Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Senja di Kota Lama Jerusalem

Kompas.com - 27/06/2013, 09:49 WIB
KUBAH Dome of the Rock itu berkilauan diterpa sinar matahari sore. Warna kuning emasnya begitu cemerlang. Entah sudah berapa kali mata memandang kubah Masjid Umar yang menjadi ”landmark” Jerusalem itu. Namun, sekejap pun tak ada rasa jemu. Penat tubuh setelah seharian jalan mengelilingi kota yang dahulu pernah ditapaki para nabi itu justru hilang begitu masuk kota tua Jerusalem yang didirikan sekitar 1.800 SM.”Inikah yang disebut kota para nabi?” tanya seorang sahabat yang menjadi teman perjalanan.

Ya. Inilah bumi para nabi. Begitulah orang biasa menyebut. Cobalah baca lagi puisi yang ditulis Nizar Tawfig Qabbani (1923-1998), diplomat sekaligus penyair dan penerbit asal Suriah:

Oh Jerusalem yang wangi oleh para nabi

Jalan terpendek antara langit dan bumi....

Seorang anak cantik dengan jemari terbakar dan mata menunduk....

Oh Jerusalem, kota penderitaan,

Sebutir air mata menggenang di matamu....

Kau akan mencuci tembok-tembokmu yang berdarah?

Oh Jerusalem, yang kucintai

Esok pepohonan lemon akan berbunga; pepohonan zaitun akan bersuka cita; matamu akan menari-nari; dan merpati-merpati terbang kembali ke menara-menara sucimu.

KOMPAS/TRIAS KUNCAHYONO Gereja Makam Kristus.
Akhir zaman

Jerusalem atau Yerushalayim (Ibrani) dalam dirinya sudah mengandung kedamaian. Konon, nama Jerusalem berarti ”warisan perdamaian”—”warisan” (yerusha) dan ”damai” (salem atau shalom). Begitulah yang tercatat dalam sejarah Jerusalem.

Namun, apalah arti sebuah nama. Sebab, Jerusalem yang juga disebut ”Kota Suci” selalu menjadi sarang takhayul dan kefanatikan; impian, dambaan, dan sasaran rebutan para penguasa dunia. Meskipun kota yang berada di puncak perbukitan Yudea itu tidak punya nilai strategis, kota ini berkali-kali dihancurkan dan kemudian dibangun lagi. Sejarah seperti tergores pada tumpukan batu dan tembok-tembok kota yang hingga kini masih berdiri kokoh.

Lihatlah, Menara Daud yang juga disebut Pintu Gerbang Jaffa, di bagian barat tembok Kota Lama. Di tempat itulah dahulu, pada tahun 1187, Sultan Saladin dengan pasukannya bersiaga sebelum merebut kota. Saladin duduk tegak di atas kuda putihnya dan kedua matanya memadang tajam tembok kota.

Dari puncak Bukit Zaitun, di sebelah timur Kota Lama, yang dipisahkan Lembah Kidron, terlihat Pintu Gerbang Kerahiman yang begitu megah. Ini pintu gerbang terpenting—dari delapan pintu gerbang Kota Lama—sebab lewat pintu inilah nanti di akhir zaman diyakini Sang Pengadil Agung akan masuk ke Jerusalem untuk mengadili semua manusia.

Di Lembah Kidron inilah dimakamkan begitu banyak orang, dari dulu hingga sekarang. Bahkan, di sekitar Kota Lama banyak makam: makam Yahudi, makam Kristen, dan makam Muslim. Batu-batu nisan dan tanda kubur berlomba menunjuk ke langit. Mereka yang dimakamkan di tempat itu yakin akan bangkit sebagai yang pertama dari kubur nanti di akhir zaman.

