Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Kreatif di Kota Kreatif

Kompas.com - 05/10/2013, 12:24 WIB
SEPANJANG awal pekan ini, Tim Ekspedisi Sabang-Merauke menjelajah Jawa dan Bali, meninggalkan Pulau Sumatera. Jawa dan Bali memiliki sejarah yang panjang terkait dengan sejumlah peradaban yang singgah ke Nusantara. Akan tetapi, Jawa, khususnya, juga mempunyai masalah besar, yaitu beban berat kemiskinan. Kreativitas bisa menyelamatkan warganya.

Sejak dulu hingga kini Jawa kerap menjadi pusat kekuasaan dan ekonomi, termasuk pusat peradaban. Jejak peradaban ada mulai dari masa-masa keemasan Kerajaan Hindu-Buddha sampai pengaruh Islam masuk, era kolonial Belanda, pascakemerdekaan, hingga kini. Peradaban yang masuk ke Jawa telah memunculkan pusat-pusat kegiatan orang-orang.

Istilah kota muncul pada era Hindu Buddha. Kota bisa dirintis dari sebuah pelabuhan yang ramai, dari pusat jual beli, atau sengaja dibentuk seperti sebagai ibu kota kerajaan semisal dengan pembukaan hutan.

Di samping itu, di setiap pusat peradaban selalu ada satu sosok yang mempunyai impian yang memengaruhi wajah kota. Dari impian itu, dia membangun fisik kota, menata, dan mengelolanya dengan penuh ambisi sehingga tercipta kota-kota besar, dinamis, dengan peninggalan fisik menakjubkan.

Sebagai contoh, pada masa Sultan Agung, Raja Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645, kota-kota di Jawa tumbuh pesat seiring visinya untuk memperbesar kerajaan. Contoh lain, Batavia dibangun sebagai kota pusat pemerintahan, ekonomi, dengan hunian nyaman bagi warga Belanda dengan pengotakan wilayah untuk warga China, Arab, serta pribumi. Belanda membangun kanal-kanal seperti cita rasa para penciptanya yang berkebangsaan Belanda. Kanal merupakan ciri khas kota-kota di Belanda.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Warga mengolah air tebu menjadi gula jawa di Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, April 2013. Sebagian besar penduduk laki-laki desa tersebut bekerja di luar negeri sebagai TKI dan menjadi tulang punggung keluarga yang tinggal di desa tersebut.
Namun, seiring perubahan yang tak bisa ditolak, nasib kota-kota di Jawa pun naik turun. Jawa mempunyai pelajaran berharga soal naik turunnya sebuah kota. Pusat-pusat kerajaan lama pernah berpindah-pindah, setidaknya mulai dari Kalingga, kemudian Mataram Hindu di Jawa Tengah terus berpindah menuju Jawa Timur, hingga kemudian menjadi Majapahit. Dari Majapahit kemudian kembali ke Jawa Tengah ketika muncul Kerajaan Demak dan berlanjut menjadi Kerajaan Mataram.

Contoh lain yang relatif belum lama terjadi adalah kota-kota di pesisir pantai utara Jawa yang tak lagi menjadi pusat ekonomi. Ketika pelabuhan salah kelola dan beberapa komoditas tidak lagi laku di pasar dunia, pelabuhan-pelabuhan di pantai utara itu makin redup. Kondisi ini jauh sekali ketika Jepara, Cirebon, Batavia, dan Gresik menjadi pelabuhan besar internasional pada masa lalu. Bangsa-bangsa di dunia datang dan pergi. Presiden Abdurrahman Wahid pernah mengakui kebesaran pelabuhan pantai-pantai utara Pulau Jawa pada masa lalu.

Ada juga alasan perubahan situasi politik yang menyebabkan perpindahan pusat pemerintahan. Perpindahan kota pada masa lalu berarti perpindahan mulai dari pemimpin tertinggi hingga seluruh masyarakat kota itu. Kota yang ditinggalkan perlahan sepi dan juga bisa mati. Cianjur pernah menjadi kota karesidenan Priangan, tetapi ketika Bandung menjadi besar, pusat karesidenan Priangan berpindah ke Bandung.

Di Jawa Tengah, Bagelen pernah menjadi pusat karesidenan, tetapi kemudian pusat karesidenan berpindah ke Banyumas. Banyumas semula ramai karena jadi pusat pertemuan penghasil berbagai komoditas pertanian, tetapi kini jalur kereta api yang menjadi pendukung mobilitas warga sudah banyak berkurang.

Muncul dan tenggelamnya pusat-pusat kekuasaan dan perekonomian masih terjadi. Provinsi Banten muncul ketika warganya ingin membentuk pemerintah sendiri, keluar dari Jawa Barat. Dulu Banten adalah daerah yang sepi, tetapi kini mulai ramai. Kabupaten Purwakarta di Jawa Barat sangat boleh jadi bisa juga menjadi contoh perubahan-perubahan itu pada masa kini ketika Jalan Tol Jakarta-Bandung dibangun, lalu lintas tidak lagi melalui kota itu. Dampak ekonomi pasti ada akibat perubahan tersebut.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN Perajin menyelesaikan pembuatan patung kuningan di sentra industri kecil cor logam di Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (18/4/2013).
Sidoarjo di Jawa Timur mempunyai cerita lain. Saat lumpur menenggelamkan sebagian kota itu, industri tas-sepatu Tanggulangin habis. Hingga kini, kota ini masih terguncang dan belum pasti harus bagaimana berupaya agar kembali bersinar. Tanggulangin menjadi cerita masa lalu saat kreativitas warga menggerakkan ekonomi setempat. Kasus lumpur ini terjadi karena kesalahan manusia dalam mengelola alam.

