Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wajah Transformasi Kalimantan

Kompas.com - 09/10/2013, 09:33 WIB

Perkebunan baru dimulai tahun 1887 dengan tanaman tembakau, kopi, kelapa (kopra), dan karet sebagai komoditas utama. Terdapat hampir 100 perkebunan orang Eropa yang terdaftar antara tahun 1890 hingga tahun 1914. Pada tahun 1904, jenis baru dari karet hutan, yakni getah jelutung, mulai terkenal. Jenis ini menjadi bahan pembuat piring dan ubin.

Eksplorasi batubara di kedua pinggiran Sungai Mahakam antara Samarinda dan Tenggarong, serta penemuan sejumlah ladang minyak di Kutai dan Teluk Balikpapan menandai periodisasi pertambangan di Kalimantan yang bertujuan ekspor sejak akhir abad ke-19.

Pertambangan batubara pribumi sebenarnya telah dimulai pada pertengahan abad ke-19, seperti terdapat di Martapura, sepanjang Sungai Barito, Hulu Mahakam, dan Berau. Namun, produksinya di bawah bayang-bayang penambangan oleh pendatang dari Eropa. Skala usahanya kecil dan menggunakan perlengkapan kerja yang sederhana. Batubara yang didapat berwarna coklat dengan kualitas lebih rendah. Tambang pribumi ini diproduksi khususnya untuk kebutuhan pasar lokal.

Pada tahun 1891-1896, otoritas Kolonial menerima 35 permintaan konsesi pertambangan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, tidak termasuk konsesi-konsesi yang diberikan oleh kesultanan. Pulau Laut di Tanah Bumbu (Kalsel) tercatat dalam sejarah sebagai tambang batubara terbesar di koloni Kalimantan. Posisinya nomor dua di bawah tambang Ombilin (Sumatera Barat) pada tahun 1910. Namun, menjadi yang pertama pada 1912. Sejak saat itu, Kalimantan terkenal sebagai penghasil sekaligus pengekspor batubara.

Hingga kini, Kalimantan bersama Sumatera menjadi penghasil dan penyimpan cadangan terbesar batubara dengan kontribusi masing-masing terhadap nasional sebesar 49,6 persen dan 50 persen.

Selain itu, minyak mentah hitam berhasil dikeluarkan dari perut bumi Kalimantan pada tahun 1901, tepatnya dari Sanga-Sanga. Perusahaan tambang asing pertama yang berbendera Belanda (Shell) mulai beroperasi di Kalimantan. Menyusul kemudian perusahaan asing lainnya, seperti Royal Dutch. Daerah-daerah di Kalimantan Timur, seperti Kutai, Tarakan, Bulungan, Pasir, dan Balikpapan terkenal sebagai penyuplai minyak terbesar sejak zaman kolonial. Ekspor minyak mentah melebihi 100.000 ton terjadi tahun 1904. Berkat kemajuan teknologi, pada tahun 1912 ekspor minyak mentah digantikan oleh minyak yang sudah disuling atau disaring.

Beberapa instalasi ditambahkan untuk melengkapi kilang minyak di Balikpapan, termasuk lahan untuk pengolahan produk turunan seperti parafin, minyak pelumas, sulfur dioksida, asam sulfur, dan lilin. Pada tahun 1914, kerosin, bensin, dan residu dihasilkan secara signifikan untuk keperluan ekspor.

Kini, banyak perusahaan multinasional yang beroperasi di Kalimantan Timur di bidang penambangan batubara dan eksplorasi minyak bumi dan gas. Meskipun batubara dan minyak bumi booming di Kalimantan, hasil hutan masih menjadi primadona. Ditambah pula dengan perluasan kebun kelapa sawit sejak beberapa dekade terakhir.

Terlambat dibangun

Meskipun Belanda memelopori eksploitasi minyak dan batubara serta perdagangan luar negeri dari kekayaan alam Kalimantan, otoritas Belanda hampir tidak benar-benar berkuasa di Kalimantan seperti halnya di wilayah Jawa atau Sumatera. Selain kurangnya kepentingan modal, perlawanan dari masyarakat setempat dan kondisi alam Kalimantan yang berhutan lebat menyulitkan Belanda.

Otoritas Belanda hanya ada di beberapa daerah pantai atau daerah yang memiliki pelabuhan yang masuk dalam jalur pelayaran internasional. Kurang kuatnya kepentingan Kolonial atau Eropa di Kalimantan ini terlihat dari tidak adanya pembangunan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, atau jalur kereta api.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN Monumen pompa angguk kuno berdiri di kawasan kompleks Perumahan PT Pertamina EP di Sangasangan, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Sabtu (5/10/2013). Pompa ini dioperasikan pada tahun 1930 di Sumur Anggana dengan kemampuan memompa 560 barrel minyak per hari dan menjadi bukti sejarah dimulainya eksplorasi minyak di Kalimantan.
Perjalanan ke daerah-daerah pedalaman Kalimantan dilakukan lewat sungai atau laut. Kesempatan untuk berkeliling melalui jalan darat sangat terbatas. Konstruksi jalan darat baru dimulai pada dekade-dekade berikutnya.

Alhasil, meski Kalimantan diberkahi dengan kekayaan alam yang luar biasa, kemajuan dan hasil pembangunannya belum menggambarkan kesejahteraan. Dilihat dari kegiatan ekonominya, keseluruhan produk domestik regional bruto provinsi di Kalimantan hanya menyumbang sekitar 9-10 persen terhadap produk domestik bruto Indonesia.

Untuk meningkatkan kemajuan dan dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat, mau tidak mau pembangunan infrastruktur harus menjadi prioritas. Kota-kota pelabuhan, seperti Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, dan Balikpapan, yang berperan penting sejak masa Kolonial tetap menjadi barometer bagi kemajuan Kalimantan ke depan. Kota-kota ini menjadi konsentrasi bisnis dan hunian kaum pendatang.

Di kota-kota pesisir pantai itu, melalui program Rencana Induk Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), pemerintah kini memprioritaskan pembangunan infrastruktur. Sejumlah proyek, seperti pembangunan jembatan, jalan tol, jalan layang, perluasan bandara, dan jalur kereta api, tengah dikerjakan.

Kota-kota pun mempercantik diri. Di Kota Balikpapan, misalnya, reklamasi pantai kini gencar dilakukan untuk sejumlah kepentingan, seperti pembangunan pusat perbelanjaan, apartemen, ataupun hotel. (Gianie/Litbang Kompas)

KOMPAS/INDIRA PERMANASARI Pasar terapung Lok Baintan di Sungai Martapura pada pagi hari. Pasar ini dapat ditempuh dengan kelotok dari Banjarmasin dengan lama perjalanan sekitar satu jam. Pasar berlokasi di Kecamatan Sungai Tabuk, Banjar, Kalsel.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com