Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 12/10/2013, 08:37 WIB

Kampung kembar ini seolah menunjukkan dua sisi kehidupan masyarakat Wae Rebo. Di satu sisi, masyarakat Wae Rebo hidup terpisah dalam satu komunitas, sederhana, dan menyatu dengan alam. Di sisi lain, saat tinggal di Kombo, mereka berinteraksi sosial dengan warga masyarakat kelompok lain dan bergaul dalam kehidupan modern.

Lebih baik

Salah satu portir kami dalam perjalanan ke Wae Rebo, Petrus, dengan nada enteng menyampaikan, ”Memikul beban 10 kilogram dan berjalan 2-4 jam tanpa akses jalan yang mulus serta tidak ada sinyal komunikasi bukan bagian dari budaya kami. Kami juga bagian dari masyarakat Indonesia yang perlu pembangunan. Tolong jangan lupakan itu.”

Kami tidak tahu, apakah kalimat itu diucapkan Petrus dengan serius atau bercanda. Faktanya, sepanjang perjalanan ke Wae Rebo, pemandangan orang memanggul atau memikul barang sangat biasa ditemui.

Infrastruktur jalan yang lebih baik dari Denge hingga setidaknya Wae Lumba, atau lebih baik lagi jika mencapai Wae Rebo, memang akan mempermudah akses. Penduduk Wae Rebo tidak perlu lagi memikul barang. Selain itu, wisatawan juga lebih mudah mengunjungi Wae Rebo.

Namun, apakah infrastruktur ini akan berdampak positif bagi Wae Rebo?

Kami berbincang dengan Patrick, konsultan keuangan perusahaan di Perancis, yang terkagum- kagum dengan Desa Wae Rebo yang, menurut dia, sangat natural dan orisinal. Patrick yang tinggal satu malam di Wae Rebo menikmati tantangan berjalan kaki menembus gunung dan hutan untuk mencapai Wae Rebo.

Wisatawan asal Swiss, Pelin Turgut, juga terpesona dengan keramahan masyarakat Wae Rebo yang, menurut dia, sangat tulus. Ia juga menyukai suasana Wae Rebo yang tenang, jauh dari keramaian, dan alami.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG Menyiapkan makanan di Kampung Wae Rebo, Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Kepala Adat Wae Rebo Rafael memang selalu ramah menyambut tamu yang datang ke desanya. Setiap tamu disambut secara adat di rumah adat utama dengan keramahannya yang khas.

Keunikan Wae Rebo-lah yang memikat wisatawan. Berkat keunikannya pula, Wae Rebo dinyatakan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia pada Agustus 2012, menyisihkan 42 negara lain.

Rumah kerucut

Setelah berjalan kaki selama 4 jam, kami tiba di Wae Rebo. Energi membuncah, kelelahan sontak sirna saat melihat tujuh rumah kerucut. Tak sabar rasanya menuruni bukit untuk segera tiba di desa itu. Rasanya seperti pulang ke rumah.

Rumah kerucut mbaru niang ini sangat unik. Dari luar sepintas seperti rumah kerucut biasa. Namun, jika dilihat dari dalam, rumah kerucut ini memiliki lima lantai. Setiap lantai memiliki ruangan dengan fungsi berbeda-beda.

Lantai pertama yang disebut lutur atau tenda akan digunakan oleh si pemilik rumah untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Lantai kedua yang disebut lobo adalah tempat menyimpan bahan makanan atau barang. Lantai ketiga yang disebut lentar adalah tempat menyimpan benih tanaman hasil bercocok tanam.

Lantai empat yang disebut lempa rae adalah tempat menyimpan stok cadangan makanan yang berguna saat hasil panen kurang banyak. Adapun lantai kelima yang terdapat di puncak rumah digunakan untuk menyimpan aneka sesajian pemilik rumah.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Kampung adat Wae Rebo, Desa Satarlenda, Kecamatan Satarmese Barat, Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
Sesaat setelah tiba di Wae Rebo, Yosef Katup mengundang kami mengikuti upacara Waelu. Dalam upacara ini, tetua adat meminta izin kepada para leluhur untuk menerima tamu serta memohon perlindungan hingga tamu meninggalkan Wae Rebo dan kembali ke tempat asalnya.

Kami menghormati upacara ini. Isidorus (84), salah satu tetua adat, memberi kami seekor ayam sebagai sebuah simbol. Doa pun dilafalkan. Inti doa itu, kami adalah anak kandung Wae Rebo yang sedang pulang kampung. Kami sudah bukan lagi orang asing. Kami juga didoakan agar selalu terlindung dari bahaya dan selamat kembali ke rumah.

Keramahan dan kehangatan masyarakat Wae Rebo membuat kami merasa seperti tinggal di rumah sendiri. Tak sulit untuk jatuh cinta pada kampung ini. Mungkin ini juga yang dirasakan wisatawan yang pernah datang ke Wae Rebo. Jatuh cinta dan ingin kembali lagi ke Wae Rebo, suatu hari nanti. (MKN/HAM/SEM/IDR/APO/OTW/MUK)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com