Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Didik-Nani, Mengangkat Sabang Lewat Kisah Kota

Kompas.com - 21/09/2013, 09:09 WIB
SEJARAH Kota Sabang, Aceh, barangkali akan tercecer di belakang jika tidak ada orang yang peduli. Namun, geliat kecintaan akan sejarah di kota ini mulai bangkit beberapa tahun terakhir. Salah satunya dari tangan serta tutur Nani dan Didik.

Bersama Sabang Heritage Society (SHS), pasangan suami istri ini menelusuri bangunan- bangunan peninggalan Belanda dan Jepang yang sempat bermukim di Pulau Weh, tempat Kota Sabang berada.

Banyak bangunan yang ditemukan dalam keadaan rusak, tidak terawat. Bungker yang pernah dijadikan markas tentara Jepang, misalnya, ditemukan tertutup tanah. Tulang hewan juga banyak terkubur di dalam bungker yang berisi empat kamar bawah tanah itu. Selama beberapa pekan, Didik dan rekan-rekannya mengeluarkan tanah dari bungker. Kini, bungker yang memiliki tiga akses itu bisa dilewati meski masih gelap dan pengap.

Kerusakan juga terlihat di bekas benteng buatan Jepang di Anoi Itam. Benteng yang terletak di bukit karang tepi laut ini sejatinya menyimpan keindahan pemandangan alam yang luar biasa. Sayangnya, batu-batu di benteng tidak luput dari corat-coret tangan iseng. Pintu atau engsel besi pun dicuri orang.

”Kalau saya lihat ada yang berbuat iseng, pasti saya tegur. Kami tidak ingin peninggalan yang ada di Sabang rusak. Masalahnya, kami tidak bisa setiap hari menunggui situs-situs di Sabang ini,” ucap Didik.

Pasangan suami-istri ini juga terlibat mengumpulkan kisah tentang bangunan bersejarah yang masih ada di Sabang. Bahan ini digunakan sebagai catatan sejarah yang dituliskan Pemerintah Kota Sabang di depan setiap bangunan bersejarah. Kini, bangunan bersejarah di Sabang sudah memiliki nama dan kisah sehingga setiap orang, termasuk wisatawan, yang berkunjung ke Sabang bisa mengenal cerita di balik setiap situs atau bangunan.

Nani juga berusaha membaca catatan sejarah Sabang yang ditulis dalam bahasa Belanda. Ini bukan pekerjaan mudah karena sebelumnya dia tidak bisa berbahasa Belanda.

”Saya penasaran dengan isi kisah yang ditulis dalam bahasa Belanda itu sehingga saya belajar biar bisa membaca cerita dan mengerti sejarah situs di Sabang ini,” ujar Nani.

Berbaur

Pasangan Didik-Nani bukanlah warga asli Sabang. Nani yang bernama lengkap Trisnani Murnilawati ini lahir di Aceh Besar.

Sementara Didik Mustaryadi lahir di Malang, Jawa Timur. Ia putra keturunan Solo-Malang. Dia sampai ke Sabang ketika ayahnya yang anggota TNI Angkatan Laut berdinas di kota itu.

Menikah tahun 1992, pasangan ini kembali ke Sabang untuk menemani orangtua Didik yang merasa cocok hidup di Sabang. Pulau mungil yang berjarak sekitar 22 kilometer dari Aceh daratan ini dianggap lebih menarik ketimbang tanah kelahiran Didik di Jawa atau pulau besar lain.

”Kalau dibayar berapa pun untuk tinggal di Jawa atau tempat lain, saya tidak mau,” kata Didik berseloroh.

Banyaknya peninggalan bersejarah yang belum jelas betul kisahnya membuat Didik dan Nani tergerak untuk menggali sejarah kota yang lama terpendam. Bagi mereka, pengenalan akan situs bersejarah di Sabang akan membuat warga setempat mencintai benda-benda yang ada di kota mereka. Kecintaan ini akan mencegah hilang dan rusaknya situs atau bangunan bersejarah di Sabang.

Pergulatan dengan sejarah Sabang mendorong Nani mengemas beberapa kisah agar menarik bagi remaja. Salah satunya adalah kisah cinta opsir Belanda dengan nona dari Flores yang masih tertinggal pada sebuah rumah tua di Kota Sabang. Opsir Belanda dan nona Flores menempati rumah itu setelah si opsir Belanda diusir dari permukiman tentara Belanda.

