Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/06/2013, 14:08 WIB

Buaya buntung

Chaerudin alias Bang Iding, pelestari Kali Pesanggrahan di Jakarta Selatan, berani berspekulasi bahwa roti buaya adalah peninggalan tradisi tua. ”Saya yakin roti buaya sudah ada setidaknya sebelum Islam masuk ke sini. Kalau ada yang bilang roti buaya baru ada setelah zaman kompeni lantaran dibuat dari terigu, gue kepret (kibas) tuh orang,” katanya bersemangat.

”Waktu kecil, saya pernah kok lihat roti buaya dari beras atau sagu. Yang penting bentuknya buaya,” ujar Iding.

Mengapa buaya yang jadi simbol? Yahya menjelaskan, nenek moyang orang Betawi dulu tinggal di sekitar sungai yang dihuni buaya. Dulu, orang Betawi percaya, buaya yang tinggal di kali bukan hanya buaya betulan, melainkan juga buaya gaib. ”Itu sebabnya kalau lewat kali ada sopan-santunnya. Kita harus bilang, ’numpang-numpang anak orang mau lewat’. Ini sebenarnya bagian dari kearifan nenek moyang agar kita takut ngerusak alam,” kata Yahya.

Kepercayaan pada buaya gaib sebagai penjaga sungai menyebar hampir merata di wilayah kultural Betawi, terutama di daerah aliran sungai, seperti Pesanggrahan, Cisadane, Krukut, Bekasi, dan Ciliwung. Variasinya saja yang sedikit berbeda. Di Pesanggrahan, kata Iding, orang mengenal buaya buntung dan buaya putih. ”Kita nyebutnya si Melati. Buayanya item totol-totol putih, buntutnya buntek.”

Di Ciputat, orang mengenal buaya putih, buaya buntung, dan buaya merah. Di Cisadane, orang percaya buaya putih bisa menjelma jadi centeng.

Antropolog dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Dadi Darmadi, melihat, kepercayaan sebuah komunitas memang dipengaruhi oleh kondisi ekologi tempat mereka tinggal. Biasanya mereka menghormati kekuatan alam yang besar dan ditakuti. Karena lingkungan Betawi bersungai-sungai dan berawa, wajar jika kekuatan yang mereka hormati adalah buaya. ”Agar kekuatan itu tidak mengganggu, biasanya ada praktik persembahan,” kata Dadi.

Praktik itu memang tumbuh di Betawi hingga dua dekade silam. Hamisah (68), warga Ciputat, menceritakan, sampai pertengahan 1990-an, keluarganya masih rutin memberi sajen (ancak) kepada kekuatan alam di pinggir kali. Isinya biasanya kopi pahit, kopi manis-teh pahit-teh manis, bubur merah-bubur putih, nasi kuning-nasi putih, ayam panggang, bunga tujuh rupa, rokok, telur ayam, lisong, dan kemenyan.

Pada momen tertentu, orangtuanya memendam kepala kerbau di pinggir kedung sungai. ”Kepala kerbau dikasih kain merah, pecut, dan kembang tujuh rupa. Kita arak dulu pakai lenong. Sekarang enggak ada lagi orang sedekah ke kali. Kali udah diuruk jadi got,” ujar Hamisah.

Yahya yakin roti buaya juga bagian dari persembahan kepada alam. Dulu, roti buaya tidak boleh dimakan. Setelah diserahkan, roti buaya diletakkan di atas lemari sampai hancur atau dipantek di depan pintu. Di Pesanggrahan, kata Iding, sebagian roti buaya dilarung ke kali.

Karena tidak untuk dimakan, roti buaya zaman dulu sangat keras dan tidak ada rasanya.

Tradisi mempersembahkan sesuatu kepada kekuatan alam lenyap mulai 1970-an seiring keberhasilan dakwah agama ke pelosok-pelosok kampung. Meski begitu, roti buaya sebagai bagian dari seserahan perkawinan adat Betawi tetap dipertahankan. Namun, maknanya digeser jadi sebatas ornamen.

Roti buaya pun sekarang dibuat untuk dimakan. Tengoklah pabrik roti Tan Ek Tjoan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat. Di situ, ada roti buaya isi cokelat dan keju yang lembut dan manis. Mau pilih yang mana? (Ahmad Arif/Iwan Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Jalan Jalan
Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Travel Update
Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Jalan Jalan
Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Travel Update
The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

Jalan Jalan
Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Travel Tips
Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Travel Update
Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Travel Update
13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

Travel Update
Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja 'Overtime' Sopir Bus Pariwisata

Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja "Overtime" Sopir Bus Pariwisata

Travel Update
Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

BrandzView
Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Travel Update
Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Travel Update
ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com