Sebagaimana dibeberkan Hubb de Jonge di buku Madura dalam Empat Zaman: Pedagang, Perkembangan Ekonomi, dan Islam, alam Madura tak ramah. Alam keras yang disebut Kuntowijoyo membentuk ”ekologi tegal” yang menuntun sejarah Madura juga membentuk manusianya yang liat memanfaatkan setiap jengkal apa yang dipunyai.
Madura secara geologis merupakan kelanjutan dari pegunungan kapur yang mengapit Lembah Solo di Jawa. Bukit-bukit kapur di Madura landai dan rendah. Gunung Tembuku setinggi 471 meter dari permukaan laut merupakan dataran tertinggi di pulau itu.
Karena kekurangan tanah vulkanis, pertanian padi hanya dapat tumbuh di sejumlah ”kantong” aluvial atau tanah endapan sungai. Empat ”kantong” aluvial Madura menjadi magnet, memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi dan produksi pertanian yang memberi daya dukung bagi berkembangnya permukiman kota-kota di Madura: Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Sisanya, relatif hanya bisa ditanami jagung dan singkong sepanjang musim penghujan, pada Oktober sampai April.
Survei penduduk sejak tahun 1867 sampai 1961 pun menunjukkan kepadatan penduduk Madura selalu melebihi kepadatan penduduk di Jawa. Padahal, sudah sejak awal abad ke-19 Pulau Madura mempunyai lebih banyak penduduk ketimbang kemampuannya menghasilkan bahan pangan.
Namun, manusia Madura tak pernah patah oleh kerasnya alam. Apa yang ditulis De Jonge, ”Rakyat makan jagung dan ubi yang dibudidayakan di bukit- bukit dan di antara batu-batu karang...” itu masih tersaji di sebuah warung kecil di Jalan Teuku Umar, Sumenep. Nasi jagung dengan sayur kelor.
Ayu (20) riang diserbu ”penggemar” nasi jagung Warung Bu Didik, Kamis (22/8) itu. ”Makan nasi pecel saja ya? Atau nasi ikan?” kata putri Bu Didik itu menawarkan menu lain. ”Kenapa mau makan nasi jagung? Ingin tahu rasanya ya?” kata Ayu tertawa-tawa melihat kami ngotot mau menyantap nasi jagung.
Satu persamaan Hery dan Ayu, kedua orang muda yang sama-sama asli Sumenep itu, tak lagi gemar menyantap nasi jagung. Itulah ternyata kenapa Ayu terheran-heran ”diserbu penggemar” nasi jagung.
”Kalau saya, ya hanya memakan nasi putih. Ini yang memasak nenek saya. Saya tak tahu cara memasak nasi jagung. Saya membantu memasak saja,” tutur Ayu tertawa-tawa.
Pelanggan nasi jagung Ayu kebanyakan memang bukan orang muda. Subahri (60) misalnya, penarik becak yang Kamis pagi itu sarapan di Warung Ibu Didik. Buat Subahri, alasan terpenting sarapan nasi jagung adalah rasa kenyang yang bertahan lebih lama ketimbang sarapan nasi putih.
”Kalau sarapan nasi jagung, rasa lapar baru datang sekitar pukul 16.00,” kata Subahri. Dengan pendapatan harian yang berkisar Rp 20.000 hingga Rp 40.000, Subahri mesti berhitung ketat untuk pengeluaran makan. Lebih dari sekadar ditanam ”di bukit-bukit dan di antara batu-batu karang”, nasi jagung adalah napas dari keliatan orang Madura menjalani tandusnya pulau mereka.
Antropolog Universitas Negeri Malang, DR Abdul Latif Bustami, menyebutkan, meski alamnya tak ramah untuk tanaman pangan, Madura sejak lama menghasilkan beragam komoditas lain. Pada tahun 1800-an, Bangkalan dan Sampang (arsip Belanda menyatukannya dalam wilayah administratif Madura Barat) menghasilkan buah-buahan, kayu bakar, kapur, ikan laut, dan beragam ukiran yang diperdagangkan dengan Surabaya dan Gresik. (FX Sutjipto dalam disertasi Kota-kota Pantai di Sekitar Selat Madura–Abad XVIII sampai Medio Abad XIX).
Pada periode yang sama, Sumenep menghasilkan panenan jagung, kacang, kedelai, dan tembakau yang berlimpah hingga bisa diperdagangkan ke luar Madura. Sumenep juga dikenal sebagai penghasil beragam jenis minyak nabati, kulit lembu, biji asam, dan kain tenun Madura, dan ”mengekspor” ribuan ternak sapi setiap bulannya.
Komoditas yang paling terkenal tentu saja garam, yang membuat Madura kerap disebut Pulau Garam. Komoditas-komoditas itulah yang menopang perekonomian Madura untuk menyangga pembelian sejumlah bahan pangan dengan Jawa, utamanya beras. Komoditas-komoditas itu dijual ke luar Madura, memanfaatkan posisi geografis Madura yang menjadikannya bagian dari rute pelayaran perdagangan di masa silam.