”Saya menyebut rumah tempat tinggal mereka rumah cinta. Biar mudah saja diingat oleh anak-anak remaja,” tutur Nani.

Sejarah Sabang sebagai kota pelabuhan yang pernah ditempati sejumlah bangsa dan banyak suku membuat Pulau Weh menjadi miniatur Indonesia dengan warga dari berbagai etnis dan latar belakang.

DOK INDONESIA.TRAVEL Kota Sabang di Pulau Weh, Aceh.
Pembauran, menurut Nani, juga terlihat dalam hidangan kenduri pengantin di Sabang. Selain kuah belanga dan gulai merah masakan khas Aceh, ada pula rendang dan gado-gado yang disertakan dalam acara itu. Hal ini, menurut Nani, menyimbolkan keragaman.

”Karena itu, kami biasa hidup damai, tenteram, dan bermasyarakat satu sama lain meski ada beragam etnis dan latar belakang orang yang tinggal di Sabang,” ucap ibu satu anak itu.

Pasangan ini juga prihatin melihat banyaknya anak muda yang putus sekolah karena alasan ekonomi. ”Padahal, mereka tidak bodoh,” kata Nani yang tidak merampungkan pendidikan kesarjanaannya.

Melihat potensi pariwisata yang besar, pada 2009 keduanya mulai melatih para remaja putus sekolah. Para remaja ini dilatih berbagai keterampilan, seperti membuat keripik atau kerajinan dari kerang.

Awalnya, hasil produksi dititipkan ke toko-toko suvenir di kawasan wisata Jalan Perdagangan. Namun, karena pemilik toko menaikkan harga jual produk yang dititipkan, akhirnya penjualan berkurang.

Pengujung 2012, pasangan ini sepakat mengeluarkan Rp 12 juta untuk menyewa toko di Jalan Perdagangan, Sabang, selama setahun. ”Ini langkah nekat. Kami tak punya uang banyak, tapi memaksa membuka toko agar hasil kerajinan anak-anak bisa dijual. Beruntung barang yang dijual banyak dicari wisatawan,” ujar Nani yang kini didukung 10 pemasok barang.

Jejak penggalian sejarah dan pembukaan lapangan usaha yang dirintis pasangan ini membuat mereka menjadi bagian dari catatan sejarah di Sabang kelak. (Agnes Rita Sulistyawaty dan Lusiana Indriasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Wahana dan Kolam Renang di Kampoeng Kaliboto Waterboom Karanganyar

Jalan Jalan
Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Gunung Ruang Meletus, AirAsia Batalkan Penerbangan ke Kota Kinabalu

Travel Update
Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Kampoeng Kaliboto Waterboom: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Aktivitas Wisata di The Nice Garden Serpong

Jalan Jalan
Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Delegasi Dialog Tingkat Tinggi dari China Akan Berwisata ke Pulau Padar Labuan Bajo

Travel Update
The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

The Nice Garden Serpong: Tiket Masuk, Jam Buka, dan Lokasi

Jalan Jalan
Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Cara ke Sukabumi dari Bandung Naik Kendaraan Umum dan Travel

Travel Tips
Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Pengembangan Bakauheni Harbour City di Lampung, Tempat Wisata Dekat Pelabuhan

Travel Update
Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Asita Run 2024 Digelar di Bali Pekan Ini, Terbuka untuk Turis Asing

Travel Update
13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

13 Telur Komodo Menetas di Pulau Rinca TN Komodo pada Awal 2024

Travel Update
Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja 'Overtime' Sopir Bus Pariwisata

Tanggapan Kemenparekraf soal Jam Kerja "Overtime" Sopir Bus Pariwisata

Travel Update
Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

Tip Jalan-jalan Jenius ke Luar Negeri, Tukar Mata Uang Asing 24/7 Langsung dari Aplikasi

BrandzView
Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Vietnam dan China Siap Bangun Jalur Kereta Cepat Sebelum 2030

Travel Update
Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Libur Lebaran, Tren Kunjungan Wisatawan di Labuan Bajo Meningkat

Travel Update
ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

ASDP Catat Perbedaan Tren Mudik dan Arus Balik Lebaran 2024 Merak-Bakauheni

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com