Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Gabus-gabus Terakhir

Kompas.com - 06/07/2013, 12:13 WIB

Edi pernah merasakan manisnya rezeki gabus. Sehari, ia bisa memperoleh Rp 125.000 dari penjualan gabus hasil buruan. Namun, masa-masa itu sudah lewat. ”Sekarang cari gabus dua kilo aja susahnya minta ampun. Dari ujung ke ujung kali atau rawa sampe pinggang melintir,” ujar Edi.

Karier Edi sebagai pemburu gabus rupanya sedang di ujung hari seiring dengan mulai berubahnya wajah Ciseeng. Sawah dan rawa yang dulu menjadi habitat gabus kini berganti wajah menjadi ”habitat” kompleks perumahan dan pabrik. Sawah dan rawa yang tersisa tinggal menunggu waktu untuk diuruk. Fenomena itu persis seperti yang terjadi di kampung-kampung di Jakarta pada tahun 1970-an dan 1980-an ketika pembangunan fisik digalakkan.

”Saya mulai bingung cari gabus di mana lagi. Masak nyari gabus di laut, emang ada?” ucap Edi diiringi tawa getir.

Ketika gabus kian sulit dicari, tambah Edi, pemburu gabus justru kian banyak. Setidaknya ada 10 pemburu gabus di Ciseeng yang Edi kenal. Maklum harga gabus cukup tinggi, Rp 30.000 per kilogram di tingkat pemburu gabus.

Tiga jam berlalu, Edi baru memperoleh empat ekor gabus ukuran kecil. Ia mengakhiri perburuan gabus untuk hari itu. Gabus yang cuma sedikit itu ia jual ke sebuah warung di Jalan Gunung Sindur.

Warung itu menerima berbagai macam ikan sungai, rawa, dan sawah liar untuk dijual kembali. Pemiliknya memasukkan ikan-ikan itu ke kantong plastik berisi air lalu menggantungkannya di depan warung untuk menarik perhatian pembeli. Ada kantong berisi gabus, belut berbagai ukuran, dan tawes. Semuanya dalam keadaan hidup.

Nuraeni, pemilik warung, mengatakan, pelanggannya berasal dari berbagai wilayah. Kadang ada yang datang dari Ciputat atau Pamulang. Sebagian dari mereka adalah pemilik warung makan Betawi yang menyediakan menu pecak dan pucung gabus, serta pecak belut. Nur menjual 1 kilogram gabus seharga Rp 40.000, sedangkan belut Rp 50.000.

Di sepanjang Jalan Gunung Sindur hingga Jalan Ciseeng, ada lima warung yang menjual ikan sungai, sawah, dan rawa. Dulu, penjual ikan liar cukup banyak. Sebagian sudah tutup karena pasokan ikan berkurang.

Gabus yang diburu Edi dan kawan-kawan boleh jadi adalah gabus terakhir di pinggiran Ibu Kota.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com