Bulan Juni kemarin, saya dan teman-teman melakukan perjalanan berkeliling 8 pulau di Indonesia. Ceritanya sih ‘backpacking’, mencoba gaya-gaya ala backpackers dengan membawa ransel gede, budget minim, dan mental yang sekeras baja, siap untuk menghadapi hal-hal yang nggak terpikirkan.
Pulau yang kami datangi adalah Pulau Kenawa, salah satu pulau kecil di Kabupaten Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Belum banyak yang tahu tentang pulau ini. Atau mungkin belum menyadari bahwa ada pulau seperti ini di Sumbawa, karena masih minimnya informasi dan sarana serta prasarana yang ada di sana.
Padahal, pulau ini menyimpan banyak sekali kekayaan Nusantara yang harusnya bisa dibudidayakan dan dikenalkan kepada masyarakat.
Pelabuhan Poto Tano sungguh di luar dugaan kami mengenai pemandangan pelabuhan pada umumnya yang penuh hiruk pikuk, kotor, dan berisik. Di pelabuhan ini, masih terdapat banyak estetika dan keindahan alam yang alami seperti airnya yang masih biru dan jernih, walaupun terdapat di pelabuhan utama di pulau ini.
Dari pelabuhan, kami berjalan kaki selama 10 menit menuju pelabuhan nelayan, karena tidak ada kapal besar yang menyediakan jasa transportasi menuju Pulau Kenawa.
Nelayan di sana pun ternyata sangat ramah dan bersahabat. Dengan pekerjaan sehari-hari menangkap ikan dan juga beternak, mereka membuat pemukiman di sekitar pelabuhan dengan rumah-rumah yang dibangun di atas air. Namun untuk mendapat air tawar bersih, mereka harus membeli air lagi karena di sana pasokan air tidak sampai ke rumah mereka, sehingga kebutuhan memasak dan mandi sangat terbatas.
Perjalanan menuju Pulau Kenawa kurang lebih 25 menit. Namun dari kejauhan kami bisa melihat pulau kecil tersebut dengan dermaga kayu yang khas, tepat berada di tengah pulau.
Tak terasa kami sampai di Pulau Kenawa, yang memiliki pemandangan yang indah, dengan pasir putih terhampar di setiap sisinya, dan di tengahnya terdapat padang rumput dengan ilalang tinggi, sungguh pemandangan yang menakjubkan!
Pulau Kenawa merupakan pulau kecil tanpa penduduk yang mempunyai luas kurang lebih 15 hektar, terhampar dataran rendah kecuali satu bukit kecil di bagian tengahnya. Di sekeliling pulau ini dibangun saung-saung kecil sederhana, untuk duduk dan menggelar tikar.
Selain tidak berpenghuni, pulau ini juga belum mempunyai sumber listrik dan air bersih, yang mengakibatkan tidak tersedianya prasarana seperti toilet dan penginapan. Kondisi cukup sulit bagi kami, yang pada hari itu memutuskan untuk menginap di sana, tanpa penerangan, dan tanpa air bersih.
Malam itu kami memutuskan untuk menggelar terpal dan tidur di saung besar yang ada di depan dermaga kayu, walau tanpa penerangan tapi malam itu sungguh gemerlap oleh jutaan bintang yang ada di langit, benar-benar pemandangan yang sulit untuk dilupakan! Tidak seperti di kota besar, di sini bintang terlihat sangat terang dan berkelap-kelip.