Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Angkat Derajat Peuyeum

Kompas.com - 30/07/2013, 16:22 WIB
DULU, peuyeum dipandang sebelah mata sebagai makanan orang ”miskin”. Penggemarnya sering harus membeli dengan sembunyi-sembunyi agar tidak malu. Penganan dari ketan dan singkong itu kini diburu sebagai buah tangan dari tanah Sunda.

Pasangan H Husen Gofur (80) dan Euis Sofiah (76) menjadi orang pertama di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, yang mengangkat derajat peuyeum. Peuyeum dengan label Sentral Peuyeum tetap dikemas sederhana dalam wadah besek bambu, tanpa gula, tanpa pengawet tetapi tahan hingga satu pekan, dan unggul dalam citarasa.

Terletak di tepi jalan utama Kecamatan Jamanis, Tasikmalaya, Sentral Peuyeum menjadi satu-satunya rujukan bagi mereka yang ingin mencicipi manis segarnya peuyeum tasikmalaya. ”Peuyeum berfungsi untuk penyetop. Orang pasti nanya peuyeum dulu, baru beli oleh-oleh yang lain,” kata Popon Fatmawati (48), putri Husen yang kini mengelola Sentral Peuyeum.

Di Tasikmalaya saja, Sentral Peuyeum memiliki dua cabang yang selalu ramai diserbu pembeli. Peuyeum tasikmalaya ini juga bisa dijumpai di Rumah Makan Pananjung milik Popon di Limbangan, Garut, Jawa Barat.

Peuyeum awalnya biasa dijual keliling desa dengan pikulan untuk masyarakat menengah ke bawah. Husen lantas mencoba membuat terobosan dengan menjual peuyeum sebagai oleh-oleh di toko kelontong miliknya pada tahun 1964. Dari produk sampingan, peuyeum bergerak menjadi dagangan utama sejak tahun 1972.

Hingga sekarang, Husen terus memproduksi peuyeum ketan di rumahnya yang terletak di belakang warung Sentral Peuyeum. Meski sudah sepuh, ia rutin mengawasi proses pembuatan peuyeum ketan mulai dari pencucian ketan, pengukusan, penaburan ragi, hingga peuyeum ketan matang setelah pemeraman di bak fermentasi selama tiga hari.

KOMPAS/PRIYOMBODO Pedagang melayani pembeli peuyeum di Pasar Kosambi, Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/7/2013).
Begitu matang, peuyeum ketan putih ataupun peuyeum ketan hitam cukup dibungkus dengan plastik transparan. Ini berbeda dengan peuyeum ketan tradisional yang biasa disajikan dalam bungkusan daun jambu. Tampilan peuyeum ketan hitam lebih menarik karena tidak mudah becek seperti penampakan peuyeum ketan putih. Namun, jangan ditanya soal rasa, keduanya dijamin supermanis dan segar.

Peuyeum sampeu atau peuyeum singkong sengaja tidak diproduksi di Sentral Peuyeum, tetapi dibeli langsung dari petani untuk mendekati bahan baku. Begitu diterima dari petani, peuyeum singkong segera disimpan dalam wadah besek sehingga tidak terpapar debu. Pembeli bisa memilih peuyeum singkong biasa berwarna putih bersih atau singkong mentega berwarna kekuningan dengan beragam tingkat kematangan.

Diproduksi langsung oleh petani dengan kesegaran bahan baku, peuyeum singkong benar-benar terasa pulen. Tekstur peuyeum singkong begitu kering di permukaan luar, tetapi terasa lumer dan lembut begitu digigit. Rasanya yang manis membuat peuyeum singkong tak hanya digemari urang Sunda, tetapi juga lintas provinsi.

Sarat kenangan

Peuyeum selalu punya tempat tersendiri di hati warga Jawa Barat. Tiap kali menyantap peuyeum, mereka akan terkenang suasana rumah di pedesaan. Peuyeum singkong biasa dimakan sebagai camilan, sedangkan peuyeum ketan baru akan dibuat menjelang Lebaran atau pada saat menggelar pesta hajatan. ”Waktu kecil, camilan saya, ya, peuyeum itu,” kata Popon.

