Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Sekantong Kerupuk "Blonyo"

Kompas.com - 29/09/2013, 14:47 WIB

Pengepul yang diceritakan Supriyadi itulah yang melayarkan blonyo dan jarot melintasi Selat Madura. Setelah pengemasan di Surabaya, blonyo dan jarot pun tersaji di toko buah tangan seperti Bhek.

Untung petis

Tak hanya para lelaki penjelajah laut yang menjadi tulang punggung bagi ketersediaan berbagai hasil laut. Lorjuk, salah satu camilan olahan laut yang berharga mahal, adalah jenis ”buruan” yang dicari para istri nelayan demi mengisi hari mereka menunggu suami melaut pulang. Kendati di Surabaya lorjuk (Solen grandis, binatang karang laut bercangkang yang gurih, berukuran panjang 3 sentimeter, berdiameter 0,4 sentimeter) dijual dengan harga Rp 250.000 per kilogram, nasib para pencari lorjuk, seperti Jatimah (65), tak secemerlang harga lorjuk.

Jika cuaca baik, Jatimah dan sejumlah perempuan baya di Desa Tanjung, Kecamatan Pademawu, Kabupaten Pamekasan, bakal berjalan kaki menuju pantai sejauh 3 kilometer, mengadu peruntungan mencari lorjuk di pasir dasar laut yang surut. Karena berkejaran dengan waktu pasang, setiap pencari lorjuk paling banyak mengumpulkan sekitar dua-tiga mangkuk berukuran sekitar 0,5 liter.

Sepertinya banyak, tetapi pengolahan lorjuk menggerus setiap bobot lorjuk tangkapan, dan untuk menghasilkan sekitar 1 kilogram lorjuk kering dibutuhkan tak kurang dari 40 mangkuk (sekitar 20 liter lorjuk basah) tangkapan. Tak hanya mencari, Jatimah juga membeli lorjuk tangkapan temannya berburu dengan harga Rp 5.000 per mangkuk.

”Satu pencari lorjuk paling banyak memperoleh uang Rp 15.000 per hari, tetapi keuntungan saya pun tak banyak. Untuk 40 mangkuk lorjuk, saya keluar uang Rp 200.000. Setelah diolah menjadi lorjuk kering mentah, saya jual seharga Rp 200.000,” kata Jatimah.

Keuntungan Jatimah? Sekitar 0,5 liter petis lorjuk yang didapatkannya dari perebusan lorjuk yang kalaupun dijual harganya tak lebih dari Rp 30.000. ”Keuntungan lain adalah menjual cangkang lorjuk yang sudah ditumbuk dengan harga Rp 700 per kilogram,” kata Jatimah.

Mendengar cerita Jatimah, harga lorjuk siap santap yang Rp 250.000 per kilogram langsung terasakan terlalu murah. Begitu pula sekantong kerupuk blonyo yang didapat dari olahan rumit Supriyadi dan Sutinah.

Para penyantap kerap kali lupa atau tak pernah tahu asal-usul santapan, juga setiap keringat dan tenaga yang mengantarkan santapan itu ke rak-rak toko. Kisah di balik sekantong kerupuk blonyo atau setangkup lorjuk kerap kali tidak selezat rasanya. (Aryo Wisanggeni dan Ingki Rinaldi) 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com