Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gubernur: Saya Tidak Menjual Bali

Kompas.com - 06/08/2013, 08:25 WIB
DENPASAR, KOMPAS — Gubernur Bali Made Mangku Pastika meminta masyarakat melihat prospek reklamasi untuk lima tahun mendatang. Reklamasi pulau bisa menjadi alternatif membuka lahan baru untuk lapangan pekerjaan baru.

”Reklamasi juga menjadi alternatif untuk menghentikan alih fungsi lahan pertanian. Yakinlah, saya tidak menjual Bali. Justru Bali itu dibuatkan pulau oleh investor. Bali yang mempunyai pulau baru itu,” kata Pastika di Denpasar, Bali.

Pastika menyampaikan hal itu terkait polemik rencana reklamasi kawasan Teluk Benoa, Bali, termasuk kawasan Pulau Pudut. Warga Pudut mendukung rencana reklamasi itu karena pulau itu nyaris habis tergerus abrasi dan pengerukan.

Dari reklamasi, Pastika memperhitungkan terbentuknya pulau baru seluas 838 hektar. Pulau baru itu akan dibagi sekitar 400 hektar untuk kawasan hutan serta sisanya untuk fasilitas publik dan wisata modern. Kawasan baru itu akan memberikan lapangan kerja baru bagi sekitar 200.000 tenaga kerja di Bali serta pemasukan untuk daerah dan masyarakat hingga Rp 50 miliar per hari.

Terkait polemik itu, Gubernur Bali pun minggu lalu menggelar dialog dengan masyarakat mengenai rencana reklamasi Teluk Benoa, termasuk Pulau Pudut. Dialog selama hampir sembilan jam itu untuk menjaring masukan dari masyarakat. Namun, hingga Senin (5/8/2013) polemik itu terus berlangsung.

Sejumlah kalangan memberikan masukan dan berharap Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Udayana, Bali, yang melakukan kajian terhadap rencana reklamasi itu bisa independen. Kajian LPPM Unud belum selesai 100 persen.

Hentikan polemik

Secara terpisah, Senin, anggota DPRD Bali, Made Arjaya, mengajak masyarakat menghentikan polemik rencana reklamasi Teluk Benoa. Ia meminta masyarakat menunggu hingga kajian selesai.

”Jikalau kesimpulan akhirnya reklamasi itu tidak layak, mari kita hentikan bersama. Jika layak, mari kita pikirkan pula bagaimana jalan terbaiknya,” kata Arjaya.

Untuk reklamasi Teluk Benoa, Gubernur Bali sudah mengeluarkan izin prinsip untuk PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Dalam perbincangan dengan Kompas, beberapa saat lalu, Direktur PT TWBI Hendi Lukman memastikan, reklamasi Teluk Benoa tidak untuk merusak lingkungan kawasan itu. Hal ini sesuai kesepakatan dengan pemerintah dan warga sekitar Teluk Benoa, khususnya warga Pulau Pudut.

KOMPAS/AYU SULISTYOWATI Seorang warga tengah memandang Pulau Pudut, Tanjung Benoa, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (16/7/2013). Pulau tersebut terancam hilang akibat pengerukan dan abrasi jika tidak direklamasi kembali. Selain dimanfaatkan sebagai obyek wisata oleh masyarakat adat, pulau tersebut juga digunakan sebagai kawasan konservasi penyu.
Reklamasi belum segera dilakukan, lanjut Hendi, sebab masih menanti hasil akhir kajian LPPM Unud. Reklamasi itu juga akan memperhatikan kearifan lokal dan aturan adat di Bali.

Sebaliknya, Direktur Eksekutif Conservation International Indonesia, Ketut Sarjana mengatakan, reklamasi bisa menimbulkan naiknya ombak menjadi lebih dari empat meter berdasarkan penelitiannya terhadap Teluk Benoa. Hal itu berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan karena menimbulkan banjir atau rob.

”Reklamasi Teluk Benoa cenderung menutup aliran air dan ombak yang masuk akan sulit keluar lagi sehingga diam menjadikan air masuk ke lahan di sekitarnya. Bahkan, efeknya tidak hanya di sekitar Banoa, tetapi juga ke sekitar bandara hingga sebagian Kota Denpasar,” ujarnya. (AYS/COK/TRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com