Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makau, Pertemuan Barat dan Timur

Kompas.com - 19/11/2013, 10:31 WIB
MAKAU, yang kini menjadi wilayah ”special administrative region” di bawah China, setelah diserahkan dari Portugal pada tahun 1999, adalah pertemuan antara dunia Barat dan Timur. Sejumlah artefak kebudayaan, seperti sejumlah bangunan dan bahasa yang digunakan, menggambarkan hal tersebut.

Inilah yang menarik para turis dari sejumlah negara untuk datang, seperti pasangan Luis Vaguer dan Doris Vic dari Spanyol, yang sejak Jumat (20/9) pagi keluar dari hotel di kawasan Cotai Central untuk menjelajahi Makau. Padahal, Luis dan Doris, bersama anak-anak mereka, Pablo Vaguer (9) dan Javier Vaguer (11), sudah sejak malam sebelumnya berjalan-jalan menyusuri Cotai Central yang terhubung dengan The Venetian itu.

Sehari-hari mereka berdomisili di Shenzhen, China, dan sebelumnya lebih dahulu mengunjungi Hongkong.

”Kami belum pernah ke Makau,” kata Luis.

Namun, Luis dan keluarganya tidak punya rencana untuk berlama-lama di Makau. Setelah menyeberang dari Hongkong dengan menggunakan feri cepat, mereka menurut rencana segera kembali setelah satu hari itu bermalam.

Apa yang dicari keluarga itu di Makau? Terutama adalah memenuhi rasa penasaran setelah tiba di Hongkong. ”Ini lokasi yang menjadi tempat percampuran dengan (kebudayaan) Portugis,” kata Luis soal Makau.

Tentu saja, ia juga menyimpan rasa penasaran untuk menjajal beragam permainan judi yang tersebar di sejumlah kasino. ”Tetapi, saya tidak suka itu (judi),” kata Doris.

Bukan hanya Luis yang penasaran dengan beragam permainan judi kasino. Dua rekan jurnalis, Rodrigo Rivas dari Singapura dan Elena Sanchez Nagore yang berasal dari Spanyol, juga tergoda menjajalnya.

Rodrigo menjajal permainan rolet dan dadu pada Rabu (18/9) malam, sementara Elena mencoba permainan rolet, Kamis (19/9) malam. Rodrigo memulai dengan beberapa puluh dollar Hongkong saja sebelum menang hingga lebih dari 100 dollar Hongkong untuk kemudian kalah tanpa sisa.

”Memang ada rasa ingin terus dan terus mencoba. Tetapi, walaupun akhirnya kehilangan semua uang, itu bukan masalah karena sejak awal niat saya memang untuk menghabiskan uang tersebut,” kata Rodrigo.

Sementara Elena kehilangan uang 50 dollar Hongkong pada kesempatan pertama karena salah langkah setelah memasukkan pecahan 100 dollar Hongkong dalam mesin judi rolet.

”Ini bodoh,” katanya tentang permainan judi tersebut.

Bukan hanya judi

Akan tetapi, Makau bukan hanya judi. Jumat (20/9/2013) pagi, saya bergegas keluar hotel dan menuju kawasan San Malo atau Senado, titik perhentian menuju lokasi reruntuhan Gereja St Paul yang ikonik dan merupakan warisan dunia—menurut UNESCO.

Saya menumpang taksi, berpatungan ongkos dengan Elena. Ketidakmampuan sopir taksi dalam berbahasa Inggris membuat Elena mesti mengeluarkan buku panduan terbitan The Lonely Planet dan menunjuk foto reruntuhan Gereja St Paul sebagai tujuan kami.

Kesulitan melakukan percakapan dalam bahasa Inggris juga dialami saat berbincang dengan sejumlah warga lokal ataupun pekerja di bidang jasa wisata. Bahkan, sebagian pegawai hotel bintang lima di kawasan Cotai Central pun demikian.

