Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Emi Baadila, Sepenuh Jiwa Menjaga Rumah Hatta

Kompas.com - 22/10/2013, 13:10 WIB

”Akibatnya sepatu itu kotor, beta marah-marah. Ada orang Banda juga waktu itu yang antar dia lihat-lihat, beta tegur juga dia karena tidak mengingatkan pengunjung itu,” ucap Emi.

Ia juga menyadari, banyak orang mengincar peninggalan bersejarah di rumah pengasingan Hatta. Bukan sekali-dua kali ada tamu yang menawar benda-benda di rumah tersebut, mulai mesin tik tua, topi, hingga jas milik Hatta.

Menghadapi mereka, Emi bersikap tegas. ”Jangan sekali pun punya pikiran beta mau jual barang-barang ini. Semua barang di sini beta jaga sampai mati. Begitu beta jual, beta masuk sebelah (penjara),” tutur Emi sambil menunjuk bangunan penjara di sebelah rumah pengasingan Hatta

Uang pribadi

Setelah suaminya meninggal pada 2002, Emi tinggal seorang diri di Banda Naira karena dua anaknya tinggal di luar Pulau Naira. Ia hidup dari uang pensiun Rp 1,2 juta per bulan sebagai pegawai negeri. Sementara dari upah menjaga rumah pengasingan Hatta, ia mendapat Rp 1 juta per bulan.

Masalahnya, gaji tersebut harus dia ambil di Ternate. Sebab, urusan administrasi rumah pengasingan yang terdaftar sebagai cagar budaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu ditangani Balai Pelestarian Cagar Budaya Ternate.

Padahal, tiket kapal dari Banda Naira ke Ternate sekitar Rp 300.000. ”Ini belum termasuk makan dan menginap karena kapal belum tentu ada setiap hari. Kalau harus setiap bulan ke Ternate, saya enggak kuat. Selain capek, ongkosnya besar,” ujarnya.

Diakui Emi, pernah ada petugas yang datang ke Banda Naira menyampaikan gajinya, tetapi sekarang tak ada lagi. Oleh karena keterbatasan tenaga dan biaya, Emi mengambil gaji ke Ternate empat bulan sekali.

Dengan segala keterbatasan itu, perawatan rumah pengasingan Bung Hatta tetap dilakukannya, mulai dari mengganti lampu yang mati hingga membayar listrik dan air. Bahkan, saat atap rumah itu beberapa kali bocor, ia rela mengeluarkan uang pribadi hingga ratusan ribu rupiah untuk membeli seng, paku, dan penyangga kayu.

”Untuk pasang atap, beta dibantu beberapa anak yang suka jaga di Istana Mini (museum bekas rumah peristirahatan gubernur jenderal VOC). Saya kasih duit, rokok, sama kopi,” tuturnya.

Emi sebenarnya melaporkan soal kebocoran atap itu ke Ternate. Namun, dia tetap tak diberi ganti biaya. ”Beta malah disuruh pindah-pindah lemari penyimpanan barang-barang pribadi Bung Hatta. Padahal, pindah ke mana pun lemarinya, kalau bocornya tidak ditangani, akan semakin meluas.”

Namun, ia tak pernah menggerutu kendati pada usianya yang senja itu masih dipusingkan berbagai persoalan perawatan rumah museum. Bagi dia, yang terpenting adalah memastikan rumah tersebut dalam kondisi terawat.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Rumah pengasingan Bung Hatta di Pulau Banda Naira, Provinsi Maluku.
Sayang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono urung berkunjung ke Banda saat pergelaran Sail Banda 2010. Saat itu Emi mengaku sudah membeli kebaya untuk menyambut Presiden di rumah museum. ”Tetapi, ternyata Bapak Presiden tidak jadi datang. Beta masih simpan kebayanya rapi-rapi,” tuturnya.

Walau jauh dari perhatian pemerintah pusat, Emi tak pernah sedikit pun patah arang mengemban tanggung jawab menjaga rumah museum. Selama napasnya masih berembus, dia berjanji akan terus menjaga rumah Hatta, permata berharga dalam hidupnya. (Gregorius Magnus Finesso/Clara Wresti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com