Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/08/2013, 08:29 WIB
SEMUANYA serba sederhana: bentuk, bahan, dan ramuannya. Namun, kesohoran TO alias tutug oncom sudah menembus batas kota kelahirannya, Tasikmalaya.

Pagi hari di Jalan Ikik Wiradikarta. Kerumunan orang dan deretan kendaraan bermotor sudah terlihat di ruas jalan yang oleh warga setempat disebut Kalektoran. Ruas jalan yang relatif pendek ini dipenuhi beragam warung makanan.

Nah, jika ada antrean yang sampai terlihat keluar dari batas pagar, tak salah lagi, itu pasti warung tutug oncom milik Bu Tini (57). Tengoklah kesibukannya. Dari balik kaca gerobak yang sederhana, tangan Tini terus bergerak tanpa henti. Menciduk nasi panas ke dalam piring, menaburkan remah oncom berwarna kecoklatan, mengaduk-aduknya, kemudian menambahkan sambal di pinggir piring. Begitu seterusnya, selama berjam-jam.

”Saya baru berhenti kalau persediaan nasi dan oncom habis. Biasanya jam sebelasan sudah habis,” kata Tini yang mulai membuka warungnya sekitar pukul 07.00, saatnya orang sarapan.

Sesekali ia berjongkok, mengambil sesuatu dari bawah meja yang ditutupi kain. Rupanya ia selalu menyimpan persediaan oncom di situ. Lalu sedikit demi sedikit memindahkannya ke stoples yang diletakkan di dalam gerobak. Tini punya alasan untuk tidak menyajikan oncom sekaligus. ”Takut oncomnya diborong orang. Nanti kasian yang makan di sini enggak kebagian,” katanya.

Apa kehebatan tutug oncom Bu Tini? Ketika nasi panas yang dilebur dengan remah oncom itu disuapkan ke mulut, rasa menyengat kencur bercampur dengan kehangatan nasi. Ditambah cocolan sambal goang khas Tasikmalaya, serangan ”panas” itu akan beradu di lidah. Goang merupakan racikan cabai merah, cabai rawit, tomat, dan bawang. Paduannya mengalirkan rasa segar pedas. Tak heran bila mulut mendesiskan bunyi hah-hah-hah....

Untuk menetralisir, ambil lauk pendamping, yaitu goreng ikan asin bolocot. Rasa asin menyergap cepat, meredam rasa panas. Apalagi bila disusul dengan irisan timun segar atau sejumput leunca. Yang muncul kemudian adalah rasa lapar yang makin menjadi. Tanpa sadar, serokan nasi tutug bertambah lagi, bertambah lagi, ke atas piring....

Biasanya, selain bolocot juga disediakan gorengan bakwan, tempe, tahu, telor ceplok, dan kerupuk sebagai lauk pendamping. Tapi, tak ada yang sesedap bolocot. Tak salah bila ikan asin ini dijuluki ”istri tutug oncom”. Keduanya tak bisa dipisahkan.

”Biar enak, semua harus disajikan segar. Ya nasi, oncom, gorengan. Harus dadakan. Porsinya juga harus pas, jangan kebanyakan,” kata Tini yang sudah berjualan TO selama lebih dari 20 tahun.

Warung TO memang bukan hanya milik Tini. Di Tasikmalaya, warung serupa bertebaran di pelosok kota. ”Tapi bukannya mau sombong, mereka yang pernah makan di sini, biarpun sudah nyoba ke tempat lain, pasti balik lagi kesini,” kata Mang Tarya (67), suami Tini.

Melelahkan

Sepertinya semua serba mudah. Namun, kelezatan TO Bu Tini merupakan buah proses yang teliti dan melelahkan, mulai dari pemilihan bahan yang harus segar, penggilingan, sampai pencampuran bumbu.

KOMPAS/PRIYOMBODO Nasi tutug oncom dengan aneka lalapan, sambal, dan lauk.
Untuk mengolah oncom dalam satu penggorengan besar, misalnya, diperlukan sekitar 10 papan oncom segar yang warnanya kekuningan. Semua oncom itu ditutug (dihancurkan), sambil diberi garam secukupnya. Oncom yang sudah hancur kemudian dikukus. Setelah lumayan matang, baru disangrai (digoreng tanpa minyak). Di tahap inilah oncom diberi bumbu cikur (kencur) yang sudah diblender bersama dengan sejumput cengek (cabe rawit). Untuk 2,5 kg cikur biasanya dicampur dengan 10 cabai rawit.

Dalam sehari, Tini menghabiskan sekitar 30-50 kg tutug oncom yang sudah jadi, dan sekitar 1 kuintal beras yang khusus dipesan dari Singaparna.

”Tapi kalau pas Lebaran harus menyediakan tiga kali lipatnya. Yang datang ratusan, sampai harus diberi nomor sama Ibu,” kata Tini yang menjual sepiring nasi tutug oncom seharga Rp 5.000.

Usaha keluarga ini dimulai tahun 1970-an ketika nenek Tini sering membuat tutug oncom sebagai makanan rumah. Ternyata, banyak yang menyukainya dan kemudian memesan dari sang nenek. Sejak itulah keluarga Tini menjadi salah satu perintis TO di Tasikmalaya.

”Dulu mah cuma saya yang berjualan TO, sekarang sudah makin banyak,” kata Tini yang warungnya sudah berpindah lokasi empat kali itu.

Aslinya, tutug oncom merupakan makanan untuk sarapan pagi. Namun, kini, tutug oncom bisa ditemukan di kota-kota mana pun di Jawa Barat dan bisa dipesan untuk segala kesempatan dengan berbagai modifikasi. Bahkan, di Tasikmalaya sekalipun, kita bisa mendapatkan warung tutug oncom di malam hari.

Jadi, jika Anda rindu rasa tutug oncom orisinal, mampirlah ke warung Bu Tini. (MYR/PEP)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com