Oleh Nur Hidayati, Aryo Wisanggeni dan Helena Nababan
Solo dan Yogyakarta sama-sama punya sejarah yang berhulu pada kemegahan Mataram. Namun dalam urusan kuliner, mereka punya cara berbeda. Buat orang Yogya, suasana bersantap terbaik adalah memakan masakan dapur sendiri bersama keluarga. Di Solo, Jawa Tengah, orang suka makan bersama di luar rumah.
Di Solo, tak perlu hari libur atau akhir pekan untuk bersama keluarga menyempatkan makan bersama di luar rumah, entah itu di warung atau rumah makan. ”Keluargaku itu doyan keplek ilat banget,” ujar Atik Faezaty (36). ”Keplek ilat” adalah istilah masyarakat Solo untuk mengungkapkan kegemaran memanjakan lidah (ilat) dengan makan di warung atau rumah makan.
Pada pagi hari, keluarga Atik, misalnya, paling sering jajan di warung soto. ”Kalau malam paling sering bestik daging atau lidah sapi. Bisa juga bakmi atau capcay. Sekarang ini cuma jajan sate kambing yang jarang, mesti diet, jadi paling paling sekali sebulan,” ujar putri keempat dari lima bersaudara.
Rata-rata tiga kali dalam sepekan keluarga ini—terdiri dari ayah, ibu, kakak, adik, saudara ipar, dan keponakan—makan bersama di warung. Meski sama-sama masih tinggal di Solo, keluarga dengan anak-anak yang sudah dewasa ini sebenarnya tak lagi tinggal serumah. Tiap kali akan makan bersama, mereka berkencan berangkat bersama atau bertemu di tempat makan. ”Kalau makan ramai-ramai bisa pesan macam-macam, lalu saling icip,” ujar perempuan yang mempunyai kios batik di Pasar Klewer, Solo, ini.
Selain makan bersama di luar rumah, Atik juga tak jarang membeli masakan untuk dimakan bersama di rumah. ”Kalau dibawa pulang, biasanya jajan ayam bakar atau goreng, sate ayam, selat juga.”
Ketika Yubet (39) dan Nunik (35), dua saudara Atik yang kini tinggal di Jakarta, pulang ke Solo, acara jajan bersama di luar rumah yang biasanya tiga kali sepekan bisa meningkat jadi tiga kali sehari. ”Kalau pulang ke Solo, Nunik dan Yubet selalu bawa daftar panjang mau makan di mana saja. Tiap hari keliling.”
Anna (44), ibu dua anak yang juga seorang pengusaha di Solo, pun menobatkan dirinya ”jago” keplek ilat. Padahal, Anna terampil memasak. Setiap pagi, ia menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya. Begitu kedua anaknya berangkat sekolah, ia bersama suaminya pun berangkat sarapan di warung-warung favorit mereka. ”Tiap pagi, aku dan suami wajib jajan,” ujarnya disambung tawa berderai.
Sujinten menunggu pelanggan di Warung Baceman Kepala Kambing di belakang Pasar Kolombo, Jalan Kaliurang, Yogyakarta. (Foto: Kompas/Totok Wijayanto)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.