Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panggung Perayaan Segala Persantapan

Kompas.com - 01/08/2013, 08:03 WIB
DI Bandung, canggihnya urusan makan bukan sekadar canggihnya rasa. Hibridisasi aneka gaya hidup melampaui soal rasa dan urusan santap-menyantap. Makanan menumpang dan ditumpangi beragam urusan.

Minggu pagi itu, onggokan mesin dan sasis gerbong kereta api yang lapuk penuh karat jadi nyaman dipandang. Dipadu dengan puluhan kios yang semuanya terbuat dari kayu dan digarap sebagai model kios ”jadul”, festival kuliner Keuken #4: The Jolly Camaraderie di Gudang Persediaan Kereta Api Cikudapateuh seperti bazar makanan di negeri antah-berantah.

”Apiii...,” si pembawa acara menjerit gara-gara lidah api merambat ke wajan, membakar saus stroberi di wajan Geva Ariantyka (21). Si pembawa acara makin berjingkat mundur melihat lidah api di wajan tinggi menyambar-nyambar.

Geva tak panik, menggoyang-goyang wajan seperti meratakan api yang cepat mengentalkan saus stroberinya. Si api pergi, digantikan uap putih harum yang membuat puluhan penontonnya kian gemas ingin mencicipi masakan Geva. Tangkas ia menuang saus merahnya ke belasan piring styrofoam berisi pancake kuning.

Pasangan memasak Geva, Bella Vani (20), membuka satu termos es krim, mengimbuhi pancake berbalur saus stroberi itu dengan satu-dua sendok es krim vanila putih. Tangan-tangan pengunjung cepat menyambar belasan piring sajian Geva dan Bella, bahkan ketika mereka tak tahu apa sebetulnya yang disajikan.

”Apa ini, ya?” ujar Dina (45) bertanya kepada anaknya, Fajar (18), sambil mencicipi sajian Geva dan Bella. Kening Dina sedikit berkerut, sepertinya seluruh indra perasanya tengah meraba asal-usul santapan. ”Oooo, pancake, ha-ha-ha,” kata Dina tertawa. ”Enak,” imbuhnya.

”Ini lagi cari makanan yang aneh-aneh,” kata Dina yang warga Bandung itu. ”Jangan cari makanan Sunda di sini. Yang ada di sini pasti makanan yang aneh-aneh,” tambahnya yakin.

Dina termasuk warga Bandung yang gemar ”berburu” di berbagai festival kuliner di kotanya. ”Kalau ke festival lain pernah beberapa kali. Kalau ke Keuken baru pertama kali. Ini, kan, diajak anak saya karena dari kemarin orang sudah heboh soal Keuken di Twitter,” katanya.

Oplosan segalanya

Keuken #4: The Jolly Camaraderie, festival kuliner setengah tahunan, memang hanya satu dari sedemikian banyak festival kuliner yang hampir saban bulan digelar di ”Kota Kembang”. Seperti kata Dina, Keuken selalu jadi festival kuliner ”aneh-aneh”.

Di anjungan Giant’s Corndog, beragam sosis berbalur tepung jagung kuning tersaji dalam berbagai ukuran. Mulai dari corndog sepanjang 30 sentimeter sampai corndog mini berbentuk bola berdiameter 5 sentimeter, semua ditawarkan dalam daftar menu berkosakata asing.

Gerai lain, Bin Ukon, menawarkan barbeku iga sapi, ayam asap, sampai bebek peking dan hainan rice. Semuanya menu hasil masakan serius, dipanggang berjam-jam untuk cita rasa daging asap terbaik. Kluni Kitchen menyuguhkan beragam menu nugget berbahan jamur lokal yang lezat. Aneka yoghurt buah dijajakan Yoghken, schotel dan klappertaart disuguhkan Cocon Snoep, mi campur es krim bakar ada di gerai Mie Merapi, ...banyak lagi lainnya!

Lapak besar Spice & Spaces tak hanya menawarkan sejumlah paket bersantap, termasuk paket Family bermenu dua porsi giant chunky, koktail, ditambah german bratwurst seharga Rp 55.000. Tidak hanya menawarkan makanan, lapak Spice & Spaces juga menyediakan area bersantap berupa dua meja panjang bertaplak putih berhias bunga. Pokoknya serasa bersantap elegan di tengah keriuhan entakan musik joget, raungan band musik aneka aliran, dan ramainya percakapan bersahutan.

