Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kera-kera Penghibur dari Pulau Kambang

Kompas.com - 10/07/2013, 11:30 WIB
DUA warik atau kera baru-baru ini terlihat bercanda di kubangan di Wisata Hutan Alam Pulau Kambang (Kembang), Barito Kuala, Kalimantan Selatan. Keduanya bergumul dan saling menerjang. Saat dilempar makanan, keduanya langsung mengejarnya. Setelah itu, keduanya bercanda lagi di kubangan.

Sekitar 20 meter dari kubangan, seekor warik mengunyah kacang sambil menggendong anaknya. Anak kera tampak meringis dan berebut makanan saat seorang bocah yang berkunjung memberinya kacang. Seperti mengucapkan terima kasih, kera-kera itu menjerit-jerit. Pengunjung tersenyum menyaksikan ulah kera-kera jenaka itu. Ulahnya membuat pengunjung terhibur.

Saat liburan sekolah seperti sekarang ini atau pada hari libur akhir pekan, pengunjung Wisata Hutan Alam Pulau Kembang bisa mencapai 400-700 orang. Selain orang dewasa, kebanyakan anak-anak bersama orangtua. Pada hari libur atau akhir pekan, harga tiket masuk bagi anak-anak di atas usia 6 tahun hingga orang dewasa Rp 5.000 per orang. Harga tiket untuk anak usia di bawah 6 tahun Rp 3.000.

Wisata Hutan Alam Pulau Kembang dihuni ratusan satwa kera berekor panjang dan beberapa jenis burung. Kawasan wisata ini merupakan delta seluas 60 hektar di tengah Sungai Barito. Pada tahun 1976, pulau itu ditetapkan sebagai hutan wisata berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 788/Kptsum12/1976.

Lokasi Wisata Hutan Alam Pulau Kembang berjarak sekitar 1,5 kilometer dari Kota Banjarmasin, Kalsel. Untuk menuju ke lokasi, pengunjung hanya bisa menempuhnya dengan perahu klotok sekitar 15 menit.

Kacang dan pisang

Selain menyaksikan ulah kera-kera jenaka, pengunjung juga bisa menonton kera-kera yang pandai berenang di sungai. Pengunjung juga bisa berinteraksi dengan kera jika berada di kawasan itu, bahkan merasakan sensasi saat dikerubuti kera-kera. Saat menelusuri lintasan jalan di hutan wisata, kera-kera mengikuti sambil berloncatan dari dahan ke dahan sambil mengunyah atau menggendong anaknya.

Menurut petugas loket karcis, Rahadian, sebenarnya banyak pengunjung ke Wisata Hutan Alam Pulau Kembang, tetapi mereka pilih tetap di atas perahu atau mengelilingi delta. ”Biasanya, ada pengunjung yang takut dengan kera-kera tersebut sehingga hanya melihat dari jauh kawasan wisata hutan alam tersebut,” katanya.

Namun, tak sedikit yang justru berani dan senang memberikan kacang atau pisang kepada kera-kera itu. Ulah kera-kera yang nakal itu memang membuat pengunjung merasa geli bercampur takut dan terkejut. Apalagi, jika tiba-tiba kera bergelayutan di pundak pengunjung dan merebut pisang atau kacang dari tangan.

”Jangan ditepis, biarkan saja. Nanti keranya marah. Nanti keranya turun sendiri,” kata Minah (50), salah seorang pemandu wisata, kepada pengunjung yang digelayuti beberapa kera. Ia membawa tongkat kayu sepanjang satu meter untuk menghalau kera-kera itu.

Tak semua kera itu nakal. Ada juga yang sok akrab dan bersahabat, tetapi tak sedikit yang liar dan usil. Seperti menunggu majikannya, mereka siap menyambut dengan ringisannya yang khas. Meski demikian, barang-barang seperti tas, kacamata dompet, dan telepon seluler harus disimpan baik-baik, jangan sampai direbut dan dibawa kabur ke atas pohon.

Namun, agar tak diserang, pengunjung bisa menyiapkan pisang atau kacang untuk ”menyuap”-nya. Jangan khawatir karena ada 29 pemandu wisata dan penjual pisang dan kacang yang akan mengusir kera-kera nakal. Pedagang kacang atau pisang biasanya menjual satu pak isi 10 bungkus kacang dengan harga Rp 20.000 atau Rp 10.000 per empat bungkus. Pisang mole dijual Rp 10.000 untuk dua setengah sisir.

Pengunjung juga tak jalan sendiri. Dia akan diikuti pemandu dan penjual kacang/pisang. Sebab itu, perlu menyiapkan uang tips. ”Kami tidak mendapat bayaran, tetapi hanya mengandalkan keikhlasan pengunjung,” kata Imah (28).

Selain menikmati ulah kera yang jenaka, pengunjung juga bisa merasakan hawa sejuk kawasan hutan di Pulau Kembang yang banyak pohon itu. Ada pula pengunjung yang sengaja datang dengan niat atau nazar tertentu. Hal ini ditopang dengan adanya altar/kuil yang digunakan etnis Tionghoa-Indonesia untuk mewujudkan kaul atau nazar itu. Altar digunakan sebagai tempat meletakkan kembang untuk dipersembahkan kepada ”penjaga” Pulau Kambang. Di dekat altar, ada dua arca berwujud kera putih, yang dalam pewayangan disebut Hanoman.

Jika permohonan mereka dikabulkan, mereka melepaskan seekor kambing jantan yang tanduknya dilapisi emas sebagai tanda atau ucapan terima kasih kepada penjaga pulau. ”Selain itu, banyak juga yang meminta anaknya dimandikan air kembang agar hidupnya diberkati,” kata Salasiah (40), pemandu lain.

Kapal terbalik

Tradisi berziarah dan asal-usul warik di Pulau Kambang punya cerita tersendiri di kalangan masyarakat Kalsel. Konon, pada zaman dulu di Muara Sungai Barito berdiri Kerajaan Kuin yang letaknya strategis sehingga kerajaan ramai dikunjungi pedagang dari sejumlah negeri. Kerajaan memiliki patih yang sangat sakti, berani, dan gagah perkasa, Datu Pujung. Suatu hari, jung (kapal) besar China berlabuh di Sungai Barito dan ingin menguasai Kuin. Sempat terjadi ketegangan. Patih berhasil membuat jung bocor dan tenggelam.

Versi lain, pulau itu terbentuk karena kapal Inggris yang pada 1750 ditenggelamkan orang Bijui atas perintah Sultan Banjar. Selanjutnya, endapan lumpur dan batang kayu yang hanyut menimbunnya membentuk delta.

Dalam cerita yang berkembang, asal-usul banyaknya kera di pulau itu berawal saat salah satu keturunan raja di Kuin tidak dikaruniai anak. Menurut ramalan ahli nujum, jika ingin punya anak, dia harus berkunjung ke Pulau Kembang dengan menggelar upacara badudus (mandi).

Tak lama setelah ritual, keturunan raja pun hamil. Keluarga raja menyambut gembira. Seorang pegawai diperintahkan menjaga pulau agar tak ada yang mengganggunya. Si pegawai lalu membawa sepasang warik bernama Anggur, yang akhirnya beranak pinak menjadi penghuni tetap pulau. (Adi Sucipto Kisswara)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com