Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gangan, Sup Ikan ala Belitong

Kompas.com - 25/06/2013, 08:38 WIB
DATANG ke Belitong tidak lengkap tanpa menyantap gangan. Ini sup ikan berkuah kuning khas Belitong dengan bumbu kunyit, cabai rawit, belacan atau terasi khas Bangka Belitong, dan potongan nanas muda. Hampir setiap warung makan di Belitong menyediakan gangan sebagai pilihan menu.

Dari sekian banyak pilihan, gangan di Ruma Makan Belitong Timpo Duluk patut dicoba. Dari Tugu Batu Satam, Tanjung Pandan, Anda dapat berkendara selama dua menit menuju Kampung Parit. Rumah kuno khas Belitong di pojok Jalan Mas Daud adalah sasaran mereka yang ingin mencoba sensasi berbeda dari kuliner Belitong.

”Kami tahu banyak yang lebih dahulu menyediakan gangan. Karena itu, kami menampilkan konsep berbeda,” ujar Isyak Meirobie, pemilik restoran itu.

Jika di tempat lain gangan disajikan dalam mangkuk, gangan di tempat Isyak disajikan dalam kelapa muda yang hanya dibuang airnya. Di tengah rasa asam kuah kuning gangan, pesantap bisa tiba-tiba merasakan daging kelapa muda yang terkeruk saat menyendok kuah.

Memang, bisa jadi daging kelapa muda yang tipis itu tidak terlalu terasa jika konsumen memesan gangan pedas. Ya, tingkat kepedasan bisa disesuaikan dengan selera pemesan. Tetapi, tidak disarankan memesan gangan tanpa cabai. Karena cabai menghilangkan bau amis dari ikan. Jadi, cukup berpesan agar dimasakkan gangan yang tidak terlalu pedas.

Di rumah makan itu, gangan memang baru dimasak setelah ada pesanan. Di dapur hanya disiapkan bumbu siap masak yang dapat disesuaikan dengan selera pembeli. ”Kami tidak memakai konsep masakan cepat saji. Kalau mau gangan, harus menunggu dimasak dulu. Ini restoran fine dine,” tutur Isyak.

Bagi mereka yang berlambung besar, sebaiknya memesan beberapa porsi sekaligus agar tidak ada jeda terlalu lama di antara pengiriman setiap porsi. Sebab, seperti disampaikan Isyak, setiap porsi dimasak bila ada pesanan dan butuh rata-rata 10 menit untuk memasak setiap porsi gangan.

Untuk isi gangan, bisa dipilih ikan ketarap, kerisi, ilak, bebulus. Bagi mereka yang tidak suka ikan, tetap bisa menikmati gangan yang disebut gangan darat. Daging ayam dan sapi dipakai sebagai pengganti ikan. Vegetarian? Tetap bisa menikmati gangan dengan isi tempe dan tahu.

”Gangan vegetarian salah satu konsep kami selain gangan di kelapa muda. Banyak wisatawan vegetarian terpaksa memilih menu oriental karena hanya menu itu yang menyajikan pilihan vegetarian. Saya berpikir, kenapa tidak menyajikan menu khas Belitong untuk vegetarian,” ujar Isyak.

Bungkus Daun

Gangan bukan satu-satunya menu khas Belitong di tempat makan itu. Konsumen bisa mencoba nasi gemuk alias nasi uduk khas Belitong. Nasi itu disajikan dalam bungkusan daun simpor, tanaman yang hanya tumbuh di Belitong. Sebagai pelengkap, disajikan pula ikan bebulus yang digoreng kering dan kuah santan.

Jika memesan nasi, mintalah yang paling lama dibungkus daun simpor. Sebab, aromanya akan semakin harum jika semakin lama dibungkus. Jangan lupa minta dihangatkan sebentar agar nasi panas dan beruap. Campuran aroma nasi dan daun simpor dalam uap nasi bisa membuat mulut ngilu menahan liur tidak menetes.

Ya, pelayan restoran itu sepertinya memang sengaja memancing liur. Mereka menyajikan nasi beruap dulu. Lalu, konsumen harus menunggu beberapa menit sampai gangan yang kuahnya beruap dan disajikan dalam kelapa muda tiba di meja makan. Mereka yang tengah lapar sungguh tersiksa menahan liur dan keinginan menyantap dalam menit-menit penantian antara penyajian nasi dan gangan.

Untunglah sekat dapur dan tempat makan dibuat rapat sehingga tidak ada aroma masakan tercium dari dapur. Jika tidak, sungguh berat menanti gangan terhidang sementara hidung mencium campuran aroma kunyit, cabai, nanas muda, dan belacan dalam uap kuah gangan.

Untung juga rumah makan itu menyediakan aneka kue tradisional yang bisa dimakan sembari menanti hidangan utama datang. Jika kue kurang mantap, pesanlah burgo, makanan ringan yang terbuat dari tepung dan disantap dengan kuah santan kuning.

”Banyak tamu saya mengeluh soal waktu penyajian. Tetapi, selesai makan, mereka langsung bertanya kapan diajak kemari lagi,” ujar salah satu pebisnis pariwisata Belitong, Levi.

KOMPAS/KRIS RAZIANTO MADA Dekorasi Rumah Makan Belitong Timpo Duluk di Tanjung Pandan, Belitung.
Ucapan Levi dibenarkan Aris, salah satu konsumen restoran itu. Meski mengaku sebal dengan waktu tunggu penyajian, ia sudah berkali-kali kembali ke restoran itu.

Telepon Bung Karno

Bungkus daun simpor bukan satu-satunya tampilan tradisional dan kuno di rumah makan itu. Kesan kuno sudah terlihat dari luar bangunan rumah makan yang berbentuk rumah khas Belitong dengan dinding papan. ”Sejak kecil saya sering main di sekitar rumah itu. Setelah dewasa, saya segera beli rumah itu begitu pemiliknya mau menjual,” ujar Isyak.

Agar tak hanya dinikmati sendiri, ia mengubah rumah itu dari tempat tinggal menjadi tempat makan. Menunya dipilih aneka makanan khas Belitong. ”Beberapa makanan khas Belitong semakin sulit saya temui. Makanya saya buat restoran ini,” tuturnya.

Isyak memajang aneka perkakas khas tradisional di dinding dalam rumah makan. Aneka mangkuk keramik untuk minum teh, bakiak, lesung, bubu penangkap ikan, centong, nampan, tampah dipajang di dinding. Setiap perkakas diberi label berisi nama perkakas dalam bahasa Belitong dan keterangan dalam bahasa Indonesia.

Beberapa foto yang direkam pada awal abad ke-20 juga dipajang di ruang makan. Sebagian gambaran masyarakat Belitong masa lalu terlihat pada foto-foto hitam putih dengan keterangan dalam bahasa Belanda itu. Konsep kuno juga diwujudkan dengan penggunaan cangkir, piring, mangkuk dari seng yang dicat lurik-lurik. Gelas dan mangkuk yang lazim dijumpai di rumah-rumah pada masa lalu.

Di antara semua pajangan di sana, paling spesial adalah telepon di meja kasir. Telepon itu memang dihubungkan dengan kabel yang tertancap di dinding. Namun, telepon itu sudah bertahun-tahun tidak berfungsi. ”Telepon ini pernah dipakai Bung Karno saat berkunjung ke Belitong...,” kata Isyak. Hallo Bung.... (Kris Razianto Mada)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com