Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kala Gabus Pucung Makin "Minggir"

Kompas.com - 28/06/2013, 09:03 WIB

Mak Abeng (52), pemilik warung, mengaku tidak tahu sampai kapan bisa menyediakan menu gabus dan ikan sungai lain. Pasalnya, dari tahun ke tahun pasokan ikan gabus dan tawes semakin seret. ”Tukang gabus langganan kita paling hanya setor 5 kilogram. Dulu bisa puluhan kilogram,” ujar Abeng.

Gabus pucung dan pecak tawes merekam jejak ”gaya hidup” orang Betawi yang dulu sangat dekat dengan sungai, sawah, dan rawa. Sebagian besar sumber makanan, termasuk gabus, diambil dari sana. Istilah tinggal mancing, nyerok, dan ngerogoh sangat sering terlontar saat orang tua Betawi mengenang begitu mudahnya memperoleh ikan di sungai.

Saking akrabnya dengan ikan liar itu, orang Betawi membedakan nama gabus berdasarkan ukurannya. ”Gabus ukuran sejari tangan disebut anak boncel, besaran sedikit disebut boncelan, gabus dengan panjang 20-an sentimeter disebut kocolan, lebih besar dari itu disebut gabus,” kata Edi Petor, pemburu gabus di Ciseeng.

Hilangnya menu gabus dari piring nasi orang Betawi sedikit banyak mencerminkan perubahan lanskap Jakarta. Sawah, rawa, dan anak sungai yang semula bertebaran di Jakarta sebagian besar hilang dalam tiga dekade terakhir. Restu Gunawan dalam buku Gagalnya Sistem Kanal mencatat, anak sungai yang hilang antara lain Cililitan, dan sekarang tinggal nama.

Lebih tragis lagi, banyak rawa yang fisik dan namanya lenyap. Chaerudin alias Bang Iding, pelestari Kali Pesanggrahan, mengatakan, Rawa Kecap, Rawa Cupang, dan Rawa Denok telah berubah jadi perumahan. ”Namanya juga diberangus dan diubah jadi nama kompleks yang pake kata indah, permai, atau residence itu,” ujarnya.

Ketika habitatnya lenyap, ikan liar seperti gabus juga hilang dari Ibu Kota. Kalau mau makan gabus segar dengan kuah pucung dan pecak, penggemar harus mencari ke pelosok Depok, Bekasi, dan Bogor.

Di daerah itu pun habitat gabus sebagian telah berubah jadi perumahan. Tinggal menunggu waktu untuk mengucapkan, ”Selamat tinggal gabus pucung.” (Budi Suwarna dan Ahmad Arif)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com