Hanya di Kupang ada kebijakan dari Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur dan Pemerintah Kota Kupang, yaitu setiap pegawai negeri sipil (PNS) memakai baju dari tenun ikat pada hari tertentu. Namun, setiap PNS wajib mengenakan kain dengan motif dari daerah asal masing-masing. Untuk motif Rote Ndao, ada penenun asal Ndao yang berdiam di Kota Kupang.
Di Rote tidak ada kebijakan PNS mengenakan seragam tenun ikat itu. Kalaupun ada, biasanya diambil dari penenun di Kupang. Hasil kerajinan tenun ikat di Rote tidak diperhatikan sama sekali.
Ia mengatakan, penenun tidak mau apabila hasil tenunan itu diambil pengusaha dari Kupang dengan harga murah. Biasanya pemilik rumah cenderamata atau pedagang di Kupang meminta harga Rp 10.000-Rp 150.000 per lembar sarung. Harga itu dinilai terlalu murah sehingga ditolak.
”Biaya produksi satu kain saja Rp 200.000, yaitu untuk membeli benang, pewarna, alat tenun, dan fasilitas pendukung lain. Jumlah itu tidak termasuk tenaga penenun,” kata Duli.
Kelompok pun bubar
Ny Maria Nelo (43), penenun di Ndao, mengatakan, dusun itu pernah membentuk kelompok usaha tenun ikat, tetapi kemudian bubar karena tidak ada kerja sama antar-penenun. Beberapa penenun menginginkan agar uang hasil penjualan kain dan hasil karya sepenuhnya menjadi milik penenun. Penenun lain menghendaki uang itu menjadi milik kelompok.
Penenun tidak pernah mendapatkan bimbingan atau pembinaan dari pemerintah. Pembinaan lebih banyak diberikan kepada perajin anyaman topi tiilangga, topi khas Rote, dan perajin alat musik sasando. Sebab, tenun ikat dinilai mudah ditemukan di wilayah NTT.
Pemerintah Kabupaten Rote Ndao tidak memahami tenun ikat Ndao memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Keterampilan tenun ikat Ndao adalah warisan nenek moyang yang harus terus dilestarikan.
”Kalau Pemkab Rote Ndao menghendaki daerah itu menjadi pusat wisata, tenun ikat Ndao pun harus dilestarikan. Tamu ingin agar tenun ikat daerah ini pun diperkenalkan di luar NTT,” kata Nelo.
Direktur Yayasan Masyarakat Pinggiran NTT Marianus Minggo mengatakan, perhatian pemerintah terhadap kerajinan tenun ikat di 22 kabupaten/kota di NTT sangat terbatas. Keterlibatan pemerintah daerah hanya sebatas mengutus satu atau dua perajin yang ditunjuk begitu saja mengikuti pameran di luar NTT. Itu pun selalu atas undangan Kementerian Perindustrian atau Kementerian Perdagangan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.