Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panggung Perayaan Segala Persantapan

Kompas.com - 01/08/2013, 08:03 WIB

Sebagai gaya hidup, keriuhan kuliner di Bandung menumpang dan ditumpangi beragam isu. Para penyelenggara festival kuliner kerap kali bukan menggelar festival sekadar untuk mengeruk uang. Keuken #4, misalnya, digarap oleh komunitas desainer muda Bandung yang gelisah melihat banyaknya ruang publik Bandung yang terbengkalai, mati suri.

Para desainer Studio House the House itu awalnya menjajal beragam acara di berbagai ruang publik kota yang mati. Beragam cara mengampanyekan revitalisasi ruang publik mati suri di Bandung gagal karena kemasan isu yang terlalu ”arsitektur”, terlalu ”desain”, terlalu ”tata ruang”.

”Kami butuh medium yang universal untuk membuat orang datang dan merasakan suasana berbagai ruang publik di Bandung. Akhirnya, festival makanan kami pilih menjadi pintu masuknya. Keuken #1, misalnya, berhasil mendatangkan publik Bandung ke Jalan Cikapundung yang dianggap kumuh. Kali ini, orang datang berbondong-bondong ke gudang tua PT Kereta Api Indonesia,” ujar ketua penyelenggaraan Keuken #4, Prananda LM (26).

Beragam festival kuliner lain di Bandung pun umumnya menjadi acara sampingan dari berbagai pameran atau kampanye. Sebut saja Bandoeng Heritage Festival 2013 yang digelar di Jalan Cikapundung, Bandung, akhir Juni lalu. Sejumlah gerai kuliner, termasuk Batagor Hanhan, menjual produknya di tengah-tengah pameran berbagai dokumen, arsip, dan foto masa silam Bandung.

Makanan juga menjadi pintu masuk bagi pengembang Pasirkaliki (Paskal) Hyper Square, Bandung, untuk menghidupkan kawasan bisnis yang dibangunnya di dekat Stasiun Kota Bandung itu. Sejak 2005, mereka membangun Paskal Food Market (PFM) yang menyatukan sepuluhan ikon kuliner Bandung di dalam kawasannya. Kini, PFM dipadati seratusan ikon kuliner Bandung.

Ikon yang terkumpul memang ikon kuliner mapan dan dikenal. Sebut saja Ronde Alkateri, Sate Maulana ?Yusuf, Bola Ubi, ataupun Iga Bakar Si Jangkung. ”Dengan berwisata kuliner ke PFM, wisatawan di Bandung bisa menjajal sendiri berbagai makanan yang menjadi ciri khas Bandung,” ujar Manajer Pemasaran Paskal Hyper Square Devina M.

Devina menyebutkan, PFM efektif menghidupkan Paskal Hyper Square, sementara kawasan bisnis dan rumah toko di sana menunjang aliran konsumen. ”Suatu kawasan menjadi hidup jika dikunjungi orang. Apa, sih, yang selalu dicari orang? Kan, makanan. Kawasan kami menjadi kawasan ramai dengan pertumbuhan harga rumah toko yang pesat. Sebaliknya, bisnis kuliner juga tumbuh pesat jika ramai dikunjungi orang,” kata Devina.

Gaduh kuliner Bandung terkini tidak sekadar menempatkan makanan menjadi sepiring santapan. Melampaui urusan cita rasa, kuliner dipertunjukkan, dipergaduhkan lewat kicauan di berbagai media sosial, dirayakan oleh berbagai kelompok dan pelaku usaha. Hasrat mengeruk laba, berkampanye publik, ataupun beragam kepentingan berkelindan di lekuk-lekuk gempita kuliner Bandung.

Antropolog Universitas Padjadjaran, Budi Rajab, menyatakan, fenomena gempita kuliner Bandung dengan segala kecanggihannya terwujud karena ”Kota Kembang” selalu memiliki ruang bagi keliaran anak-anak mudanya.

”Bandung, kota para pendatang dari beragam latar belakang budaya, menjadi kota tanpa dominasi kebudayaan tertentu. Situasi itu pupuk terbaik bagi kreativitas, termasuk bagi bisnis kreatif kuliner,” kata Budi. (Aryo Wisanggeni dan Yulia Sapthiani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com