Jika sedang jauh dari rumah, Popon sering kali merasa rindu untuk kembali mencicipi peuyeum. Nostalgia pada peuyeum yang sarat kenangan itu pula yang menjadi salah satu alasan kenapa Sentral Peuyeum tak pernah sepi pelanggan. Dalam sehari, Sentral Peuyeum memproduksi lebih kurang 1 kuintal peuyeum singkong dan 50 kilogram peuyeum ketan. Jumlah itu berlipat hingga tiga kali pada akhir pekan.

KOMPAS/PRIYOMBODO Peuyeum ditawarkan dengan cara digantung di toko pusat jajanan dekat Terminal Leuwi Panjang, Bandung, Jawa Barat, Jumat (5/7/2013).
Sentral Peuyeum mulai berinovasi dengan wadah besek dari sebelumnya menggunakan keranjang berlapis daun sejak Gunung Galunggung meletus pada tahun 1982. Debu vulkanik yang menyelimuti Tasikmalaya kala itu membuat warga kesulitan mencari daun pisang sebagai pelapis peuyeum. Wadah besek terbukti digemari karena tingkat higienitasnya lebih tinggi dibandingkan jika peuyeum digantung di udara terbuka.

Dicocol enak

Peuyeum singkong juga bermetamorfosis menjadi salah satu oleh-oleh khas Bandung. Tak hanya dinikmati utuh (singkong yang diberi ragi hingga matang), peuyeum juga bisa dinikmati setelah diolah menjadi penganan lain. Colenak salah satunya.

Kudapan yang namanya merupakan kependekan dari ”dicocol enak” ini terbuat dari peuyeum yang dibakar. Cara menikmatinya adalah dengan dicocol pada gula merah yang dicairkan bersama kelapa. Rasanya, tentu saja manis legit, cocok diminum dengan teh pahit.

Di Bandung, Colenak Murdi Putra bisa dikatakan sebagai pelopor. Colenak yang namanya diambil dari nama penjualnya ini sudah ada sejak tahun 1930. Lokasi jualannya pun masih sama seperti ketika Aki (kakek) Murdi berjualan, yaitu di Jalan Ahmad Yani, Bandung. Bedanya, dulu Aki Murdi berjualan di toko kecil dan membakar sendiri peuyeum di bagian depan toko.

Saat ini, Bety Nuraety (41), generasi ketiga, berjualan colenak di toko yang telah dilengkapi beberapa meja dan kursi sebagai tempat makan. Merujuk pada kebiasaan zaman baheula, kata Bety, colenak cocok dimakan dengan kerupuk aci.

Kemasan juga menjadi pembeda Colenak Murdi Putra zaman dahulu dan sekarang. ”Dulu, colenak dibungkus daun yang direkatkan dengan biting. Bitingnya dibuat sendiri oleh nenek dari bambu,” tutur Bety yang pada saat ini mengemas colenak dengan kertas berwarna coklat pembungkus nasi.

Munculnya variasi aroma, yaitu nangka dan durian, pada gula menjadi perbedaan lain. Aroma nangka muncul berkat ide Supiah (74), ibunda Bety. Adapun durian adalah ide dari Bety. Meski telah mengalami beberapa perkembangan, resep dan bahan baku utama tidak berubah selama puluhan tahun.

KOMPAS/PRIYOMBODO Colenak Murdi Putra.
Peuyeum, misalnya, didatangkan dari Cimenyan, salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung, yang memang terkenal sebagai sentra produksi peuyeum. Uniknya, pasokan peuyeum untuk Colenak Murdi Putra sekarang berasal dari tempat yang sama seperti ketika memenuhi kebutuhan Aki Murdi. ”Ternyata, pembuat peuyeumnya juga sudah beda generasi. Sudah turun-temurun,” kata Bety.

Peuyeum yang dipilih adalah peuyeum biasa, berwarna putih, dan belum terlalu matang. Peuyeum-peuyeum ini kemudian dibakar dengan menggunakan arang. Sementara kelapa dan gula kelapa diolah selama empat jam dengan menggunakan tungku pembakaran dari gerabah.

