ukuran makan siang. Bagi saya, selama mengunjungi tanah Batak, porsi makan orang-orang suku ini memang porsi jumbo dan jadwal makannya tiga kali sehari tepat waktu. Harganya, satu porsi mi dibanderol Rp 14.000 dan Rp 4.000 untuk segelas teh manis.

Perbandingan harga yang terkesan mahal ini bagi saya layak sebab kita menikmati sarapan pagi dengan pemandangan Danau Toba yang tenang dan indah. Kapal-kapal feri yang menjadi alat transportasi penyeberangan dari Parapat ke pulau ini menambah eksotis dan ajakan untuk menikmati matahari pagi dengan mandi dan berenang. Malamnya, tuak menjadi minuman pilihan menemani bermain gitar. Sekitar pukul 21.00 WIB, saya dan dua orang teman dari Medan menikmati live music yang bagus di sebuah pub di kawasan ini.

Toba Reggae menutup malam dan mengantarkan lelap. Besoknya, kami menyeberang kembali ke Parapat. Musim angin saat ini membuat penyeberangan sedikit dramatis. Penumpang sempat panik dan histeris saat kapal dimain-mainkan angin di tengah danau. Mesin menderu keras melawan angin hingga akhirnya kami tiba di tepian dengan selamat. Horas!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com