Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Candi Cangkuang dengan Komunitas Jalan-jalan

Kompas.com - 24/08/2013, 11:34 WIB

Candi Cangkuang ditemukan tahun 1966 oleh Tim  Sejarah Leles  berdasarkan  tulisan Vorderman  dalam buku notulen  Bataviaasch Genootshap (1893).

Dalam notulen itu Vorderman menulis tentang adanya makam tua dan patung Dewa Syiwa di sana. Saat pertama ditemukan kembali, kondisi  Candi Cangkuang dalam bentuk reruntuhan, batu candi yang tersisa  dan berserakan hanya tinggal sekitar 40 persen saja. Pasalnya banyak batu-batu candi diambil oleh  warga sekitar untuk digunakan sebagai batu nisan. Jadi yang kita lihat saat ini adalah hasil rekonstruksi  para ahli dan dibangun kembali menggunakan batu-batu yang sebagian  besar bukan aslinya lagi.

Hanya berjarak kurang dari empat meter di sebelah kanan candi  terdapat makam tua yang dipercaya sebagai kuburan Mbah Eyang Dalem Arief Muhammad yaitu tokoh penyebar agama Islam di daerah Leles dan sekitarnya.

Menurut keterangan petugas di sana, tokoh Arief Muhammad berasal dari Kerajaan Mataram Islam sekitar Abad 17 yang menurut ceritanya merupakan utusan kerajaan untuk menyerang Belanda ke Batavia. Namun, karena gagal dalam tugas dan  malu bila harus pulang ke Mataram maka dia memilih untuk menetap di sekitar Situ Cangkuang.

Keturunan asli garis perempuan Arief Muhammad sampai saat ini  masih menetap tidak jauh dari makam tua dan candi tersebut yaitu di Desa Adat Kampung Pulo. Mereka  sangat  taat dalam menjaga tradisi yang diwariskan.

ERISTO SUBYANDONO Rumah Adat Kampung Pulo yang berada di sekitar Candi Cangkuang, Garut, Jawa Barat.
Salah satu yang menjadi daya tarik di kampung itu adalah warga  tetap menjaga bentuk dan jumlah rumah adat yang ada yaitu hanya berjumlah enam  buah. Di antara rumah-rumah itu terdapat  sebuah  langgar yang sama tuanya.

Bagi anak laki-laki yang sudah menikah harus keluar dari dari kampung kecil itu meski umumnya mereka masih tinggal di sekitar  Situ Cangkuang. Di sana juga ada larangan memelihara ternak berkaki empat, seperti kerbau, sapi, kambingbdan yang unik adalah larangan  memukul gong besar.

Pengaruh Hindu juga masih terasa dalam masyarakat Kampung Pulo,  seperti tidak bekerja di ladang pada hari Rabu dan menggunakan dupa dan sesaji saat berdoa di makam.

Persis di depan Makam Eyang Dalem Arief Muhammad terdapat museum sederhana yang menyimpan koleksi berupa naskah-naskah kuno  berbahasa Arab tentang  ajaran Agama Islam yang ditulis tangan di atas kulit kayu dan kulit kambing, foto-foto saat pemugaran candi serta lukisan besar ilustrasi Mbah Eyang Dalem Arief Muhammad.

Untuk menyeberang ke Pulo Panjang yang hanya beberapa ratus meter saja dari tepi danau kita harus menggunakan rakit wisata yang  disediakan pihak pengelola.

Tetapi sangat disayangkan sebagai salah satu obyek wisata andalan di Kabupaten Garut, di depan pintu masuk Cagar Budaya itu kurang  ditata dengan baik, tempat parkir kotor dan becek serta  kios-kios pedagang  yang  letaknya  tidak beraturan.

ERISTO SUBYANDONO Anak-anak dari komunitas Backpacker Murah di Gapura masuk Kawasan Wisata Kawah Kamojang, Jawa Barat.
Walaupun tiket masuknya murah tidak terlihat banyak pengunjung. Dari pengunjung yang datang kebanyakan adalah para pelajar dan orang-orang yang penasaran tentang sejarah.

Burayot

Ibarat makanan kurang garam begitupun bila jalan-jalan tanpa mencoba makanan khas setempat. Di Garut khususnya di sekitar Situ Cangkuang terdapat kue tradisional yang tidak ditemukan di daerah lain, namanya Burayot. Bentuknya seperti buah salak kecil, terbuat dari tepung beras dan gula merah, rasanya seperti kue cucur tetapi lebih legit dan nikmat.

Hari belum terlalu siang saat kami selesai berkeliling dan menikmati pemandangan alam di kawasan cagar budaya tersebut. Kami pun memutuskan menghabiskan sisa hari itu untuk mengunjungi Taman Wisata Cagar Alam Kamojang atau sering disebut Kawah Kamojang, sebuah kawasan wisata geologi di pinggir hutan di mana Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi pertama di Indonesia berada. (Eristo Subyandono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com