Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasi Kapau Pengisi Lambung di Los Lambuang

Kompas.com - 06/09/2013, 07:58 WIB
LEPAS dari labirin relung Pasar Atas, Bukittinggi, langkah akan tiba di jajaran kios penggoda selera. Di tempat itu, sesuai namanya, Los Lambuang, pengunjung yang datang dengan perut kosong dapat sepuasnya mengisi lambung dengan hidangan khas Kapau.

Pagi hari yang cerah di Los Lambuang. Wajah-wajah perempuan berkerudung menyembul di antara gunungan baskom-baskom makanan di kios-kios nasi kapau. Makanan yang sengaja diatur bertingkat di meja pajang itu menggugah selera. Ada tambusu, yakni usus diisi adonan telur, dendeng, rendang ayam, ayam goreng, gulai kol, dan gulai ikan. Wangi makanan menguar dan menggoda orang-orang yang lewat. Inilah bagian paling menyenangkan dari berbelanja di Pasar Atas, Bukittinggi: bersantap! Tinggal pilih kios Uni I, Linda, Hj Tek Sam, Ni Lis, atau kios kapau lainnya.

Di kiosnya yang bertulis Nasi Kapau Uni Lis Cabang Pasar Atas, Masnizar (60) melayani pelanggannya. Centong kayu bertangkai panjang di tangan Masnizar hilir mudik menciduki makanan yang terletak jauh, di tribun bawah. Hari itu, dia dibantu putrinya, Rina (38), seorang pegawai negeri sipil yang kebetulan sedang libur.

”Makan pakai apa?” sapa Masnizar.

Setelah menyebut rendang bebek, segera tangan Masnizar mengambil nasi dari termos lalu lauk-pauk. Konon, jika ingin membeli nasi kapau untuk dibungkus lihat dahulu ukuran tangan pedagangnya. Semakin besar telapak tangan, kian banyak takaran nasi di dalam daun pembungkus. Alangkah puasnya melihat ukuran kepalan tangan Masnizar. Pastilah banyak pelanggannya.

Terakhir, Masnizar memasukkan sepotong dendeng kecil yang sebetulnya tidak dipesan. Nah, itulah sebeng-nya. Seorang teman mengatakan, ketika bersantap di kios nasi kapau, pedagang nasi suka memberikan bonus berupa potongan kecil lauk. Pemberian murah hati itu merupakan awal baik memulai hari menyenangkan. Dan, tentu saja ada sayuran seperti nangka, kol, dan kacang panjang yang disiram kuah gulai kuning. ”Itu khasnya nasi kapau,” ujar Masnizar.

Berbeda dengan tempat makan sajian khas Minang lainnya yang lauknya dihidangkan di meja pelanggan, nasi kapau serupa nasi rames. Nasi dicampur berbagai lauk langsung di piring. Wangi bumbu yang terbang dari nasi panas bersiram kuah gulai kuning cerah kemerahan menyalakan energi bersantap.

Masnizar masih sibuk menciduki penganan. ”Makan apa?” suaranya kembali menyapa seorang pelanggan.

”Rendang ayam,” ujar perempuan yang baru masuk Los Lambuang. Pelanggan itu, Arwinta (51), seorang guru SMA di Solok yang sedang berkunjung ke Bukittinggi untuk mengikuti seminar di sebuah hotel. Ketimbang menikmati hidangan hotel, Arwinta malah ”lari” ke Los Lambuang.

Arwinta menerima makanannya dengan muka berseri. ”Saya selalu makan di sini kalau ke Bukittinggi. Suka sekali nasi kapau. Kaya bumbu, terasa nikmatnya. Tapi kok harganya sudah naik, yah,” ujar Arwinta lalu sibuk menyantap lahap nasinya dengan tangan. Nasi kapau di kios pasar tak murahan. Sepotong rendang ayam dihargai sekitar Rp 15.000. Sekejap nasi telah habis. ”Tambuah, Ni,” ujar Arwinta menyorongkan piring kosong dengan tangan berlumur gulai, meminta nasi kedua.

Asal Nagari Kapau

Masnizar sudah 25 tahun berjualan nasi kapau. ”Tidak pernah libur kecuali Lebaran,” ujarnya. Dia dan suaminya mulai memasak pukul tiga dini hari dan belasan hidangan akan tanak pukul 06.00 untuk dibawa ke pasar.

Masnizar adalah bagian dari tradisi berdagang nasi orang-orang Nagari Kapau, Kecamatan Kilatan Kamang, Kabupaten Agam. Nagari Kapau, tempat asal nasi kapau, ditempuh sekitar 40 menit berkendara dari Bukittinggi. Kendaraan yang memasuki Nagari Kapau disambut pemandangan laiknya desa-desa di Minangkabau. Sawah-sawah menghijau diselingi rumah-rumah gadang dengan gonjong-gonjong serupa tanduk kerbau.

Di nagari itu, Welti (59) sibuk memasak tepat sehari sebelum memasuki Ramadhan. Ada belasan hidangan yang dipersiapkan di atas empat tungku batu, kompor minyak, dan kompor gas. Salah satunya gulai tunjang alias kikil yang menurut Welti merupakan khas Kapau. Untuk menghasilkan gulai tunjang (tulang rawan kaki sapi) yang lezat, tunjang direbus selama empat jam sehingga lunak, kemudian baru digulai.

Ada pula hidangan khas Kapau lain seperti rendang bebek, rendang ayam, gulai nangka, dan tak ketinggalan tambusu. Tambusu berupa usus sapi diisi adonan telur dan tahu lalu digulai. Saat matang, gulai tambusu bentuknya menyerupai gulungan sosis. Gulai kapau warnanya kuning kemerahan cerah oleh kunyit dan cabai. Penggunaan rempah seperti lada, cengkeh, dan pala menambah harum masakan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com