Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kriuk"... Sanjai di Bukittinggi

Kompas.com - 23/08/2013, 08:21 WIB
AROMA gurih keripik ubi kayu berkuasa di ruas-ruas jalan Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi. Di kecamatan itulah berton-ton keripik sanjai masuk ke penggorengan setiap harinya. Terbayang kerenyahan dan kegurihan keripik yang menerbitkan selera.

Di dapur toko keripik sanjai Amak Haji, Armadianis (29) menuang irisan tipis ubi kayu yang berwarna sepekat susu putih ke dalam kuali raksasa menggunakan serok sepanjang lebih dari 1 meter. Gelembung panas meriap di permukaan kuali ditingkahi bunyi gemerisik. Harum gorengan mengambang di dapur yang dipadati tungku berkayu bakar dan empat kuali berisi minyak panas.

Begitu singkong tipis berubah kekuningan, Armadianis yang 13 tahun bekerja di dapur itu segera mengangkatnya dengan saringan besi. Saringan besi itu sanggup menampung 5 kg keripik sekaligus. Di sudut lain, beberapa perempuan sibuk memasukkan keripik matang ke dalam plastik-plastik bening yang besarnya dua kali lipat karung beras. Di dapur itu tak ada perlengkapan memasak berukuran normal seperti di dapur rumah umumnya. Semua serba gigantik.

Tangan tak sabar mencomot keripik singkong yang baru selesai ditiriskan minyaknya. Nikmatnya mencicipi sanjai hangat itu. Beberapa kali gigit, keripik yang renyah hancur lebur di mulut dan menyebar kegurihan. Irisan ubi kayu garing, memancing ketagihan.

Keluar dari penggorengan, keripik singkong matangnya merata. Keripik pun tetap sempurna potongannya, tak hancur saat digoreng. ”Itu karena kami pakai ubi kayu daerah Gadut. Jadi, tampilannya bagus,” ujar Roni (25), pengelola toko sanjai itu, menyebut nama sebuah daerah penghasil singkong.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Proses memotong bahan baku singkong pilihan.
Dari dapur toko itulah diolah 700 kg-800 kg keripik singkong setiap harinya. ”Kalau sedang ramai seperti menjelang Lebaran, permintaan keripik lebih banyak lagi,” ujar Roni, yang dibantu 11 pekerja.

Ubi kayu yang telah dikupas dan dicuci lantas diiris halus dengan beragam bentuk, mulai dari panjang-panjang, kerupuk lidi, bundar, lonjong, hingga kubus. ”Kalau dulu, mengiris singkong pakai pisau dan talenannya, paha kita dialasi kain keras seperti bahan jins supaya tidak terluka. Sekarang sudah pakai mesin pengiris. Bisa diatur ketebalan dan bentuknya,” ujar Armadianis, yang sempat merasakan zaman belum adanya bantuan mesin itu pada akhir tahun 1990-an.

Keripik singkong putih polos itulah yang disebut keripik sanjai. Sebagian keripik ada yang diberi sambal yang terdiri dari campuran cabai, stroberi, gula aren, bawang putih, dan gula putih. Mereka menyebutnya kerupuk cabai. Ada juga yang dilumuri gula saja sebagai keripik manis.

Sanjai Amak Haji nantinya dikirim ke Pasar Bukittinggi. Ada pula pembeli yang mampir langsung ke toko di tepi jalan besar itu. Sebagian pelanggan ialah pengusaha keripik oleh-oleh di kota lain. Mereka membeli dalam bentuk keripik singkong polos untuk kemudian dibumbui sendiri sesuai selera toko oleh-oleh itu. ”Pelanggan saya tidak cuma orang lokal atau dari kota lain, seperti Medan dan Jakarta, tetapi juga banyak orang Malaysia,” ujarnya.

Sementara sanjai berbentuk kubus diborong oleh ibu-ibu rumah tangga atau pengusaha rumah makan sebagai campuran rendang daging. Kerenyahan sanjai membuat santapan rendang yang lembut menjadi ramai di lidah.

Langsung dari kebun

Masih di Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, dapur toko sanjai lain, yakni Toko Uni Yat, tak kalah sibuk. Dapur yang menghadap ke jalan itu mengepulkan aroma keripik hingga ke jalan. Dapur sanjai Uni Yat dalam sehari memasak 500 kg keripik singkong.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Kemasan Ukuran Besar.
”Menjelang Lebaran, kami bisa jual sanjai hampir 1 ton. Kinco randang (keripik singkong bentuk kubus) bisa terjual 800 kilogram per hari,” ujar Nurman (57), pemilik toko sanjai Uni Yat. Perputaran uang di toko itu mencapai Rp 8 juta-Rp 10 juta dalam seminggu.

Di kios Nurman, belasan karung plastik bening berisi ragam keripik berbahan dasar singkong tertata rapi. Di kios itu, kreasi bumbu bervariasi. Selain dibuat keripik sambal balado, keripik singkong dibuat menarik dengan warna kuning keemasan menggunakan bumbu mengandung kunyit.

Keripik kuning itu, kata Nurman, paling cocok sebagai teman makan bakso atau mi. Untuk penggemar rasa pedas, sanjai dilumuri bumbu cabai, kadang masih berbekas cabai merah kasar sebagai pemancing selera.

Menurut Nurman, dalam membuat keripik sanjai yang terpenting ialah pilihan singkong alias ubi kayu sebagai bahan dasar. Para pedagang keripik sanjai di kecamatan itu pada umumnya menggunakan ubi gadut yang empuk, tetapi tidak hancur saat digoreng. Nurman menyebutnya sebagai singkong katan. Untuk menjaga kualitas sanjainya, Nurman membeli singkong langsung dari kebun.

Dia punya trik sendiri untuk mendapatkan singkong terbaik. ”Cabut satu singkong di tengah kebun. Pohon yang di tengah itu, pasti ’makanannya’ berebutan dengan singkong sekitarnya. Kalau singkong di bagian tengah saja sudah bagus, pasti singkong di tepian juga bagus karena mendapat lebih banyak makanan,” ujarnya.

Setelah yakin dengan kualitas singkong, dia akan membeli seluruh singkong di kebun itu. Tak ada bagian singkong yang terbuang. Kulit kupasan singkong akan dijual sebagai makanan ternak.

Nurman juga menggoreng sendiri keripiknya agar matangnya pas. Sementara dua pegawainya hanya ditugasi mengupas singkong.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO Keripik Sanjai.
Kedua kios tersebut hanya sebagian kecil dari jajaran penjual sanjai di kawasan itu. Menurut Nurman, yang anggota dari sebuah asosiasi sanjai di daerah itu, setidaknya ada 30 pedagang sanjai di sana. Begitu memasuki ruas jalan utama kecamatan itu, langsung tertangkap mata toko-toko dengan plang merek sanjai yang mencantumkan berbagai nama uni, uda, dan amak.

Tidak ada yang tahu waktu pasti mulai menjamurnya produksi sanjai yang kemudian membentuk karakter khas kawasan itu. ”Tahun 1970-an atau 1980-an sudah ada yang berjualan sanjai di sini. Kebanyakan di Kelurahan Campago Guguk ini dan di daerah sebelah, Kelurahan Manggis Ganting,” kata Nurman.

Saking banyaknya produsen sanjai, kawasan itu pun lalu dikenal sebagai daerah atau sentra sanjai di Tanah Minang. Dan, tak afdal rasanya berkunjung ke Bukittinggi tanpa membawa sekantong keripik sanjai yang nikmat dan kriuk... kriuk....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com