Jawa membutuhkan pengelolaan kota agar mampu tetap lestari, eksis, dan menghidupi warganya secara layak. Sayangnya, banyak kota di Jawa tumbuh tanpa wajah yang jelas. Jumlah penduduk dan pertumbuhan penduduk yang amat tinggi saat ini menyebabkan kota-kota itu terbebani. Kemiskinan mencolok di berbagai kota.

Saat berkeliling Jawa dan Bali, kami melihat kota-kota di dua pulau itu cenderung dibangun sesuai selera orang Jakarta. Mal-mal besar mengilap dengan pendingin ruangan jelas kontras dengan pasar tradisional yang rata-rata masih kumuh. Pembangunan transportasi publik menduplikasi jaringan bus transjakarta, tetapi mereduksi sebagian detailnya. Hasilnya, jaringan angkutan massal itu justru tak jauh beda dengan bus umum reguler pada umumnya. Hanya sebagian kecil kota yang mampu mengembangkan pola transportasi massal yang sesuai kebutuhan daerahnya, seperti di Solo.

Selain itu, segelintir pula kota yang bisa mandiri atau setidaknya perekonomiannya sebagian besar ditopang oleh potensi lokal mereka. Bandung berkembang dengan industri kreatifnya. Para pelaku relatif berjalan sendiri tanpa dukungan penguasa. Wisatawan dari dalam dan luar negeri berdatangan. Bandara Husein Sastranegara yang dulu sepi kini ramai. Bahkan, ada rencana penerbangan 24 jam dari dan ke bandara itu.

Purbalingga di Jawa Tengah bisa mengembangkan pariwisata lokal hingga banyak pengunjung datang ke tempat itu. Kecantikan alam menjadi anugerah untuk kota ini hingga wisata di tempat itu berbasis pada alam. Pekalongan, misalnya mampu eksis dengan industri batiknya. Sejak berpuluh tahun silam sampai sekarang, batik Pekalongan dikenal dan telah hadir di seluruh pelosok Nusantara. Batik telah mendunia dan jasa Pekalongan tidaklah kecil.

Surabaya berhasil menata kotanya sehingga menjadi kota yang asri. Taman-taman kota dan sungai sangat elok dipandang. Pemandangan seperti ini merupakan pemandangan langka. Penduduknya pun mau diajak untuk tertib. Taman kota tetap terjaga karena warganya ikut menjaga. Mereka tertib memasuki taman melalui gerbang yang ditentukan, tidak menginjak tanaman yang ada di tempat itu. Sebuah contoh kota yang manusiawi.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Pengeringan dalam pembuatan kain batik pewarna dari alam di Kelurahan Semanggi, Pasar Kliwon, Solo, Jawa Tengah, Selasa (16/4/2013).
Adapun Jember yang berada di pedalaman Jawa Timur berhasil tumbuh dan berkembang menjadi kota mode. Setiap tahun Jember menjadi sorotan mata dunia karena warganya menyelenggarakan Jember Fashion Carnival. Pergelaran ini bukan lagi menjadi acara warga Jember, tetapi acara dunia. Setiap kali melihat acara ini, kreativitas sangatlah menonjol.

Lepas dari Pulau Jawa, tim memasuki Pulau Bali. Pulau ini jelas masih eksis dengan kawasannya yang menjadi pusat wisata dunia. Akan tetapi, beberapa kearifan lokal, seperti pertanian padi dengan sistem subak, mendapat ancaman dari industri wisata yang terus berkembang. Pendirian hotel sangat kencang hingga membutuhkan lahan baru. Sawah berteras yang merupakan ciri khas Bali terancam. Belum lagi kalau kita bicara mengenai kekayaan alam. Burung jalak bali yang menjadi maskot daerah itu belum sepenuhnya terjamin kelestariannya.

Saat menyusuri kota-kota di Jawa dan Bali, kami melihat kemampuan lokal yang jika digarap maksimal, kreatif, dengan mengembangkan sistem jaringan yang tepat, diyakini bisa mempertegas identitas diri dan kemandirian ekonomi. Apalagi, saat ini ekonomi kreatif tengah didorong agar tumbuh berkembang.

Kota akan kuat identitasnya apabila warganya bisa memunculkan potensi lokal. Sumber daya alam di Jawa dan Bali tidak bisa lagi diandalkan sehingga ekonomi kreatif sepertinya menjadi tulang punggung Jawa-Bali untuk berkembang. Hal ini sekaligus menjadi tantangan untuk berani bermimpi mengenai masa depan pulau ini. Mimpi dan berkarya agar terwujud Nusantara yang jaya. Beranikah kita bermimpi? Pasti! (Neli Triana/Andreas Maryoto)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com