Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Inilah Jantung Kehidupan Manggarai Raya

Kompas.com - 27/07/2013, 08:57 WIB
TAMAN Wisata Alam Ruteng seluas 32.245,60 hektar di ujung barat Flores, Nusa Tenggara Timur, sebagian besar kawasannya berupa barisan Pegunungan Ruteng. Karena posisinya di pedalaman dan juga merupakan hulu dari sedikitnya 34 sumber air yang alurnya menyebar hampir ke seluruh penjuru, tak berlebihan jika menyebut TWA Ruteng sebagai jantung kehidupan Manggarai Raya.

Manggarai Raya seluas 7.136,40 kilometer persegi adalah sebutan yang muncul belakangan setelah kawasannya mekar menjadi tiga kabupaten: Manggarai (induk), Manggarai Barat (2003), dan Manggarai Timur (2007). Adapun Pegunungan Ruteng merupakan barisan tujuh gunung. Satu di antaranya, Poco Mandosawu (2.400 meter), merupakan puncak tertinggi. Menyusul enam gunung lainnya, yakni Poco Ranaka (2.140), Poco Nembu (2.030), Poco Leda (1.990), Poco Nao (1.920), Golo Curunumbeng (1.800), dan Ranamese (1.790).

Aliran sungai yang berhulu atau bersumber dari Taman Wisata Alam (TWA) Ruteng, di antaranya Wae Pesi, Wae Garit, Wae Ces, Wae Teko, Wae Reno, Wae Wake, Wae Nunung, Wae Kokak, Wae Ri’i, dan Wae Waru. Semuanya mengalir ke arah utara wilayah Kabupaten Manggarai dan bermuara di Laut Flores.

Sungai yang mengalir ke selatan wilayah Manggarai Timur, di antaranya Wae Mese, Wae Mokel, Wae Wole, Wae Laku, Wae Bobo, Wae Reca, dan Wae Musur. Sungai-sungai itu semuanya bermuara di Laut Sawu.

Ada pula sejumlah aliran sungai yang alurnya menyentuh wilayah Manggarai Barat, seperti Wae Lolong dan Wae Rebo.

Sungai-sungai tersebut merupakan sumber air bagi sedikitnya 325 irigasi. Rinciannya, masing masing tiga irigasi teknis, yakni Wae Mantar, Wae Dingin, dan Wae Dangi. Lainnya, lima irigasi semiteknis dan 317 irigasi sederhana. Sumber airnya diandalkan menggenangi lebih kurang 18.515 hektar sawah di kawasan bagian hilirnya.

”Manggarai Raya sejak lama dikenal sebagai daerah penghasil beras di NTT. Beras itu dari ribuan hektar sawah yang membentang luas di daerah ini. Hampir keseluruhan lahan sawahnya mengandalkan air yang bersumber dari TWA Ruteng,” kata Yohanes Berchmans Fua, Kepala Seksi Konservasi Wilayah III Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) NTT di Ruteng, Mei lalu.

Keseluruhan kawasan TWA Ruteng memang terbentang dalam wilayah Kabupaten Manggarai Timur (24.235 ha) dan Manggarai (8.010,60 ha). Kawasan itu juga merupakan wilayah 72 desa, masing-masing 45 desa di Manggarai Timur dan 27 desa di Manggarai.

Meski demikian, Kepala BBKSDA NTT Wiratno menegaskan, tidak ada salahnya menyebut kawasan TWA Ruteng sebagai nadi kehidupan Manggarai Raya. ”Kawasan TWA itu memang di Manggarai Timur dan dan Manggarai. Namun, ada sejumlah sungai di Manggarai Barat yang bersumber dari TWA Ruteng. Sebagian terbesar wilayah TWA itu merupakan bentangan kawasan hutan penangkap awan hujan untuk Pulau Flores, terutama Manggarai Raya,” ujar Wiratno di Kupang, pertengahan Mei lalu.

Hutan hujan di NTT

TWA Ruteng memiliki potensi keanekaragaman hayati sangat tinggi. Bahkan, merupakan satu-satunya tipe hutan hujan pegunungan di NTT.

Kawasannya—dengan ketinggian 500- 2.400 meter dari permukaan laut—yang didukung berbagai jenis tegakan sekaligus menjadi kawasan penata hujan bagi daerah sekitarnya.

Menurut catatan biarawan Katolik Jilis AJ Verheijen SVD pada tahun 1982, kawasan TWA Ruteng memiliki 252 spesies tumbuhan berbunga dan tidak berbunga. Tumbuhan itu terdiri dari 94 famili dan 119 genera. Tumbuhan yang paling umum dijumpai adalah dari famili Euphorbiaceae dan Lauraceae. Dari 252 spesies tersebut, 69 di antaranya dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk pengobatan tradisional.

TWA Ruteng pun kaya dengan berbagai jenis anggrek hutan, seperti jenis Dendrobium hymenophyllum, Vanda limbata, Pholidota imbricate, Spathoglottis plicata, Liparia latifolia, dan anggrek kantong semar atau Paphiopedilum schoseri.

Begitu pula dari sisi faunanya, TWA Ruteng kaya dengan berbagai jenis burung. Tercatat ada 65 spesies burung dalam kelompok 35 famili hidup dalam kawasan TWA Ruteng. Beberapa spesies di antaranya adalah elang putih (Accipiter novaehollandiae), elang bonol (Haliastur indus), elang hitam (Spizaetus cirhatus), elang tikus (Elanus caeruleus), elang menara (Falco molluccensis), raja udang ekor panjang (Tansiptera galatea), kokak (Philemon buceroides), dan burung isap madu (Nectarina jugularis). Selain itu, juga terdapat empat jenis burung yang merupakan endemik Flores, yakni burung po (Otus alfredi), ngkeling koe (Loriculus flosculus), monar (Munarcha sacerdotum), dan Corvus florensis.

Terdapat pula mamalia endemik, yakni tikus raksasa (Papagomys armandvillei), yang disebut betu oleh orang Manggarai umumnya. Mamalia endemik lainnya adalah tikus poco ranaka (Rattus hainaldi) dan kelelawar flores (Cynopterus nusatenggara). Ada juga monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), landak (Hystrix brachyuran), babi hutan (Sus sucrofa vitatus), dan musang (Paradoxurus hermaphrodites).

Menyadari peran TWA Ruteng yang sangat sentral serta menyaksikan tindakan perusakan lingkungan umumnya yang terus terjadi, Uskup Ruteng Mgr Dr Hubertus Leteng Pr tergerak untuk menggelar ibadat khusus, Perayaan Misa Ekologis di Gololusang, pada 17 Oktober 2012.

Gololusang di kawasan hulu Kota Ruteng adalah salah satu tepi TWA Ruteng. Uskup dalam khotbahnya ketika itu antara lain menegaskan, Allah memberikan kewenangan kepada manusia untuk menguasai dan memanfaatkan alam lingkungan sekitarnya. Namun, diingatkan pula agar kewenangan itu tetap mempertimbangkan keserasian dan keberlangsungannya secara terus-menerus.

”Gereja diimbau untuk menjaga keutuhan dan kelestarian alam ciptaan-Nya. Kerusakan lingkungan hidup akibat perilaku menyimpang manusia tidak sesuai dengan karya penciptaan Allah,” ucapnya.

TWA Ruteng dengan segala potensinya sesungguhnya telah memberikan manfaat sangat besar bagi kehidupan dan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Karena itu, patut dijaga keselamatan dan kelestariannya! (Frans Sarong)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com