Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sukamade Kami Bertemu...

Kompas.com - 23/10/2013, 10:30 WIB

Saya lanjutkan perjalanan menyusuri pedesaan sampai ke Pesanggaran, kota kecil dengan fasilitas publik lengkap terakhir sebelum masuk TN Meru Betiri. Masih 40 km lagi menuju Pantai Sukamade.

Saya terus bergerak menembus perkebunan Sungai Lembu sampai ke Rajegwesi. Jalan rusak tanah dan bebatuan mengguncang sepeda besi. Peluh mengucur deras bercampur debu.

Tepat tengah hari saya sampai di Rajegwesi. Perkampungan nelayan itu mundur 200-an meter dari garis pantai, terlindung punggungan bukit, setelah dilanda tsunami tahun 1994. Bencana yang merenggut jiwa 47 orang itu masih membekas di benak warga.

Saya lalu mendaki punggungan menuju Sukamade. Jalan bebatuan sepanjang 10 km itu hanya bisa ditempuh truk engkel atau mobil berpenggerak empat roda. Konturnya sangat terjal dan mengikis mental.

Setelah 'final push' itu saya susuri perkebunan kakao, lamtorogung, abasia, kopi, karet, masuk hutan, dan menyeberangi sungai, hingga tiba di pantai Sukamade. Para pengelana sepeda yang sudah lebih dulu tiba menyambut dengan hangat. Biasanya kami hanya bertemu di dunia maya.

Cerita tentang Huda dikisahkan Adi (35) alias Cak Distroyer Mancal, pengelana sepeda dari Surabaya, saat kami kongkow di tengah api unggun di tengah hutan pantai Sukamade, Senin (13/10/2013). Tenda-tenda sudah berdiri, sepeda parkir, dan bekal diturunkan. Kami masak perbekalan masing-masing untuk dimakan bersama.

Seluruhnya ada 24 orang yang datang dari berbagai daerah seperti Bekasi, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Sidoarjo, Banten, dan saya sendiri dari Jakarta.

Tidak bersamaan kami datang. Tapi kumpul guyub dan berbagi cerita dari perjalanan bersepeda beberapa hari untuk mencapai Sukamade, sungguh seperti mengisi gelas kosong, memperkaya batin kami. Beratnya perjalanan jarak jauh ke Sukamade yang terpencil di tengah hutan TN Meru Betiri tak lagi terasa.

Sore hari kami melepas 100-an ekor tukik di pantai. Malamnya, kami susuri pantai pasir putih yang lembut bermandi cahaya bulan keperakan untuk mengintip penyu bertelur.

Pantai Sukamade menjadi salah satu tempat habitat penyu langka, di antaranya penyu hijau (Chelonia mydas), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu slengkrah (Lepidochelys olivacea), dan penyu belimbing (Dermochelys coriacea). Pada waktu-waktu tertentu tukik atau anak penyu yang sebelumnya telah ditangkarkan, dilepas di pantai ini untuk tumbuh dan berkembang.

Karena keterpencilan Sukamade, penyu-penyu bisa bertelur dengan lebih aman, minim gangguan manusia dan habitatnya pun terjaga. Karyono, salah satu relawan yang menemani kami mengatakan, pada puncaknya penyu yang mendarat bisa mencapai 80 ekor per hari. Namun dua tahun terakhir jumlahnya terus menurun hingga tinggal 15 ekor akhir-akhir ini.

M AGUNG PRIBADI Mendaki Sukamade
Hutan Meru Betiri tetap menyiratkan pesonanya yang kuat. Pohon-pohon besar berusia ratusan tahun, kepakan sayap rangkong, kicau burung, tingkah polah kera di dahan, dan nyanyi serangga hutan sepanjang hari. Kesunyian hutan menenangkan jiwa.

Taman Nasional Meru Betiri seluas 58.000 ha mencakup dua kabupaten, yaitu Kabupaten Jember seluas 37.585 ha dan Kabupaten Banyuwangi seluas 20.415 ha.

***

Angin dingin bertiup di pantai saat mentari mulai rebah di ufuk barat. Saat melepas tukik di pantai, Bastian (38) terlihat sendu. Ada sedikit kesedihan pada raut wajahnya.

Wiraswastawan sablon kaos asal Bogor itu terus memandangi anak penyunya berjuang jalan sampai menyentuh pantai lalu lenyap ditelan buih ombak pertamanya. Ia lalu melepaskan sesuatu di tengah ombak dan memandang lama ke arah laut.

"Itu foto dan baju Medina," tuturnya setelah ritual itu selesai.

Medina adalah putri kesayangannya yang meninggal dunia pada Februari lalu. Sampai sekarang Bastian tak tahu pasti apa penyebab putrinya yang berusia tujuh tahun itu pergi.

Keluarga kecil pencinta turing bersepeda itu baru saja tiba di rumah setelah perjalanan dari Cirebon ke Bogor. Bastian dan istrinya bersepeda, sedangkan Medina ikut di trailer yang ditarik sepeda Bastian.

Setelah dua hari di rumah, Medina pergi begitu saja dalam tidurnya. Dokter tak menemukan penyebab pasti kepergiannya.

M AGUNG PRIBADI Lembah Semeru
Sejak usia lima tahun Medina sudah biasa diajak berkelana dengan sepeda bersama bapak-ibunya.

"Medina itu suka banget kura-kura. Makanya saya punya nazar bersepeda ke sini untuk melarungnya, mewakili dia melepas tukik sekaligus merelakan kepergian Medina. Kebetulan ada gathering peturing ini, jadi sekalian saya berkumpul dengan teman-teman," tuturnya.

Sudah sebelas hari Bastian bersepeda dari Bogor. Di pantai Sukamade ini, kami menemaninya melepas kepergian sang buah hati sambil mengirim doa. Medina, tetaplah ceria di keabadian... (M Agung Pribadi, wartawan Warta Kota)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com