Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emi Baadila, Sepenuh Jiwa Menjaga Rumah Hatta

Kompas.com - 22/10/2013, 13:10 WIB
SOSOKNYA kurus. Keriput mulai menghiasi wajahnya pada usia yang semakin senja. Namun, Emi Baadila (71) selalu bersemangat bercerita tentang Pulau Banda, terlebih rumah pengasingan Bung Hatta yang dijaganya hampir 30 tahun terakhir. Bagi Oma Emi, rumah itu menjadi harta paling berharga dalam hidupnya.

”Oma tak pernah bisa pergi keluar Naira lama-lama sekalipun di rumah saudara atau anak. Bukannya tak betah, Oma selalu terpikir rumah Hatta. Rumah ini harta sekaligus tanggung jawab terbesar Oma,” tutur Emi, yang oleh warga setempat dipanggil Oma, sambil mengantar pengunjung berkeliling rumah pengasingan Mohammad Hatta di Pulau Banda Naira, Provinsi Maluku.

Rumah pengasingan Hatta terletak bersebelahan dengan lembaga pemasyarakatan (LP) di Banda. Kendati sedikit lembab, rumah itu relatif terawat. Rumah tersebut terbagi dua bagian, yakni rumah utama di bagian depan dan serambi belakang.

Di rumah utama, ada kursi tamu, kursi santai, mesin tik, meja kerja, meja makan, dan meja peralatan makan. Ada pula kamar pribadi Bung Hatta dengan lemari kaca yang berisi barang-barang pribadi proklamator kemerdekaan RI tersebut.

Di serambi belakang terdapat tempayan besar berisi air tempat wudhu serta deretan bangku dan papan tulis tempat Bung Hatta dahulu setiap sore mengajar anak-anak Banda.

Emi mewarisi amanat menjaga rumah tersebut dari kakaknya, Decky Baadila, yang meninggal tahun 1984. Sejak saat itulah dia merasa terikat dengan rumah tersebut.

”Tak sekadar menjaga rumah biasa, yang kita jaga adalah rumah bersejarah,” ujar pensiunan pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Maluku itu.

Pagi hari selepas sarapan, Emi bergegas dari rumahnya yang tak jauh dari rumah pengasingan Bung Hatta. Ia membuka pintu dan semua jendela rumah tersebut agar sinar matahari masuk. Ia juga membersihkan lantai dan perabot di rumah itu.

Bantuan tahanan

Jika kondisi kesehatannya baik, Emi juga membersihkan halaman rumput di antara rumah bagian depan dan serambi belakang. Itu bukan pekerjaan ringan bagi seorang nenek.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN Emi Baadila
Oleh karena itu ia berinisiatif meminta izin pihak penjaga LP Banda untuk ”meminjam” tahanan guna memotong rumput dan membersihkan guguran ranting-ranting pohon yang mengotori rumah museum. Para tahanan diberi upah Rp 30.000 untuk pekerjaan hingga tengah hari.

”Selain uang, beta (saya) tambah rokok dan kopi. Mereka baik-baik. Penjaga penjara juga percaya sebab mau lari ke mana mereka di pulau kecil ini?” tutur Emi.

Almarhum Des Alwi, tokoh masyarakat Banda yang merupakan anak didik Hatta-Sjahrir semasa dibuang di pulau itu, pernah berpesan kepada Emi supaya menyayangi rumah tersebut seperti anaknya sendiri. Pesan itu yang menjadi pegangan baginya kendati dia tak pernah melihat sendiri sosok Bung Hatta.

”Bung Hatta tinggal di sini sampai tahun 1942, pas saya lahir. Tetapi, dari cerita Papa-Mama, beta bisa tahu dulu Bung Hatta suka dipanggil om kacamata. Itu karena beliau pakai kacamata tebal,” ujarnya.

Saking sayangnya kepada rumah itu, Emi cukup rewel kepada pengunjung yang tak mengindahkan norma sopan santun. Ia bercerita pernah memarahi pengunjung karena memakai sepatu Bung Hatta untuk berdansa-dansa. Kebetulan saat itu dia baru datang karena ada tamu di rumahnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com