Via Dolorosa

Ketika kaki menyusuri jalan-jalan bebatuan di Kota Lama yang sempit, kiri-kanan tembok-tembok tinggi atau toko-toko cendera mata, tiba-tiba pikiran seperti ditarik ke masa lalu. Di jalan bebatuan itu dulu tentara Romawi dengan naik kuda berpatroli. Bunyi teplak, teplok, teplak, teplok... benturan kaki kuda dengan badan jalan seperti terngiang-ngiang di telinga. Jauh masa sebelumnya, di jalan bebatuan itu, para nabi berjalan disanjung dan dimaki.

KOMPAS/TRIAS KUNCAHYONO Tembok Ratapan
Coba susuri Via Dolorosa, Jalan Penderitaan yang bagi umat Nasrani menjadi jalan paling penting di jagat ini. Di sepanjang jalan itulah, 2.000 tahun silam, Yesus, Nabi Isa, berjalan memanggul salib menuju Bukit Golgota. Itulah jalan air mata. Itulah jalan cinta, sekaligus jalan kemanusiaan.

Namun kini, dibutuhkan perjuangan keras dan berat agar bisa konsentrasi untuk bisa berdoa khusuk di sepanjang jalan itu. Karena di kiri- kanan Via Dolorosa yang sempit sekitar dua meter, penuh tokoh-toko cendera mata, juga menjadi jalan kendaraan roda dua dan empat. Para pedagang akan terus menawarkan dagangannya berbagai macam cendera mata kepada para peziarah.

Kadang para peziarah harus berjalan menepi, mepet tembok karena ada mobil yang melintas di jalan cinta itu. Rombongan peziarah yang berusaha khusuk berdoa tak jarang harus tercerai berai karena motor pengangkut barang yang menerabas di tengah-tengah mereka.

Suatu senja

Masjid Umar dengan kubah Dome of the Rock-nya yang merupakan salah satu dari begitu banyak situs di Jerusalem masih berdiri tegak setelah berbilang tahun. Di sana juga masih ada Masjid Al Aqsa, Tembok Ratapan, Gereja Makam Kristus, dan banyak tempat suci dan yang disucikan lainnya. Kesemuanya itu lebih menyerupai halaman-halaman manuskrip yang disulam dengan benang sutra menjadi satu buku yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain.

Karena itu, Jerusalem atau yang dalam bahasa Arab disebut Al-Quds merepresentasikan jantung tiga agama dunia: Islam, Judaisme, dan Kristen. Jerusalem diyakini menjadi tempat penting di bumi ini untuk komunikasi antara Tuhan dan manusia. Langit di atasnya menjadi penghubung terdekat antara bumi dan surga.

Tengoklah pada celah-celah di Tembok Barat (Tembok Ratapan), tempat orang Yahudi berdoa, begitu banyak kertas berisi doa dan permohonan yang diselipkan. Setiap tahun, kertas-kertas itu diambil dan dikubur di Bukit Zaitun karena dianggap suci. ”Benar kata orang, di Jerusalem, kebenaran sering jauh lebih penting ketimbang mitos,” komentar rekan seperjalanan.

KOMPAS/TRIAS KUNCAHYONO Toko Cendera Mata.
Ketika langit di barat semakin memerah, suara azan masjid yang disusul dentang lonceng gereja petang itu menyeruak langit Jerusalem. Ada hawa kedamaian yang menyebar karenanya. Di Tembok Ratapan, puluhan orang Yahudi masih mendaraskan doa dan permohonan mereka kepada Yahwe, Tuhan Allah mereka. Bau dupa menyebar di Gereja Makam Suci, tempat ziarah umat Kristiani. Sebentar lagi pintu gereja akan ditutup.

Senja itu, mengingatkan bahwa Jerusalem adalah rumah satu Tuhan, tempat ibadah tiga agama... yang sekarang masih diperebutkan. Senja juga menjadi pertanda bahwa Matahari telah meninggalkan Jerusalem.

Ada segenggam damai di kota tua, senja itu.... (Trias Kuncahyono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com