Di Warung Jeruk, warung pepes di Ciamis, Jawa Barat (Jabar), yang berdiri sejak 1958, lalapan lebih lengkap lagi. Mulai dari daun dewa, daun reundeu, tespong, poh-pohan, antanan, serta kunyit muda. Ya, kunyit yang biasanya dipakai sebagai bumbu masak, di warung yang sederhana ini disajikan sebagai lalap. Sebelum dimakan, kunyit dicocol garam yang dibakar lebih dulu.
Menurut Kusmiati (42), pemilik Warung Jeruk, beberapa jenis lalap yang disajikan, seperti daun reundeu dan poh-pohan adalah lalap gunung yang berasal dari kaki Gunung Sawal, di Ciamis. Jenis lalap lainnya tumbuh liar di pematang sawah, seperti antanan dan genjer.
Kebun juga jadi tempat menanam lalap seperti mentimun, kacang panjang, leunca, singkong, dan lain-lain. Lalap bisa juga tumbuh di pekarangan rumah (antanan, semanggi, tekokak), hingga di taman-taman kota (antanan, kenikir, kihapit).
Keragaman jenis lalapan semakin beragam di tiap-tiap masakan rumahan urang Sunda. ”Tidak lengkap kalau makan tak ada lalap dan sambal,” komentar Uti, ibu penjual bumbu dapur di Pasar Ciawi, Tasikmalaya.
Yatti (61), ibu rumah tangga di Bandung, diajari memakan lalap sejak bocah. Pelajaran dimulai dengan mentimun, kangkung, dan genjer yang direbus, serta daun singkong. Makin lama, kebiasaan memakan lalap yang dilakukan Yatti ada tingkat ”advance”. Tumbuhan yang oleh bukan orang Sunda dianggap tak lazim, justru jadi hal yang biasa. Sebut saja daun jambu mede, randa midang (kenikir), sampai daun kunyit.
Dokumentasi
Kuliner Sunda memang identik dengan lalap. Di makalah yang dibahas dalam acara Konferensi Internasional Budaya Sunda I pada Agustus 2001, di Bandung, ahli mikrobiologi Institut Teknologi Bandung, Unus Suriawiria (1936-2007), menjelaskan, dari 80 jenis makanan Sunda, lebih dari 65 persen di antaranya dari tumbuh-tumbuhan. Sisanya terbuat dari ikan dan daging.
Jauh sebelum makalah itu dibuat, seperti disebutkan buku Lalab dalam Budaya dan Kehidupan Masyarakat Sunda yang juga ditulis Unus, dua orang berkebangsaan Belanda, yaitu Dr JJ Ochse dan Dr RC Backhuizen van den Brink, mendokumentasikan jenis lalap. Dokumentasi itu berjudul Indische Groenten (Sayur-sayuran Hindia), terbitan Archipel Drukkerij di Bogor (1931).
Buku itu diterjemahkan dalam bahasa Sunda dengan judul Lalab-lalaban oleh Isis Prawiranagara. Pada pengantarnya, disebutkan lalap tak hanya berwujud daun seperti daun singkong, pepaya, selada, dan puluhan jenis daun lainnya. Lalap bisa berupa umbi (kunyit, kencur), buah muda (pepaya, mentimun, leunca), bunga (kenikir, honje/combrang), bahkan biji-bijian (biji nangka, dan petai).
Cara mengonsumsinya, dimakan mentah atau direbus/dikukus. Namun, ada yang diolah dengan bumbu. Rebusan kangkung, kol, labu, pare, nangka sayur misalnya, bisa jadi lotek setelah diaduk dengan bumbu kacang yang terbuat dari kacang tanah, terasi, gula merah, bawang putih, dan cabai rawit.
Leunca dan kacang panjang jadi bahan utama karedok setelah dicampur bumbu garam, terasi, gula, kencur, bawang putih, ditambah kemangi. Leunca juga bisa diolah jadi ulukutek dengan tambahan oncom.
Ada pula reuceuh, berupa potongan mentimun yang diaduk dengan bumbu garam, terasi, cabai, kencur, bawang putih, gula merah. Selain bumbu lotek, karedok, atau reuceuh, ada pasangan yang sebenarnya paling pas untuk menikmati lalap. Apalagi kalau bukan sambal. Beda lalap terkadang berbeda pula jenis sambal yang cocok sebagai pasangannya.
Menurut Unus, dalam Lalab dalam Budaya dan Kehidupan Masyarakat Sunda, kegemaran orang Sunda makan lalap akibat budaya dan kehidupan masyarakatnya yang menyatu dengan alam. Ini akhirnya membuat orang Sunda punya pengetahuan tentang tumbuhan mana yang bisa dan mana yang tidak. (Aryo Wisanggeni Genthong, Mawar Kusuma, dan Yulia Sapthiani)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.