Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/07/2013, 15:22 WIB
TAK ada yang memungkiri, Bromo dan Semeru memiliki bentang alam indah. Kawasan yang menjadi Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan SK.178/Menhut-II/2005 itu juga menyimpan keragaman hayati dengan ekosistem unik. Kini, pemangku kepentingan di kawasan itu tengah berupaya agar keindahan tersebut tidak luntur oleh perusakan.

Hari masih pagi, awal Juni lalu, ketika para penghuni tenda yang telah semalaman berkemah di kawasan Ranu Kumbolo beranjak. Sebagian pencinta alam atau mereka yang datang untuk sekadar mengisi libur itu kemudian meneruskan pendakian ke puncak Mahameru—sebutan bagi puncak Gunung Semeru yang menjulang gagah—dan sebagian lainnya turun menuju pintu gerbang pendakian di Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.

Meski hanya sesaat, bermalam di Ranu Kumbolo menjadi penghapus lelah yang mujarab sekaligus tempat mempersiapkan langkah berikutnya. Bagi sebagian besar pendaki, menginap di tepian danau yang berada pada elevasi 2.400 meter di atas permukaan laut itu seolah menjadi ”kewajiban”. Kurang afdal rasanya kalau tidak beristirahat di tempat itu.

Sayangnya, aktivitas ratusan orang yang berkumpul di sebuah tempat dalam satu waktu yang sama kerap menghasilkan persoalan, salah satunya sampah. Karena itu, beberapa kali petugas Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) harus mengingatkan agar pendaki dan siapa saja yang ada di tempat itu membawa turun kembali sampah mereka, seperti botol air mineral dan plastik bungkus mi instan.

KOMPAS IMAGES/RODERICK ADRIAN MOZES Sejumlah jeep mengantar wisatawan di kawasan wisata Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur, Sabtu (17/12/2011). Setelah sempat sepi wisatawan selama kurang lebih 6 bulan akibat erupsi Gunung Bromo, Pariwisata di kawasan ini kembali hidup. Untuk menyewa jeep wisatawan harus mengeluarkan biaya Rp 450.000.
Sampah hanyalah salah satu persoalan yang berusaha ditangani pihak taman nasional yang membawahi wilayah 50.276,20 hektar tersebut. Masalah lain yang muncul berkaitan dengan aktivitas masyarakat. Aktivitas warga dalam bidang pertanian, misalnya, jika tidak cermat dalam mengolah lahan akan berdampak kurang baik bagi lingkungan. Contoh nyata adalah terbentuknya sedimen di tepian Ranu Pani (ranu=danau) yang disinyalir berasal dari lahan pertanian di sekitarnya yang memang tidak berbentuk model terasering.

Belum lagi masalah perkembangan jumlah penduduk yang menuntut adanya permukiman bagi keluarga baru. Saat ini, tercatat ada sekitar 60 desa penyangga yang bermukim di sekitar kawasan TNBTS. Desa itu tersebar di empat wilayah administrasi, meliputi Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Bukan tidak mungkin 10-15 tahun lagi ribuan warga yang ada di desa-desa itu akan bertambah pesat.

Seperti taman nasional dan hutan lindung di daerah lain yang terancam kegiatan perambahan, masalah serupa juga bisa dialami TNBTS. Perambahan yang dilakukan masyarakat menjadi keniscayaan akibat interaksi langsung yang terjadi di antara keduanya.

Kepala TNBTS Ayu Dewi Utari mengatakan, perambahan wilayah taman nasional di daerahnya saat ini masih cukup kecil, hanya sekitar 1 persen dari luas wilayah. Perambahan terjadi di bekas lahan Perusahaan Umum (Perum) Perhutani yang dahulu merupakan hutan produksi, yang kemudian dialihkan menjadi kawasan konservasi.

