Rotan dan batang pohon palem digunakan untuk membuat mebel yang saat itu populer di Eropa. Kedua produk ini diperdagangkan di sepanjang pantai. Banjarmasin menjadi pasar sentral yang berperan penting dalam perdagangan dengan Singapura.
Pedagang-pedagang asing ini tidak saja memasarkan produk-produk Kalimantan ke luar negeri, tetapi juga menjual barang ke masyarakat lokal yang dibawa dari Eropa dan Singapura. Barang-barang impor tersebut antara lain tekstil, beras, tepung, dan tembakau. Banjarmasin menjadi pusat perdagangan bahan-bahan pokok.
Posisi Banjarmasin lebih strategis karena letaknya di bagian selatan, dekat dengan jalur pelayaran internasional yang melalui Laut Jawa. Rute pelayaran yang melibatkan Kalimantan masa itu adalah pantai barat, selatan, dan timur Kalimantan ke Makassar (Sulawesi), Surabaya (Jawa), Singapura, dan Johor.
Periodisasi komoditas
Perdagangan internasional dari Kalimantan bisa dibagi beberapa periodisasi. Sebelum abad ke-19, periode perdagangan dicirikan dengan komoditas yang berbasis pertanian. Hasil pertanian, perkebunan, dan hutan menjadi motor penggerak ekonomi pada periodisasi masa prakolonial dan kolonial awal. Kutai menawarkan karet dan rotan dari hulu Mahakam, sedangkan Banjarmasin memasarkan lada yang banyak tumbuh di Martapura dan sekitarnya.
Perkebunan baru dimulai tahun 1887 dengan tanaman tembakau, kopi, kelapa (kopra), dan karet sebagai komoditas utama. Terdapat hampir 100 perkebunan orang Eropa yang terdaftar antara tahun 1890 hingga tahun 1914. Pada tahun 1904, jenis baru dari karet hutan, yakni getah jelutung, mulai terkenal. Jenis ini menjadi bahan pembuat piring dan ubin.
Eksplorasi batubara di kedua pinggiran Sungai Mahakam antara Samarinda dan Tenggarong, serta penemuan sejumlah ladang minyak di Kutai dan Teluk Balikpapan menandai periodisasi pertambangan di Kalimantan yang bertujuan ekspor sejak akhir abad ke-19.
Pertambangan batubara pribumi sebenarnya telah dimulai pada pertengahan abad ke-19, seperti terdapat di Martapura, sepanjang Sungai Barito, Hulu Mahakam, dan Berau. Namun, produksinya di bawah bayang-bayang penambangan oleh pendatang dari Eropa. Skala usahanya kecil dan menggunakan perlengkapan kerja yang sederhana. Batubara yang didapat berwarna coklat dengan kualitas lebih rendah. Tambang pribumi ini diproduksi khususnya untuk kebutuhan pasar lokal.
Hingga kini, Kalimantan bersama Sumatera menjadi penghasil dan penyimpan cadangan terbesar batubara dengan kontribusi masing-masing terhadap nasional sebesar 49,6 persen dan 50 persen.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.