KOMPAS.com - Hawa dingin seketika menyergap saat turun dari mobil di pelataran parkir salah satu wilayah desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Terlihat para pedagang yang berjualan di sekitar halaman parkir pun berpakaian tebal, melipat tangan atau memasukkannya ke dalam saku seraya menghangatkan badan.
Namun bukan di pelataran parkir ini tempat perhentian saya dan beberapa rekan jurnalis saat berkunjung ke sini akhir Juli 2013. Melainkan terus memasuki wilayah yang sepertinya masih kawasan hutan yang sengaja ditata untuk tujuan wisata.
Bagian tengah jalan telah diaspal rapi sebagai jalan untuk masuk. Di samping kanan dan kiri rerimbunan pohon-pohon besar menelungkup menghalangi sinar matahari menembus hingga ke tanah menambah suasana kian sejuk dan dingin.
Tak lama berjalan masuk, kami disambut kawanan monyet yang melintas. Karena masih kawasan hutan, tak heran jika hewan seperti monyet dibiarkan hidup bebas.
Coban yang dalam bahasa setempat berarti air terjun, sedangkan Rondo adalah janda. Mendapatkan penamaan demikian karena tak lepas dari kisah yang dibawa oleh tempat ini pada masa silam.
Pada papan pengumuman yang ada tak jauh dari air terjun tertulis legenda Coban Rondo, begini bunyinya. "Asal-usul coban Rondo berasal dari sepasang pengantin yang baru saja menikah. Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi menikah dengan Baron Kusuma dari Gunung Anjasmoro. Pada saat pernikahan berusia 36 hari atau selapan, Dewi mengajak suaminya berkunjung ke Gunung Anjasmoro."
Selanjutnya, "Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan Joko Lelono yang terpikat oleh kecantikan Dewi. Akhirnya perkelahian antara Joko Kelono dan Baron Kusuma tak dapat dihindari. Kepada punakawan yang menyertai Baron, ia berpesan untuk menyembunyikan Dewi di suatu tempat yang ada cobannya (air terjun). Sedangkan perkelahian antara keduanya akhirnya sama-sama gugur. Dengan demikian Dewi menjadi janda dan sejak saat itu tempat tinggal Dewi menanti suaminya dikenal dengan coban rondo."
Mungkin tak banyak yang tahu tentang legenda Dewi Anjarwati terutama bagi yang pertama kali datang ke tempat ini. Konon batu besar yang ada di bawah air terjun menjadi tempat duduk Sang Dewi menanti kepulangan suami yang ternyata tak pernah pulang. Sedangkan hawa dingin yang makin menembus tulang seperti mewakili kepedihan hati Dewi kala itu.
Tak jauh di depannya ada anak-anak tangga yang terbuat dari batu-batuan besar. Di sana tempat favorit para pengunjung yang ingin mengabadikan momen di depan coban. Sembari mengenang kisah tentang legenda suami istri tersebut.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.