”Resepnya sudah diturunkan dari zaman aki, ke ibu, lalu saya. Kami memang masih mengelola bisnis ini sebagai bisnis keluarga,” kata Bety, bungsu dari tujuh bersaudara.

Selain Bety, dua saudaranya yang lain juga membuka bisnis yang sama di tempat berbeda, yaitu di Cibiru dan Antapani. Dari salah satu tempat inilah, Colenak Murdi Putra pun telah merambah memasuki mal di Bandung.

Lewat tangan-tangan yang tidak melupakan tradisi, peuyeum terbukti bisa naik kelas dan tetap disukai lintas generasi.... (ROW/IYA/WKM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tips untuk Kembali ke Rutinitas Kerja Setelah Libur Panjang

Tips untuk Kembali ke Rutinitas Kerja Setelah Libur Panjang

Travel Tips
Pantai Jadi Tempat Wisata Terfavorit di Pulau Jawa Selama Lebaran 2024

Pantai Jadi Tempat Wisata Terfavorit di Pulau Jawa Selama Lebaran 2024

Travel Update
Kemenparekraf Tanggapi Turis Indonesia yang Rusak Pohon Sakura di Jepang

Kemenparekraf Tanggapi Turis Indonesia yang Rusak Pohon Sakura di Jepang

Travel Update
Aktivis Mogok Makan di Spanyol, Bentuk Protes Pembangunan Pariwisata

Aktivis Mogok Makan di Spanyol, Bentuk Protes Pembangunan Pariwisata

Travel Update
5 Tempat Wisata Dekat Masjid Al-Jabbar, Ada Mal dan Tempat Piknik

5 Tempat Wisata Dekat Masjid Al-Jabbar, Ada Mal dan Tempat Piknik

Jalan Jalan
5 Syarat Mendaki Gunung Rinjani, Pastikan Bawa E-Ticket

5 Syarat Mendaki Gunung Rinjani, Pastikan Bawa E-Ticket

Travel Tips
3 Tips Ikut Open Trip Pendakian Gunung Rinjani biar Tidak Zonk

3 Tips Ikut Open Trip Pendakian Gunung Rinjani biar Tidak Zonk

Travel Tips
Korban Open Trip, 105 Orang Gagal Mendaki Gunung Rinjani

Korban Open Trip, 105 Orang Gagal Mendaki Gunung Rinjani

Travel Update
Libur Lebaran 2024 Berakhir, Kunjungan Wisata di Gunungkidul Lampaui Target

Libur Lebaran 2024 Berakhir, Kunjungan Wisata di Gunungkidul Lampaui Target

Travel Update
Iran Serang Israel, Ini 8 Imbauan KBRI Teheran untuk WNI di Iran

Iran Serang Israel, Ini 8 Imbauan KBRI Teheran untuk WNI di Iran

Travel Update
Penerbangan ke Israel Terganggu akibat Serangan Iran

Penerbangan ke Israel Terganggu akibat Serangan Iran

Travel Update
Pesona Curug Sewu di Kendal, Air Terjun Bertingkat Tiga Jawa Tengah

Pesona Curug Sewu di Kendal, Air Terjun Bertingkat Tiga Jawa Tengah

Jalan Jalan
Iran Serang Israel, WNI di Beberapa Negara Timur Tengah Diminta Waspada dan Lapor ke Kemenlu

Iran Serang Israel, WNI di Beberapa Negara Timur Tengah Diminta Waspada dan Lapor ke Kemenlu

Travel Update
4 Villa Sekitar Tawangmangu Wonder Park Karanganyar, mulai Rp 600.000

4 Villa Sekitar Tawangmangu Wonder Park Karanganyar, mulai Rp 600.000

Hotel Story
Beri Makan Rusa di Rumah Dinas Wali Kota Pangkalpinang, Simak Aturan Pakannya

Beri Makan Rusa di Rumah Dinas Wali Kota Pangkalpinang, Simak Aturan Pakannya

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com