”Perambahan biasanya ada di daerah sekitar itu. Mengapa demikian? Hutan produksi yang dikelola Perum Perhutani biasanya diperkenankan untuk dikelola masyarakat dalam bentuk penanaman lahan di bawah tegakan. Jadi, mengubah pola pikir masyarakat, mengenalkan bahwa sekarang lahan ini tak boleh dikelola lagi karena telah menjadi kawasan konservasi, tidak mudah. Tidak bisa serta-merta,” ujarnya.

BARRY KUSUMA Sunrise di Bromo.
Menurut Ayu, perambahan terjadi di beberapa titik, tetapi tersebar kecil. Dari empat kabupaten TNBTS berada, titik paling banyak terdapat di Lumajang. Khusus wilayah Malang sudah terkendali.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Harga Tiket DTW Ulun Danu Beratan Naik Mulai 1 Januari 2024

Harga Tiket DTW Ulun Danu Beratan Naik Mulai 1 Januari 2024

Travel Update
Indahnya Panorama Bagai Surga di Puncak Bukit Batu Garudo, Pesisir Selatan

Indahnya Panorama Bagai Surga di Puncak Bukit Batu Garudo, Pesisir Selatan

Jalan Jalan
Harga Tiket Pesawat Jakarta-Solo PP Desember 2023, Mulai Rp 746.000

Harga Tiket Pesawat Jakarta-Solo PP Desember 2023, Mulai Rp 746.000

Travel Update
Rute ke Jembatan Akar di Sayegan, Sekitar 30 Menit dari Tugu Jogja

Rute ke Jembatan Akar di Sayegan, Sekitar 30 Menit dari Tugu Jogja

Travel Tips
Sunrise Hill Bandungan: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daya Tarik 

Sunrise Hill Bandungan: Harga Tiket, Jam Buka, dan Daya Tarik 

Jalan Jalan
Keindahan Jalan Raya Penelokan Kintamani, Lokasi Minimarket dengan Panorama Indah di Bali

Keindahan Jalan Raya Penelokan Kintamani, Lokasi Minimarket dengan Panorama Indah di Bali

Jalan Jalan
Jembatan Akar di Sayegan Yogyakarta, Spot Estetis untuk Foto

Jembatan Akar di Sayegan Yogyakarta, Spot Estetis untuk Foto

Jalan Jalan
Sandiaga Targetkan 200-250 Juta Pergerakan Wisnus Saat Nataru 2024

Sandiaga Targetkan 200-250 Juta Pergerakan Wisnus Saat Nataru 2024

Travel Update
Penumpang KRL di Stasiun Tugu Yogyakarta Kini Punya Pintu Keluar-Masuk Khusus

Penumpang KRL di Stasiun Tugu Yogyakarta Kini Punya Pintu Keluar-Masuk Khusus

Travel Update
Gunung Marapi Meletus, Sandiaga Optimistis Wisata Minat Khusus Tidak Terdampak

Gunung Marapi Meletus, Sandiaga Optimistis Wisata Minat Khusus Tidak Terdampak

Travel Update
6 Tempat Glamping di Semarang buat Liburan Akhir Tahun 

6 Tempat Glamping di Semarang buat Liburan Akhir Tahun 

Jalan Jalan
Mengapa Masih Ada Pendakian Saat Gunung Marapi Meletus?

Mengapa Masih Ada Pendakian Saat Gunung Marapi Meletus?

Travel Update
Gunung Marapi Meletus, Menparekraf Imbau Wisatawan dan Masyarakat Sekitar Waspada

Gunung Marapi Meletus, Menparekraf Imbau Wisatawan dan Masyarakat Sekitar Waspada

Travel Update
Wisatawan Nusantara Makin Wara-wiri, Tertinggi Selama Pandemi

Wisatawan Nusantara Makin Wara-wiri, Tertinggi Selama Pandemi

Travel Update
5 Perbedaan Gunung Marapi dan Merapi, Jangan Salah 

5 Perbedaan Gunung Marapi dan Merapi, Jangan Salah 

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com