Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teruslah Bermimpi Orang Bunaken

Kompas.com - 12/10/2013, 09:34 WIB
PESONA Bunaken dengan keindahan taman lautnya yang tersohor di dunia tak membuat kehidupan masyarakatnya sejahtera. Bertahun-tahun masyarakat Bunaken mengandalkan air hujan untuk menopang kebutuhan hidup. Kesulitan air bersih berkorelasi dengan tingginya angka kemiskinan masyarakat Bunaken.

Sisi lain kehidupan warga Pulau Bunaken adalah ironi di tengah puja-puji taman laut sebagai obyek wisata kelas dunia. Bangunan rumah berdinding papan dengan lantai tanah mendominasi perkampungan Bunaken, sebagaimana pantauan akhir Juli lalu.

Kalaupun ada bangunan megah berdinding beton berlantai keramik dengan warna cat menawan itu adalah bangunan cottage milik orang asing yang berusaha wisata di Bunaken. Bangunan-bangunan megah hanya terlihat di pinggir pantai berjarak 200 meter dari perkampungan.

Kehadiran cottage marak sejak Bunaken terbuka menjadi obyek wisata pada dekade 1990-an. Para pengusaha mematok harga sewa kamar per malam plus peralatan selam sekitar Rp 1 juta hingga Rp 2 juta. Keuntungan terus membayang di tangan pengusaha dengan catatan kunjungan turis asing dan lokal ke Bunaken mencapai 30.000 setiap tahun.

Akan tetapi, laju pembangunan cottage tak diikuti dengan pembangunan infrastruktur umum. Jalan setapak yang dicor semen sepanjang ratusan meter mengitari perkampungan Bunaken bolong-bolong.

Jalan cepat rusak karena kualitas tidak baik. Warga tak menyebut roda pedati petani yang lalu lalang mengangkut hasil kebun sebagai penyebab kerusakan jalan. ”Campuran semennya kurang baik, mungkin kontraktornya ingin untung besar,” kata Decky Domist (50), warga Bunaken.

Jalan setapak sangat berguna bagi warga yang memiliki sepeda motor untuk mengangkut hasil kebun kelapa ataupun kebutuhan sehari-hari setelah belanja di Manado. Di Bunaken tak ada mobil.

Krisis air

Krisis air bersih yang melanda Pulau Bunaken selama bertahun-tahun memberikan isyarat bahwa pembangunan di sana kurang baik.

KOMPAS/JEAN RIZAL LAYUCK Jos, warga Bunaken, memilah sampah plastik yang berserakan di pesisir pasir putih Taman Laut Nasional Bunaken. Jos memilah plastik minuman air kemasan mineral untuk kemudian dijual kepada pengumpul.
Menurut Domist, krisis air bersih sudah terjadi lima tahun belakangan ini setelah Pemerintah Kota Manado menghentikan suplai air ke Bunaken. Warga terpaksa mengandalkan air hujan karena air bersih sulit diperoleh. Masalah itu sudah dikeluhkan warga sejak lama, tetapi pengaduan ke Pemkot Manado seolah tak mendapat jawaban.

”Wali Kota (Manado) tahu kondisi kami. Dia beberapa kali ke Bunaken, mengajak tamu-tamunya, tetapi sampai hari ini tak ada kebijakan (air bersih) untuk kami,” katanya.

Billy Yohanis, tokoh agama di Bunaken, mengatakan, krisis air bersih membuat warga harus membeli air mineral lebih mahal dari Manado. Harga satu galon air sekitar Rp 22.000, lebih mahal dari harga bensin sekitar Rp 8.000 per liter.

Menurut Billy, saat Wali Kota Manado Jimmy Rimba Rogi, pemerintah kota menyuplai air bersih lima kali dalam satu minggu. Air bersih sebanyak 10 kubik dari Manado diangkut kapal kemudian diberikan ke pulau-pulau wilayah Bunaken.

Pemerintah juga mendatangkan alat yang dapat mengubah air laut menjadi air tawar. Akan tetapi, alat itu hanya berfungsi setahun, setelah itu rusak tanpa ada upaya perbaikan

Sekretaris Kota Manado Haefry Sendoh mengatakan, upaya pengadaan air bersih tengah dilakukan pihaknya dengan memperbaiki desalinator yang dapat mengubah air laut menjadi air tawar yang dapat diminum.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com