Gedung pertemuan semacam itu juga dijumpai di beberapa pusat kolonial, seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta dengan nama Societed Club. ”Saat-saat khusus, juga digelar pesta dansa, pertunjukan musik, atau sandiwara oleh para artis,” kata Rizal.
Antara areal bisnis dan pemerintahan di tepi pantai dengan permukiman di tengah Pulau Neira dihubungkan dengan jalan batu dengan naungan pohon-pohon besar di tepinya. Rumah-rumah berarsitektur Eropa itu dulu kebanyakan milik para perkenier pala.
Bahkan, di Pulau Neira yang luasnya hanya 19 kilometer persegi, lanjut Rizal, pada zaman kolonial hingga Jepang memiliki sekolah serta layanan kesehatan setara rumah sakit. Willard Hanna, peneliti Amerika yang menulis sejumlah buku tentang kepulauan ini, menjuluki Banda sebagai ”een Europeeshe Staad in Zuid-Oost Azie” atau maket kota kecil Eropa di Asia Tenggara.
Pembauran
Tak hanya permukiman, para penghuni Banda Neira juga menunjukkan ciri-ciri pembauran ras ala metropolitan. Mereka tidak seperti rata-rata orang asli Maluku yang berkulit hitam dan berambut ikal. Paras perempuan Banda sangat beragam, mirip warga keturunan Indo-Eropa, Arab, atau China.
Menurut Mochtar, mereka keturunan orang-orang Portugis, Inggris, Belanda, Arab, China, hingga Jepang yang kawin-mawin dengan warga lokal. Meski sejak pertengahan 1621 sebenarnya penduduk asli Pulau Banda sudah tidak ada lagi.
Itu terjadi setelah pembantaian 44 orang kaya (kaum terpandang di Banda) pada Mei tahun itu oleh Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang terkenal kejam. Kekejiannya memaksa 90 persen orang Banda melarikan diri ke pulau-pulau lain, seperti Seram, Kei Besar (di wilayah Banda Eli), dan Buru.
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda yang kesulitan mencari pekerja perkebunan pala kemudian mendatangkan pekerja dari sejumlah suku Nusantara, mulai dari Jawa, Betawi, Buton, Makassar, hingga Bali.
”Mereka inilah yang kawin- mawin, juga dengan orang-orang Eropa yang sudah menetap di Banda dan menurunkan etnik Banda sekarang,” ujar Mochtar.
Wilayah Seram bagian timur kini menjadi Kabupaten Seram Bagian Timur. Di Kepulauan Kei terdapat Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual. Sementara itu, di Kepulauan Tanimbar terdapat Kabupaten Maluku Tenggara Barat, serta pulau-pulau di antara Kepulauan Tanimbar dan Pulau Timor terdapat Kabupaten Maluku Barat Daya. Adapun di Kepulauan Aru berdiri Kabupaten Kepulauan Aru.
Banda Neira yang dulu menjadi kota kosmopolitan berspektrum internasional itu kini justru makin ditinggalkan. Tak terkecuali pala, komoditas primadona perdagangan dunia yang telah mempertemukan aneka suku bangsa Nusantara dan dunia di Kepulauan Banda. (Gregorius Magnus Finesso/M Clara Wresti)