Itu baru hibridisasi makanannya. Para pelaku bisnis yang dihadirkan Keuken #4 pun rata-rata model terbaru dari pebisnis kuliner Bandung. Merekalah generasi ”tukang kicau” yang benar-benar menggantungkan pemasaran produk pada ingar-bingar jejaring media sosial, seperti Twitter, Facebook, dan Instagram. Seberapa banyak omzet mereka ditentukan oleh kepiawaian mereka menjadikan produk trending topic di dunia maya.

Menumpang dan ditumpangi

Sebagai gaya hidup, keriuhan kuliner di Bandung menumpang dan ditumpangi beragam isu. Para penyelenggara festival kuliner kerap kali bukan menggelar festival sekadar untuk mengeruk uang. Keuken #4, misalnya, digarap oleh komunitas desainer muda Bandung yang gelisah melihat banyaknya ruang publik Bandung yang terbengkalai, mati suri.

Para desainer Studio House the House itu awalnya menjajal beragam acara di berbagai ruang publik kota yang mati. Beragam cara mengampanyekan revitalisasi ruang publik mati suri di Bandung gagal karena kemasan isu yang terlalu ”arsitektur”, terlalu ”desain”, terlalu ”tata ruang”.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO Pilihan Menu Ikan.
”Kami butuh medium yang universal untuk membuat orang datang dan merasakan suasana berbagai ruang publik di Bandung. Akhirnya, festival makanan kami pilih menjadi pintu masuknya. Keuken #1, misalnya, berhasil mendatangkan publik Bandung ke Jalan Cikapundung yang dianggap kumuh. Kali ini, orang datang berbondong-bondong ke gudang tua PT Kereta Api Indonesia,” ujar ketua penyelenggaraan Keuken #4, Prananda LM (26).

Beragam festival kuliner lain di Bandung pun umumnya menjadi acara sampingan dari berbagai pameran atau kampanye. Sebut saja Bandoeng Heritage Festival 2013 yang digelar di Jalan Cikapundung, Bandung, akhir Juni lalu. Sejumlah gerai kuliner, termasuk Batagor Hanhan, menjual produknya di tengah-tengah pameran berbagai dokumen, arsip, dan foto masa silam Bandung.

Makanan juga menjadi pintu masuk bagi pengembang Pasirkaliki (Paskal) Hyper Square, Bandung, untuk menghidupkan kawasan bisnis yang dibangunnya di dekat Stasiun Kota Bandung itu. Sejak 2005, mereka membangun Paskal Food Market (PFM) yang menyatukan sepuluhan ikon kuliner Bandung di dalam kawasannya. Kini, PFM dipadati seratusan ikon kuliner Bandung.

Ikon yang terkumpul memang ikon kuliner mapan dan dikenal. Sebut saja Ronde Alkateri, Sate Maulana ?Yusuf, Bola Ubi, ataupun Iga Bakar Si Jangkung. ”Dengan berwisata kuliner ke PFM, wisatawan di Bandung bisa menjajal sendiri berbagai makanan yang menjadi ciri khas Bandung,” ujar Manajer Pemasaran Paskal Hyper Square Devina M.

Devina menyebutkan, PFM efektif menghidupkan Paskal Hyper Square, sementara kawasan bisnis dan rumah toko di sana menunjang aliran konsumen. ”Suatu kawasan menjadi hidup jika dikunjungi orang. Apa, sih, yang selalu dicari orang? Kan, makanan. Kawasan kami menjadi kawasan ramai dengan pertumbuhan harga rumah toko yang pesat. Sebaliknya, bisnis kuliner juga tumbuh pesat jika ramai dikunjungi orang,” kata Devina.

Gaduh kuliner Bandung terkini tidak sekadar menempatkan makanan menjadi sepiring santapan. Melampaui urusan cita rasa, kuliner dipertunjukkan, dipergaduhkan lewat kicauan di berbagai media sosial, dirayakan oleh berbagai kelompok dan pelaku usaha. Hasrat mengeruk laba, berkampanye publik, ataupun beragam kepentingan berkelindan di lekuk-lekuk gempita kuliner Bandung.

Antropolog Universitas Padjadjaran, Budi Rajab, menyatakan, fenomena gempita kuliner Bandung dengan segala kecanggihannya terwujud karena ”Kota Kembang” selalu memiliki ruang bagi keliaran anak-anak mudanya.

”Bandung, kota para pendatang dari beragam latar belakang budaya, menjadi kota tanpa dominasi kebudayaan tertentu. Situasi itu pupuk terbaik bagi kreativitas, termasuk bagi bisnis kreatif kuliner,” kata Budi. (Aryo Wisanggeni dan Yulia Sapthiani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com