Kegiatan tersebut antara lain Konferensi dan Pameran Kota-kota Pusaka Dunia, Konferensi Kementerian Perumahan dan Pembangunan Perkotaan Asia Pasifik, Kongres Tahunan Ke-30 Federation ASEAN Cultural Promotion, World Toilet Summit, dan pertemuan pra-APEC. Untuk mendukung posisi sebagai kota meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE), Solo menggelar acara seni budaya. Lebih dari 50 kegiatan seni budaya dijadikan kalender tahunan pariwisata sebagai penarik kedatangan dan sajian bagi tamu.
Sektor MICE beberapa tahun terakhir semakin bergairah, antara lain ditandai bermunculannya hotel baru, mulai dari kelas melati hingga bintang lima. Menurut data Badan Pusat Statistik, pada 2010 hanya ada 79 hotel dengan jumlah kamar 1.916 unit di Solo, tetapi pada 2012 menjadi 142 hotel melati dan berbintang serta pondok-pondok wisata dengan jumlah kamar mencapai 4.533 unit.
Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Kota Solo, Toto Amanto mengatakan, dari 2011 hingga 2013 berjalan, ada 42 pengajuan pembangunan hotel yang 22 pengajuan di antaranya segera memasuki masa pembangunan karena telah mengantongi izin mendirikan bangunan. ”Investor paling berminat untuk membangun hotel,” kata Toto.
Toto mengatakan, atas masukan dari pelaku perhotelan, pihaknya menyarankan hotel-hotel yang akan dibangun mengambil pasar bintang tiga ke atas. Ini untuk menghindari persaingan dengan hotel atau penginapan kecil yang kebanyakan memiliki modal terbatas. ”Untuk bintang tiga ke atas, pasarnya lebih mapan,” katanya.
Jumlah wisatawan yang menginap di hotel di Solo melonjak. Pada 2010, wisatawan mancanegara yang menginap tercatat 16.880 orang, sementara wisatawan nusantara 925.661 orang. Pada 2012, jumlah wisatawan mancanegara yang menginap di hotel 32.932 orang, sementara wisatawan nusantara 1.287.334 orang.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Solo, Widdi Srihanto mengatakan, selain memiliki daya tarik sebagai kota budaya dan pariwisata, Solo dinilai aman dan nyaman sehingga kerap dijadikan tempat penyelenggaraan MICE. Ini mendongkrak kunjungan ke Solo. Belum lama ini, Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kesehatan Anak menyedot 9.000 orang.
Widdi mengakui, Solo memiliki keterbatasan obyek wisata sehingga pihaknya mendorong pengembangan potensi seni budaya. ”Akses ke Solo relatif sudah lengkap, ada bandara internasional Adi Sumarmo, jalan darat, dan kereta api. Apalagi, sebentar lagi ada Tol Semarang-Solo,” katanya.
Menurut dia, Pemkot Solo masih terlalu berkonsentrasi menggarap wisata berbasis budaya. Pemkot Solo sebaiknya juga fokus menggarap wisata belanja dan kuliner karena saat ini menjadi daya tarik paling kuat bagi wisatawan.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kota Solo, Abdullah Suwarno mengatakan, Solo memang masih tertinggal jauh dibandingkan Yogyakarta. Untuk itu, seluruh pemangku kepentingan harus bersama-sama menggairahkan sektor pariwisata, seperti promosi dan penataan obyek wisata.
Menawarkan diri
Solo membangun diri sebagai kota MICE sejak kepemimpinan Joko Widodo yang kini dilanjutkan FX Hadi Rudyatmo. Solo rajin menawarkan diri jadi tuan rumah penyelenggaraan kegiatan. Strategi Solo memenangi bidding atau pengajuan penawaran yang digunakan adalah menawarkan menanggung biaya menginap, makan, dan transportasi dalam kota selama acara kepada peserta. Ini diterapkan saat Solo ingin menjadi tuan rumah pelaksanaan Konferensi dan Pameran Kota-kota Pusaka Dunia. Solo juga menggelar kirab budaya yang membuat peserta senang, terkesan, merasa diterima, dan dihargai.
Biaya yang dikeluarkan tadi dianggap sebagai investasi karena efek berganda bagi perekonomian masyarakat dirasa jauh lebih besar. Solo butuh membangun reputasi yang mampu mendongkrak sektor pariwisata secara keseluruhan. Bisnis MICE dianggap lebih tahan krisis ekonomi dibandingkan pariwisata konvensional. Pada 2009, Solo dicanangkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai salah satu kota tujuan MICE utama di Indonesia, selain Bali, Jakarta, Yogyakarta, Makassar, Balikpapan, Lombok, Medan, Batam, dan Manado.
Surya Hardjono (32), yang membuka usaha aneka kerajinan untuk suvenir sejak tiga tahun lalu, mengaku merasakan dampak positif banyaknya kunjungan wisatawan ke Solo. ”Dua tahun ini penjualan terus meningkat,” ujar pemilik Lanvia Suvenir ini. Awalnya, omzet Surya Rp 1 juta per bulan, kini Rp 3,5 juta-Rp 6,5 juta per bulan. Peningkatan terutama dirasakan enam bulan terakhir. Ia kini juga memasok produksi ke toko-toko suvenir di Solo.
Hal sama dirasakan Syahrivo Rosena (21) yang baru mulai terjun membuat tas tangan dan dompet perempuan dari bahan lidi. Saat awal merintis usaha kerajinan itu, omzet awal Rp 500.00 per bulan, kini Rp 1,5 juta per bulan. (Erwin Edhi Prasetyo dan Sri Rejeki)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.