Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Habis Nasi Kebuli, Terbitlah Sembako

Kompas.com - 03/07/2013, 06:25 WIB
Oleh Budi Suwarna dan Windoro Adi

WARUNG nasi kebuli bertebaran di beberapa sudut kota Jakarta. Kapan pun kita bisa menyantap kelezatannya tanpa menunggu musim.

Aroma nasi kebuli membayang di kepala begitu memasuki Jalan Raya Condet, Jakarta Timur, yang padat, Kamis (13/6/2013). Maklum, di sisi ruas jalan yang sempit itu berjajar rumah makan yang menyediakan menu nasi kebuli dan menu bercitarasa Timur Tengah lainnya.

Kami memasuki Rumah Makan Abu Salim milik keluarga turunan Hadrami dari Tegal saat jam makan siang. Di tengah hujan badai yang mengguyur kawasan Condet, nasi kebuli, nasi kapsah, dan segelas susu kambing hangat disuguhkan. Nasi itu disantap dengan daging goreng kambing, acar, emping, dan taburan bawang goreng. Badan segera terasa hangat begitu nasi berempah jinten, lada, pala, dan cengkeh itu masuk ke dalam perut.

Tidak jauh dari RM Abu Salim ada RM Puas yang juga menyediakan menu Timur Tengah. Rumah makan ini juga ada di Kebon Jeruk dan Jalan Raya Jatiwaringin. Pada hari lain, kami menikmati nasi kebuli yang aroma bumbu rempahnya terasa ringan, yang ditutup minuman teh susu arabia yang merupakan racikan pala, susu tawar, cengkeh, kapulaga, dan gula.

Selain di Condet, warung nasi kebuli bertebaran di daerah Kampung Melayu. Salah satunya RM Layla yang terletak di Jalan Kampung Melayu Besar depan Masjid At-Tahiriyah. Nasi kebuli di rumah makan ini berbumbu rempah yang kuat. Namun, dibandingkan dengan nasi kebuli di Timur Tengah, tetap saja citarasa rempahnya kalah kuat.

Hadralmaut

Dalam buku Batavia 1740, Menyisir Jejak Betawi dijelaskan, nasi kebuli yang ada di Indonesia awalnya dibawa orang Kerala, India, yang menjadi tukang masak di kapal-kapal pedagang dari Gujarat. Pada abad ke-18, para imigran dari Hadralmaut di Yaman Selatan yang sebelumnya sempat menetap di Gujarat masuk ke Pulau Jawa untuk berdagang dan menyebarkan agama Islam. Mereka juga memperkenalkan sajian nasi kebuli yang sudah diperkaya bumbu India.

Citarasa nasi kebuli yang dikembangkan orang Hadrami—sebutan untuk orang dari Hadralmaut—berubah lagi ketika bersentuhan dengan lidah orang Indonesia. Lidah keturunan Hadrami, terutama yang tetuanya melakukan kawin campur dengan perempuan lokal, lebih dekat dengan citarasa kuliner Indonesia. Yasmin Sanad (29), misalnya, lebih menyukai kambing goreng dengan taburan cabai rawit daripada kambing goreng bertabur bawang bombay. ”Lidah saya udah Betawi, sih,” katanya.

Husein Alkaf, pengelola RM Abu Salim, mengatakan, citarasa nasi kebuli di warungnya disesuaikan dengan lidah lokal sebab nasi kebuli telah menjadi milik orang Betawi.

”Nasinya pun diberi taburan bawang goreng. Kalau di Hadralmaut enggak ada nasi kebuli model begini,” ujar Husein.

Kebuli dan maulid

Seiring kuatnya pengaruh ulama-ulama Hadrami di Betawi, tradisi makan nasi kebuli masuk ke acara-acara keagamaan terutama Maulid Nabi Muhammad SAW. Tengoklah Masjid Luar Batang di Penjaringan, Jakarta Utara, yang setiap menggelar acara Maulid Nabi, ribuan porsi nasi kebuli dibuat. Hal yang sama terjadi saat perayaan hari kelahiran Alhabib Husein bin Abubakar bin Abdillah Al Aydrus, pendiri Masjid Luar Batang, setiap tanggal 25 Agustus. Habib Husein wafat pada Kamis 27 Puasa 1169 atau 24 Juni 1756.

Setiap memperingati maulid dan hari kelahiran habib, tim Ibu Fatwa memasak nasi kebuli hingga 40 kuali untuk 5.000 peziarah. Sajian pendampingnya, kurma, minuman selasih, pacar cina, dan es kelapa muda.

Tradisi makan nasi kebuli saat maulid juga dikenal di Kwitang, Mampang, dan Condet. Nasi kebuli biasanya dihidangkan di nampan-nampan besar. Satu nampan cukup untuk 4-5 orang. Biasanya, nasi kebuli dengan lauk terbaik dihidangkan untuk para ulama. Itu sebabnya dahulu muncul gurauan di kalangan anak-anak, ”Nasi kebuli dibagi empat. Buat kita kok sedikit banget, yang banyak buat pak ustaz.”

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com