Sayangnya, kami belum beruntung karena gerombolan banteng ternyata berada jauh di ujung sabana. Mereka tak juga beranjak dari ujung sabana sampai meninggalkan kawasan itu.
Namun, begitu hendak balik kanan, kejutan menanti. Seekor merak hijau bertengger di salah satu mobil pengantar kami. Meski kami datang berombongan dan banyak orang yang tertarik memotret, tetapi merak jantan itu tak terlihat takut dan beranjak dari atap mobil. Ia malah memamerkan bulunya yang berkilau ditimpa matahari seolah-olah menjadi model catwalk.
Betah di Plengkung
Selepas menikmati alam liar, saatnya kami menuju ke tempat yang paling ternama, Pantai Plengkung atau G-Land. Untuk menuju pantai ini, kami harus melakukan perjalanan sekitar 5 kilometer dalam waktu 1 jam menembus hutan rimba.
Bagi peselancar, kawasan ini selayaknya surga dalam kesunyian. Mereka bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan menikmati gulungan ombak yang tak putus-putus di G-Land.
Di kawasan ini ada tiga resor yang menyediakan tempat tinggal bagi para wisatawannya. Resor itu, di antaranya, adalah Bobby’s Surf Camp, sebuah resor mewah di tengah hutan. Manajer Bobby’s Surf Camp Hanif mengatakan, kawasan ini menjadi kawasan favorit para peselancar. Mereka datang dari sejumlah negara untuk bisa menikmati dahsyatnya gulungan ombak di G-Land. Tidak sekadar satu atau dua hari, mereka bisa tinggal berminggu-minggu bahkan sebulan lebih.
Michael Narchi, misalnya, peselancar asal California, Amerika Serikat, yang sudah tinggal berbulan-bulan di Plengkung. Michael, yang profesi aslinya adalah naturalis, memilih meninggalkan pekerjaannya dan menikmati hidup di tengah hutan. Untuk menunjang hidup, Ia bekerja part time di Bobby’s Surf Camp sebagai perawat dan pekerja serabutan.
”Ini seperti surga, setiap hari bisa bermain ombak dan menikmati kehidupan hutan,” kata Michael yang suka bercanda dan bercengkerama dengan budeng, sejenis kera ekor panjang di Alas Purwo.
Akan tetapi, Plengkung bukan kawasan selancar bagi pemula. Meski ombaknya menggoda, kondisi pantainya yang berkarang, sangat berbahaya bagi peselancar mula. Karena itu, kamp-kamp di Plengkung selalu menyediakan peralatan dan tenaga medis sebagai antisipasinya. Perpaduan ombak dan karang bisa menjadi duet maut yang bikin deg-degan bagi peselancar.
Jika bukan peselancar, G-land masih bisa dinikmati karena pantainya terkenal bening dan bersih. Kawasan hutan bakau Bedul di perbatasan Alas Purwo dan permukiman warga bisa menjadi alternatif lain jika ingin melihat burung bermigrasi.
Pada musim tertentu, kawasan yang rimbun bakau itu menjadi tempat singgah burung-burung migran dari Australia. Pemandu wisata yang ramah akan mengantarkan Anda dengan perahu klotok mengelilingi Teluk Bedul.
Perkampungan nelayan ini juga pernah hancur luluh akibat tsunami pada 1994. Hingga kini kawasan itu masih menjadi kawasan nelayan dengan perahu slereg khas Banyuwangi.
Perjalanan menuju berbagai pusat wisata di Alas Purwo itu tak kan cukup sehari. Transportasi, masih menjadi kendala, apalagi tidak semua mobil bisa melewati kawasan rimba. Bagi wisatawan yang gemar bertualang di kawasan Alas Purwo, agaknya banyak medan yang harus dijelajahi. (Siwi Yunita)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.