Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Namba-Dotombori yang Apik, Resik, dan bak Komik

Kompas.com - 08/09/2013, 09:00 WIB

Riffung yang pencinta komik Jepang merasa bayangan komik yang ada di kepalanya menjelma menjadi nyata.

Pemandangan ini memang tak bisa ditemui jika berkunjung ke kawasan niaga lain yang juga tak kalah menarik dan unik, seperti Cheonggyecheon Stream di Seoul, Korea Selatan, yang juga dialiri sungai jernih, atau Times Square New York, Amerika Serikat, tempat bertemunya jalan Broadway dan Seventh Avenue.

Nyaman berbelanja

Penataan Namba dan Dotombori yang apik, resik, dan unik ini tentunya membuat rasa nyaman untuk berbelanja atau sekadar melihat-lihat. Dalam tempo singkat, pengunjung bisa melakukan scanning dari ujung ke ujung untuk memilih sasaran barang yang dibeli setelah itu baru menentukan pilihan.

Mulai dari produk bermerek sampai yang berharga murah untuk sekadar oleh-oleh bisa didapatkan di sini. Yang menyasar barang harga murah biasanya menyerbu Namba Daiso. Di toko ini semua barang yang dijual harganya 3 yen (Rp 33.000).

Jakarta bisa lebih baik

Kalau membandingkan kawasan niaga di Osaka dengan Jakarta, rasanya berbeda 180 derajat. Banyak kawasan niaga di Jakarta atau kota-kota metropolitan lain di Indonesia terasa sumpek karena dipenuhi kendaraan yang parkir semrawut atau lapak PKL.

Namun, menurut Sukirman, warga negara Indonesia yang ayah dan ibunya orang Jepang, kawasan niaga di Jakarta sesungguhnya bisa lebih baik daripada yang ada di Osaka, Jepang.

”Kawasan niaga di Jepang itu semuanya serba sama dan teratur. Dua minggu di sana bisa bosan,” ujar Sukirman, presiden direktur sebuah perusahaan asing yang bergerak di jasa konsultan bisnis.

Menurut dia, kawasan niaga di Indonesia justru sangat penuh warna. Namun, sayangnya, belum ditata dengan baik. Masyarakatnya juga sangat ramah dan mau peduli satu dengan lainnya sehingga membuat suasana menjadi hangat, tidak kering.

Apa yang dikatakan Sukirman bisa jadi memang benar. Jika kita melihat Pasar Baru di Jakarta Pusat memang menunjukkan keanekaragaman itu. Pasar yang dibuka Gubernur Jenderal Daendels sejak 1821 itu awalnya memang banyak disewakan ke kelompok pedagang China, India, dan Arab.

Kawasan niaga di Glodok, Jakarta Barat, jika ditata lebih baik tentunya tidak kalah dengan Namba dan Dotombori. Kawasan niaga ini juga dibelah dengan Kali Besar yang merupakan aliran anak Sungai Ciliwung. Konon, nama Glodok berasal dari kata grojok karena di masa lalu terdapat waduk penampungan air yang dikucurkan dengan pancuran yang terbuat dari kayu. Warga China totok di sana yang kesulitan menyebut grojok akhirnya menyebutnya menjadi glodok.

Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama memang tengah menyadari potensi itu dan mulai menatanya. Semoga saja Jakarta bisa segera berbenah dan suatu Jakarta tak kalah apik, resik, dan unik dengan Osaka. (Sutta Dharmasaputra)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com