Di samping itu, kata Sendoh, diupayakan suplai air bersih setiap pekan ke Bunaken. ”Masalah ini tengah dibahas, mudah-mudahan dapat direalisasi secepatnya,” katanya.
Tergusur
Identifikasi kemiskinan di Bunaken dapat dilihat dari angka penerima beras untuk masyarakat miskin. Kepala Kecamatan Bunaken Enol Takalamingan mengatakan, sebanyak 115 keluarga di Bunaken menerima jatah raskin dan 114 keluarga menerima Bantuan Langsung Sementara Masyarakat. Jumlah keluarga di Kelurahan Bunaken 850 keluarga.
Dikatakan, ekonomi masyarakat Bunaken nyaris tak maju-maju meski jumlah cottage berjibun berdiri di pinggir pantai. Menurut Takalamingan, jumlah cottage yang mencapai 30 buah menyediakan hampir 200 kamar, seluruhnya milik orang luar.
Alexander Johanes Wowor, peneliti pariwisata Bunaken, mengatakan, penginapan milik rakyat yang mula-mula hadir dengan tarif sewa Rp 200.000 per malam ini tergusur dengan kehadiran orang luar.
Masyarakat Bunaken dijadikan pekerja di cottage dengan upah rendah, tak sampai Rp 1 juta per bulan. Persoalan menjadi runyam karena perahu-perahu milik warga yang dijadikan transportasi wisata sebagai ladang meningkatkan pendapatan kalah bersaing dengan perahu dari Manado dengan pemodal kuat.
Warga Bunaken semakin tergusur dengan kehadiran pedagang dan penyewa alat selam yang didominasi pendatang.
Warga Bunaken pun harus gigit jari karena pendapatan dari wisata Bunaken dikelola Badan Pengelola Taman Nasional Bunaken (BPTNB) yang didirikan Pemerintah Provinsi Sulut sejak tahun 2000 tak seluruhnya dikembalikan ke Bunaken.
Ketua BPTNB Sulawesi Utara Boy Toloh menyebut pendapatan wisata dari pungutan pin menyelam untuk turis tahun 2012 Rp 1,5 miliar harus dibagi ke pemerintah provinsi dan tiga daerah, yakni Minahasa Utara, Minahasa Selatan, dan Kota Manado. Setelah itu pendapatan juga dibagi untuk wilayah sekitar Pulau Bunaken, sisanya dipakai biaya operasional.
Untuk Kelurahan Bunaken, obyek wisata selam hanya menerima Rp 30 juta setiap tahun. Menurut Boy Toloh, BPTNB mengutip pin sekali menyelam Rp 150.000 untuk turis asing dan Rp 75.000 turis lokal.
Namun, Yohana Bangselang (53), warga, bersyukur setelah listrik hadir 24 jam di Bunaken. Sejak Februari 2011, warga Bunaken dapat menikmati listrik sepanjang hari setelah PT PLN membangun PLTS di sana. ”Dulu listrik hanya 10 jam,” katanya.
Yohana mengatakan, listrik 24 jam di Bunaken merupakan ”mimpi” yang menjadi kenyataan. Kini, Yohana dan warga Bunaken bermimpi agar air bersih dan kesejahteraan segera hadir di tengah mereka. Teruslah bermimpi orang Bunaken. (ZAL)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.