Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemasaran Tenun Ikat Rote Ndao Tersendat

Kompas.com - 21/07/2013, 09:58 WIB

Ny Maria Nelo (43), penenun di Ndao, mengatakan, dusun itu pernah membentuk kelompok usaha tenun ikat, tetapi kemudian bubar karena tidak ada kerja sama antar-penenun. Beberapa penenun menginginkan agar uang hasil penjualan kain dan hasil karya sepenuhnya menjadi milik penenun. Penenun lain menghendaki uang itu menjadi milik kelompok.

Penenun tidak pernah mendapatkan bimbingan atau pembinaan dari pemerintah. Pembinaan lebih banyak diberikan kepada perajin anyaman topi tiilangga, topi khas Rote, dan perajin alat musik sasando. Sebab, tenun ikat dinilai mudah ditemukan di wilayah NTT.

Pemerintah Kabupaten Rote Ndao tidak memahami tenun ikat Ndao memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Keterampilan tenun ikat Ndao adalah warisan nenek moyang yang harus terus dilestarikan.

”Kalau Pemkab Rote Ndao menghendaki daerah itu menjadi pusat wisata, tenun ikat Ndao pun harus dilestarikan. Tamu ingin agar tenun ikat daerah ini pun diperkenalkan di luar NTT,” kata Nelo.

Direktur Yayasan Masyarakat Pinggiran NTT Marianus Minggo mengatakan, perhatian pemerintah terhadap kerajinan tenun ikat di 22 kabupaten/kota di NTT sangat terbatas. Keterlibatan pemerintah daerah hanya sebatas mengutus satu atau dua perajin yang ditunjuk begitu saja mengikuti pameran di luar NTT. Itu pun selalu atas undangan Kementerian Perindustrian atau Kementerian Perdagangan.

Potensi tenun ikat di NTT amat besar, tetapi manajemen pemasaran tidak jelas. Padahal, tenun ikat ini termasuk komoditas khas, unik, dan mudah diminati masyarakat, baik di NTT maupun di luar NTT.

Intervensi pemerintah terkait pemasaran ini sangat dibutuhkan. Minat menenun masyarakat NTT sangat tinggi dan merupakan potensi daerah. Selama ini, potensi tenun ikat hanya dibicarakan, tetapi belum ada upaya agar penenun bisa mendapatkan kesejahteraan dari kegiatan itu.

Menurut Marianus, harus ada kebijakan mewajibkan masyarakat mengenakan pakaian tradisional itu. Selain PNS dan pejabat, anak-anak sekolah pun wajib mengenakan seragam dari kain tradisional itu.

Ia mengatakan, ada sekitar 676 motif tenun ikat di NTT yang tersebar di 21 kabupaten/kota. Motif itu berbeda-beda dengan warna dasar berbeda pula. Namun, perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual masyarakat NTT belum ada. Sebagian motif tenun ikat NTT sudah ditiru di daerah lain.

Sampai kini, pemerintah tidak memiliki data jumlah tenun ikat yang diproduksi warga NTT setiap bulan. Namun, jumlahnya dipastikan puluhan ribu lembar per bulan. Ketua Rumah Produksi Tenun Ikat Kupang Ny Lusia Inandao mengatakan biasa mengambil hasil karya penenun dari Ndao dan daerah lain. Namun, sejak 2006 ia mulai membatasi pembelian dari perajin. (Kornelis Kewa Ama) 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com