Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Leluhur di Surga Kuliner

Kompas.com - 29/06/2013, 11:43 WIB

Akibat lenyapnya orang Tionghoa, perekonomian Pemerintah Hindia Belanda kocar-kacir. Bahan makanan langka dan harga-harga meroket tajam. Pada akhirnya Belanda membujuk kembali orang Tionghoa yang menguasai perekonomian dan perdagangan untuk menetap kembali di Batavia.

Namun, lokasinya bukan di dalam kota, melainkan di sebelah barat kota yang terpisah dari masyarakat lainnya. Daerah pecinan itulah yang sekarang dikenal sebagai Glodok (Susan Blackburn, Jakarta: Sejarah 400 Tahun). Imigran dari China pun secara bertahap berdatangan dan mencapai puncaknya pada abad ke-19.

Tian Li Tong mengatakan, orang Tionghoa di kawasan Glodok yang dianggap totok umumnya datang pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Menurut catatan Denys Lombard dalam Nusa Jawa: Silang Budaya, setelah Terusan Suez dibuka tahun 1869, emigrasi dari China kian deras, termasuk perempuan China yang pada migrasi sebelumnya tak ikut serta.

Kehadiran perempuan dari China segera menghambat proses peleburan laki-laki China ke dalam budaya lokal yang telah berlangsung sejak awal abad ke-16 lewat perkawinan campur. Pasalnya, para perempuan China mendorong rumah tangganya di perantauan untuk berorientasi lagi ke budaya leluhur.

Dalam konteks kuliner, mereka membawa citarasa totok. Tian Li Tong mengatakan, sampai saat ini kita bisa dengan mudah mengklasifikasikan makanan yang dijual berdasarkan latar belakang pedagangnya. ”Yang jual soto mi di sini sudah pasti orang China Benteng yang lebih melebur dengan budaya lokal. Yang totok jualan menu totok,” kata Tian.

Selain itu, menurut penulis kuliner peranakan Aji Bromokusumo, di Pancoran, Glodok, juga muncul kuliner hasil akulturasi yang baru, seperti kopi di Kedai Kopi Tak Kie. ”Orang Tionghoa zaman dulu hampir pasti tidak mengenal kopi dan tidak suka kopi, bahkan sampai sekarang. Mereka lebih suka teh. Jadi, menu kopi di kedai itu umurnya belum lama, yakni sejak 1920-an,” ujar Aji.

Pada periode itu, Pancoran mulai menjadi salah satu pusat kuliner. Tidak hanya warung-warung tenda dan kaki lima, restoran baru pun berdiri. Belakangan, menu-menu baru juga bermunculan, salah satu di antaranya rujak shanghai.

Menu babah dan totok pada akhirnya memperkaya khazanah kuliner Tionghoa di Pancoran, Glodok. Datanglah, dan para pedagang akan menyambut Anda dengan tawaran yang riuh.

”Coba nasi tim, Pak! Siomay, bektim, sekba. Soto mi juga ada.” Tinggal memilih, kan? (Iwan Santosa dan Budi Suwarna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com