Setelah sekitar 15 menit melalui ruas jalan yang relatif lengang, yang ditempuh sopir perempuan setengah baya dengan mengebut dan melakukan manuver relatif berisiko, kami akhirnya tiba di kawasan San Malo atau Senado. Sebuah kawasan yang kental nuansa percampuran antara kultur Barat dan China.

Sejumlah bangunan, lengkap dengan tulisan keterangan dalam bahasa Portugis, tersebar di mana-mana. Itu berikut papan keterangan dan nama-nama jalan yang juga ditulis dalam bahasa Portugal dan Mandarin.

Misalnya, Rua da Felicidade (Happiness Street) yang pagi itu masih lengang. Arsitektur klasik peninggalan bangsa Portugis masih berdiri kokoh, yang berdampingan dengan rumah dan bangunan model China.

Semua masih ditambah dengan semaraknya lampu bergaya lampion yang digantung di bagian atas jalan dengan motif lantai selaksa alunan ombak yang khas.

Sejumlah toko dengan merek-merek multinasional, seperti Swatch, McDonald’s, Swarovski, Giordano, dan Bossini, mengepung kawasan tersebut. Akan tetapi, yang paling kentara adalah aktivitas pengunjung dari sejumlah negara yang pagi itu sudah menderap menuju reruntuhan Gereja St Paul.

Ini termasuk dua turis asal Indonesia, Anita Roosmalina dan Merly Aprilita. Anita tinggal di Meruya, Jakarta Barat, sementara Merly berdomisili di Cibubur, Jakarta Timur.

Mereka sebelumnya menyinggahi Bangkok, Thailand, setelah terbang dari Jakarta. Dari Makau, menurut rencana, kota yang akan mereka kunjungi adalah Hongkong dan Shenzhen, China. ”Kalau rute normal sudah biasa,” kata Merly yang juga menyimpan penasaran pada permainan jackpot dalam kasino.

Sementara Anita mengatakan, ia sebelumnya mengunjungi Bangkok karena menemani sang ibu. ”Kalau di Bangkok, mata uang baht kan masih relatif murah, kalau di Makau lebih mahal ya uangnya,” ujar Anita.

KOMPAS IMAGES/KRISTIANTO PURNOMO Wisatawan mengunjungi reruntuhan bangunan Gereja St Paul, Macau, Minggu (13/5/2012).
Anita merupakan tipikal wisatawan yang tidak terlalu menikmati belanja, seperti kebanyakan turis Indonesia. Karena itulah, sudah sejak pagi itu, ia berada di kompleks reruntuhan Gereja St Paul untuk mengambil sejumlah foto.

Kompleks reruntuhan Gereja St Paul, yang merupakan sisi depan Gereja Mater Dei dan dibangun pada 1602-1640 itu, memang seolah menjadi magnet kunjungan wisatawan. Orang-orang dari sejumlah negara datang untuk menikmati keindahannya, berfoto bersama, atau sekadar menatapnya.

Manajer Humas dan Komunikasi Perwakilan Kantor Pariwisata Pemerintah Makau di Jakarta Ningsih A Chandra, mengatakan, bersama-sama dengan Senado, reruntuhan Gereja St Paul adalah tujuan wisata yang utama.

Sejak tahun 2009, kata Ningsih, para pengunjung dari Indonesia terus tercatat dalam daftar 10 besar penyumbang jumlah wisatawan ke Makau. Makau sebagai special administrative region (SAR) di bawah China, tambahnya, saat ini ingin dijadikan sebagai tujuan utama di dunia (global center of leisure).

Adapun Hongkong SAR dijadikan sebagai titik pusat penghubung untuk kegiatan bisnis dan pariwisata. Pengembangan untuk tujuan wisata di Makau tengah dilakukan pada kawasan Taipa dan Coloane.

Adapun Makau Peninsula relatif terlarang untuk pengembangan karena kawasan tersebut menjadi lokasi sejumlah peninggalan budaya. Menurut Ningsih, slogan touching moments, fascinating moments, enchanting moments, surprising moments, dan tasteful moments membungkus kampanye promosi pengembangan industri pariwisata di Makau. (Ingki Rinaldi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com