Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komodo, Tidak Cukup Hanya dengan Kebanggaan

Kompas.com - 18/06/2013, 16:34 WIB

KEINDAHAN alam Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, sungguh sangat memesona. Pemandangan laut hijau yang dipadukan dengan pulau-pulau kecil merupakan pesona alam tiada tara. Kalau mau membandingkan, seperti memandangi beberapa Danau Toba dengan latar belakang Pulau Samosir-nya. Keindahannya begitu khas dan sulit digambarkan dengan kata-kata.

Rasanya tidak ada laut di Indonesia bagian barat (Sumatera dan Jawa) yang dapat menandingi keindahan laut di gugus Pulau Flores itu. Tidak berlebihan apabila lanskap alam yang terbentang itu digambarkan sebagai taman surgawi di dunia.

Terlebih lagi keberadaan komodo (Varanus komodoensis) yang hidup di Pulau Komodo menambah nilai lebih buat pariwisata Manggarai Barat. Sebuah berkah luar biasa dari alam.

Mantan Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Emmy Hafild, meski sudah berkali-kali mengunjungi kawasan itu, masih tetap terpesona keindahannya. Pulau-pulau di Manggarai Barat, terutama Komodo, kata Ketua Yayasan Komodo Kita itu, sangat indah, bahkan melebihi keindahan alam Bali.

Bali memang anugerah terbesar bangsa ini, tetapi ke depan, Emmy memprediksi, Manggarai Barat akan jadi bagian utama lain dari pariwisata Indonesia. Kecenderungan ke arah itu pun sudah terlihat.

Sekarang, tanah-tanah di sepanjang pantai, terutama yang berdekatan dengan Labuan Bajo, ibu kota Kabupaten Manggarai Barat, sudah banyak dimiliki orang luar Manggarai. Umumnya, pemilik tanah baru tersebut adalah orang-orang Jakarta, Bali, atau orang-orang asing.

”Harga tanah di sini sudah melambung. Di Labuan Bajo, harga tanah sudah mencapai Rp 1 juta per meter persegi. Warga lokal tergiur dengan uang yang ditawarkan pendatang. Bagaimana mereka tidak tergoda apabila ditawarkan uang miliaran rupiah, apalagi selama ini mereka hidup susah,” ujar Emmy.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Sejumlah kapal berlabuh di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur, Senin (4/6/2012). Dari sinilah para wisatawan menuju sejumlah pulau yang menjadi habitat alami satwa endemik komodo, seperti Pulau Rinca, Pulau Komodo, Nusa Kode, dan Gili Motang.

Menurut Bupati Manggarai Barat, Agustinus Ch Dula, daerahnya memiliki 264 pulau dan hanya 13 pulau yang berpenghuni. Hanya jangan silap, meski terlihat kosong, semua pulau hijau dengan rumput sabana itu, sudah ada yang punya.

Tidak sedikit pulau itu dimiliki orang asing dengan konsesi kepemilikan sampai 40 tahun. Kini untuk memasuki daratan di Pulau Bidadari atau Pulau Waicicu, tak lagi dapat sembarangan karena pemiliknya hanya memberikan izin masuk kepada tamu dan undangan.

Kondisi itu, menurut Emmy, akan membuat penduduk lokal akan melongo pada masa mendatang. Dampak kemajuan pariwisata nantinya hanya dirasakan para cukong dan pendatang, sementara penduduk lokal hanya akan mendapat remah-remahnya saja.

”Semestinya pemerintah daerah membuat peraturan yang membatasi kepemilikan tanah oleh pendatang atau orang asing. Misalnya, pemda membuat kebijakan warga yang memiliki tanah bekerja sama dengan investor. Warga tetap memiliki tanah sekaligus mendapat pemasukan dari industri pariwisata yang berada di atasnya. Konsep ini sudah dilakukan oleh Hotel Luwansa Labuan Bajo, yang tanahnya masih tetap milik penduduk lokal,” kata Emmy.

Agustinus pun sangat menyadari masa depan daerahnya ada pada pariwisata dengan komodo sebagai primadona. Apalagi, hewan langka itu menjadi salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia.

Namun, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat belum berbuat banyak. Misalnya, rencana induk pengembangan wisata daerah itu belum ada. Tanpa adanya rencana induk itu, bagaimana mungkin pemerintah dapat melakukan langkah nyata untuk menumbuhkan pariwisata.

Kepada Kompas, Bupati Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, Ansar Ahmad, pernah mengaku, untuk memulai pembangunan pariwisata di daerahnya, yang pertama dilakukan adalah menetapkan tata ruang dan titik-titik pengembangan wisata. Setelah itu, diundang sejumlah ahli untuk menyusun rencana induk pengembangan wisata daerah.

”Tanpa rencana induk itu, pembangunan pariwisata akan berjalan sporadis dan bias,” kata Ansar yang menargetkan kedatangan sejuta wisatawan ke daerahnya pada 2016. (Syahnan Rangkuti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com