Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sambal, Si Penggugah Selera

Kompas.com - 29/07/2013, 08:44 WIB

Di rumah Euis, seorang warga Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, sambal selalu hadir di meja makan. Apa pun lauk bersantapnya, selalu ada lalap, dan selalu ditemani sambal terasi atau sambal dadakan yang diolah tanpa resep rumit. Cabai rawit, bawang merah, dan garam. Selain itu, ada yang ditambah tomat atau terasi, atau keduanya, lalu sedikit gula untuk mempertegas rasa.

Untuk sambal mentah, bahan-bahan tersebut langsung dihaluskan. Jika menginginkan sambal matang (terutama sambal terasi), sambal yang sudah diulek dimasak terlebih dulu.

Cara lain membuat sambal adalah dengan menggoreng atau membakar lebih dulu bahan-bahan mentahnya, terutama cabai rawit, bawang merah, dan terasi. Cara ini membuat sambal menjadi sedikit berminyak.

Saat menyuguhkan tempe mendoan, Euis menyertakan sambal hijau dengan bau rawit yang tajam menggoda. ”Sambalnya kurang pedas? Ieu sambel sehah pisan! Yang membuat saja kepedasan,” kata Euis tertawa-tawa melihat tamunya lahap bersantap. Zat capsaicin yang dikandung cabai memang selalu merangsang hormon endorfin, si hormon pembangkit rasa senang.

Unus Suriawiria dalam buku Lalab dalam Budaya dan Kehidupan Masyarakat Sunda, menyebutkan, enak atau tidaknya rasa sambal tak hanya ditentukan dari kualitas bahan. Coet (cobek) dan mutu (ulekan) ikut berpengaruh.

Membuat sambal dalam coet tanah liat dan mutu dari pangkal pohon bambu, konon, terasa lebih nikmat dibandingkan sambal yang dibuat dengan coet dan mutu dari batu.

Sejarawan Universitas Padjadjaran, Nina Herlina Lubis, menyebut sambal dalam kuliner Sunda klasik tak pernah hadir ekstrem. ”Orang Sunda memegang nilai siger tengah, cara pandang bahwa yang terbaik dalam hidup adalah yang seimbang, tidak ekstrem. Itu merasuk dalam cita rasa klasik makanan Sunda. Tidak ada yang terlalu asin. Tidak ada yang terlalu asam, juga tidak ada yang terlalu pedas. Asinan misalnya, tidak asin kan?” kata Nina.

Beberapa potong terakhir tempe mendoan di ruang tamu Euis jadi rebutan beberapa tangan. Secocolan sambal hijau, ditambah hangatnya mendoan yang baru keluar penggorengan, mendera indera perasa. Namun tangan-tangan itu justru mencocolkan kembali potongan mendoan ke dalam sambal. Lagi dan lagi. Tinggal tunggu saja, apakah sambal yang duluan habis, ataukah mendoan yang duluan tandas. (Aryo Wisanggeni dan Mawar Kusuma)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com