Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banda, Jejak Kota Kosmopolitan di Pulau Pala

Kompas.com - 25/10/2013, 13:27 WIB

Gedung pertemuan semacam itu juga dijumpai di beberapa pusat kolonial, seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta dengan nama Societed Club. ”Saat-saat khusus, juga digelar pesta dansa, pertunjukan musik, atau sandiwara oleh para artis,” kata Rizal.

Antara areal bisnis dan pemerintahan di tepi pantai dengan permukiman di tengah Pulau Neira dihubungkan dengan jalan batu dengan naungan pohon-pohon besar di tepinya. Rumah-rumah berarsitektur Eropa itu dulu kebanyakan milik para perkenier pala.

Bahkan, di Pulau Neira yang luasnya hanya 19 kilometer persegi, lanjut Rizal, pada zaman kolonial hingga Jepang memiliki sekolah serta layanan kesehatan setara rumah sakit. Willard Hanna, peneliti Amerika yang menulis sejumlah buku tentang kepulauan ini, menjuluki Banda sebagai ”een Europeeshe Staad in Zuid-Oost Azie” atau maket kota kecil Eropa di Asia Tenggara.

Pembauran

Tak hanya permukiman, para penghuni Banda Neira juga menunjukkan ciri-ciri pembauran ras ala metropolitan. Mereka tidak seperti rata-rata orang asli Maluku yang berkulit hitam dan berambut ikal. Paras perempuan Banda sangat beragam, mirip warga keturunan Indo-Eropa, Arab, atau China.

Menurut Mochtar, mereka keturunan orang-orang Portugis, Inggris, Belanda, Arab, China, hingga Jepang yang kawin-mawin dengan warga lokal. Meski sejak pertengahan 1621 sebenarnya penduduk asli Pulau Banda sudah tidak ada lagi.

Itu terjadi setelah pembantaian 44 orang kaya (kaum terpandang di Banda) pada Mei tahun itu oleh Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang terkenal kejam. Kekejiannya memaksa 90 persen orang Banda melarikan diri ke pulau-pulau lain, seperti Seram, Kei Besar (di wilayah Banda Eli), dan Buru.

Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang kesulitan mencari pekerja perkebunan pala kemudian mendatangkan pekerja dari sejumlah suku Nusantara, mulai dari Jawa, Betawi, Buton, Makassar, hingga Bali.

”Mereka inilah yang kawin- mawin, juga dengan orang-orang Eropa yang sudah menetap di Banda dan menurunkan etnik Banda sekarang,” ujar Mochtar.

KOMPAS.COM/I MADE ASDHIANA Gunung Banda Api di Kecamatan Banda, Maluku Tengah, Maluku.
Pantaslah kiranya proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Mohammad Hatta, yang pernah mendiami pulau ini pada masa pembuangan Belanda menyebut Banda dan masyarakatnya sebagai miniatur Indonesia. Ironis, kala secara administratif semua wilayah yang dulu menjadi bagian dari Banda kini telah menjadi kabupaten baru dan makin berkembang maju, Banda justru masih berstatus sebagai kecamatan di Kabupaten Maluku Tengah.

Wilayah Seram bagian timur kini menjadi Kabupaten Seram Bagian Timur. Di Kepulauan Kei terdapat Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual. Sementara itu, di Kepulauan Tanimbar terdapat Kabupaten Maluku Tenggara Barat, serta pulau-pulau di antara Kepulauan Tanimbar dan Pulau Timor terdapat Kabupaten Maluku Barat Daya. Adapun di Kepulauan Aru berdiri Kabupaten Kepulauan Aru.

Banda Neira yang dulu menjadi kota kosmopolitan berspektrum internasional itu kini justru makin ditinggalkan. Tak terkecuali pala, komoditas primadona perdagangan dunia yang telah mempertemukan aneka suku bangsa Nusantara dan dunia di Kepulauan Banda. (Gregorius Magnus Finesso/M Clara Wresti)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com