Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wangsit Kalimasada di Bawah Pohon Sukun

Kompas.com - 28/10/2013, 08:15 WIB

Ia mengenal agama Katolik, tetapi juga berkesempatan memperdalam Islam melalui korespondensi dengan ulama asal Bandung, Jawa Barat, TA Hasan. Sebanyak 12 surat kemudian diterbitkan dengan judul Surat-surat Islam dari Ende.

Gagasan dan rencana Bung Karno mendirikan negara Indonesia merdeka, serta ide-ide brilian dalam menemukan dan merumuskan butir-butir mutiara Pancasila, juga tidak terlepas dari diskusi yang serius dan mendalam dengan kedua sahabatnya yang berbeda keyakinan tersebut.

Dari keakraban dengan para pastor, Bung Karno juga dapat mempelajari apa saja yang dia inginkan, terutama melalui eksplorasinya di perpustakaan milik biara.

Dia melahap berbagai jenis buku, mulai dari berbagai aliran seni lukis, sejarah, hingga budaya bangsa-bangsa, serta berbagai aliran filsafat. Bung Karno juga mengetahui perkembangan negara-negara di dunia dari koran- koran luar negeri yang dikirim ke Misi Ende.

Sosialisme

Menurut sesepuh Ende, FA Soengkono (83), proses yang dialami Bung Karno selama di Ende telah membuka cakrawala berpikirnya menjadi lebih luas sehingga dapat merumuskan butir-butir Pancasila. Hal itu diakui Bung Karno ketika berpidato dalam kunjungan keduanya sebagai presiden ke Ende tahun 1954.

Dalam buku Di Bawah Pohon Sukun Itu, Soengkono memuat sebagian kutipan pidato Bung Karno tahun 1954 di Ende sebagai berikut, ”Saudara-saudaraku sebangsa setanah air, proses terbentuknya Pancasila ini memakan waktu lama, melalui limbah air mata, melalui pengorbanan fisik dan perasaan. Beberapa kali aku ditangkap Belanda, beberapa kali aku diadili, masuk tahanan dan dipenjara. Syukur alhamdulillah, aku dibuang dan dikucilkan di Pulau Flores tinggal bersama saudara-saudaraku di sini selama lebih kurang empat tahun. Dalam kurun waktu empat tahun itu aku menggali, menggali, dan menggali. Semangatku tidak pupus karena disingkirkan ke Ende ini. Apa yang bertahun-tahun aku tekuni telah mengendap dan mengkristal. Budaya bangsaku, warisan leluhurku telah aku kaji menjadi lima butir mutiara yang tersimpan sejak dulu dalam kalbu bangsaku di persada tanah air Indonesia.”

Bung Karno digambarkan sambil tangan kirinya menunjuk lapangan bola/Lapangan Perse mengatakan, ”Di bawah pohon sukun itu… aku telah mendapat wangsit Kalimosodo… Itulah perjalanan lahirnya Pancasila.”

Apa yang telah ditebar Bung Karno kini berbuah indah di bumi NTT, khususnya Ende, di Pulau Flores. Kedamaian antaretnik yang majemuk dan toleransi antarumat beragama terjalin baik sampai saat ini. Belum pernah terjadi konflik horizontal fatal yang berbau suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Tak ada juga konflik massa terkait pendirian rumah ibadah.

”Nilai-nilai positif yang telah diturunkan pendiri bangsa ini harus terus dikembangkan di masyarakat, bukan saja sebatas melestarikan atau merevitalisasi situs-situs bersejarah Bung Karno,” kata Soengkono.

Ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Ende Djamal Humris mengungkapkan, mayoritas penduduk Ende beragama Katolik, tetapi kota ini justru punya sebutan khusus, yaitu ”Kota Seribu Masjid”.

Ende, kota kecil yang semula dimaksudkan untuk memadamkan semangat Bung Karno, justru menjadi laboratorium ideologi dan politik Bung Karno. Fondasi sebagai bangsa yang terdiri dari banyak suku bangsa, ras, dan agama diawali di sini. Di sini persaudaraan itu mulai dirajut dengan indah. (Samuel Oktora)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com