Padahal, rata-rata kunjungan wisatawan asing melalui Bandara Internasional Ngurah Rai, Bali, tercatat 5.000 orang per hari. Jumlah kamar hotel di ”Pulau Dewata” tercatat sekitar 50.000 kamar. Kendati berdasarkan tingkat keterisian penginapan mengalami penurunan, di sisi investasi, Bali tetap memikat hati pemodal asing dan dalam negeri.
Berdasarkan catatan Badan Penanaman Modal (BPM) Bali, realisasi investasi pada 2012 sebesar Rp 13,5 triliun. Realisasi ini naik dari tahun 2010 yang tercatat Rp 5,3 triliun.
Angka realisasi tersebut, sumber pananaman modal seimbang dari modal dalam negeri dan asing. Ya, sejak tiga tahun terakhir, modal dalam negeri mulai menyamai penanam modal asal asing.
Hanya saja sektor tersier lebih mendominasi ketimbang sektor primer. Sektor tersier yang mencolok adalah perdagangan dan reparasi, hotel, serta restoran. Sementara setahun terakhir, transportasi, gudang, dan komunikasi ikut mewarnai penanaman modal, terutama dari pemilik modal nasional.
Pertumbuhan ekonomi Bali selama lima tahun terakhir naik dari 4,5 persen pada 2008 menjadi 6,6 persen pada 2012. Inflasi pun tercatat dari 9,6 persen pada 2008 dan mampu ditekan 4,7 persen pada 2012.
Pilihan favorit
Kendati demikian, angka investasi dan pertumbuhan ekonomi Bali tak merata dirasakan semua wilayah di sembilan kabupaten/kota. Bali selatan yang terdiri dari Denpasar, Badung, Tabanan, dan Gianyar, masih menjadi pilihan favorit investasi pemodal lokal ataupun asing.
Buktinya, kontribusi Produk Domestik Regional Bruto Bali tahun 2012 tercatat sebesar 67,22 persen.
Bagaimana dengan Bali utara, timur, dan barat? Bali timur, yakni Klungkung, Bangli, dan Karangasem, mendapatkan 15,11 persen. Bali utara (Buleleng) dan barat (Jembrana), masing-masing memperoleh sekitar 11,74 persen dan 5,94 persen.
Kepala Bidang Pengkajian BPM Provinsi Bali, Suta Astawa mengakui, penyebaran investasi memang tidak merata. Bali selatan tetap menjadi pilihan favorit calon penanam modal asing ataupun dalam negeri.
”Kami terus meyakinkan calon investor agar mempertimbangkan adanya kejenuhan investasi di Bali selatan. Kenyataannya, pariwisata memang masih menjadi daya tarik dan Bali selatan merupakan lokasi menarik,” kata Suta.
Ia menambahkan, salah satu alasan kuat investor menolak berpindah dari Bali selatan adalah persoalan infrastruktur. Ia mengakui jalan menuju Bali utara, misalnya, sudah baik, tetapi perlu pelebaran.
Kemacetan menjadi alasan pemilik modal di sektor pariwisata tetap memilih membangun di Bali selatan. Apalagi Ngurah Rai berada di Badung. Perjalanan menuju Buleleng yang biasanya tiga jam, jika macet karena salah satu jalur padat pengiriman dan kedatangan barang dari Pulau Jawa, menjadi empat jam.
”Kami tetap berupaya dan berniat memeratakan investasi di seluruh wilayah Bali. Hanya masih sulit menggiring investasi agar menggarap sektor pertanian,” ujar Suta.
Keluhan soal infrastruktur juga diutarakan Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bali Pandudiana Kuhn.
Menurut dia, pariwisata tetap belum ada matinya di dunia investasi. Bali selatan merupakan tempat yang cocok untuk berkembang. Jadi, pengusaha bersedia tak lagi hanya melirik Bali selatan dengan syarat pemerintah provinsi dan kabupaten/kota bersepakat untuk tegas.
Tahun 2013, target investasi diperkirakan Rp 22 triliun dengan harapan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sekitar 6,8 persen. Artinya, seluruh wilayah di ”Pulau Dewata” terbuka untuk investasi sehingga pertumbuhan pun bisa dinikmati bersama. (AYU SULISTYOWATI)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.