Ikan itu dimasak dengan cara bakar, goreng, tanak (dimasak dengan kuah santan kental dan kaya bumbu), pepes, kandas alias dipenyet bersama sambal, dan juhu (dimasak berkuah bersama sayur seperti inti rotan muda atau rebung).
”Semua masakan kami baru dimasak setelah ada pesanan agar segar dan lezat,” kata Haroem, si empunya Rumah Makan Palangka. Makanan terhidang dan meja sesak oleh sayur umbut rotan (inti rotan muda), tumis kalakai alias pakis, ikan jelawat goreng, tanak patin, juhu rimbang, tumis bajei, ikan saluang yang digoreng, dan wadi patin.
Jelawat hanya ada di Kalimantan, ini salah satu ikan terlezat untuk digoreng. Saluang adalah teri tawar serupa wader. Wadi patin ialah ikan patin fermentasi yang digoreng dan dikukus.
Sepiring nasi yang dimasak dari beras ladang menguapkan sambal serai yang tak terlalu pedas oleh cabai. Sambal menebar aroma khas serai menemani nasi ladang yang berasa tawar. Aroma khasnya padu menemani rasa asin dan asam dari wadi ikan patin goreng. Asin dan asamnya wadi ikan patin berbeda dari asamnya buah. Pasangan pasnya memang pedasnya serai yang dilumat lembut dalam sambal serai. Saluang goreng yang gurih dan renyah jadi jade yang pas untuk pekatnya sensasi rasa wadi. Juga rasa pahit umbut rotan yang kenyal dan lunak, sesegar rasa pahit pare.
Jika Palangka menyuguhkan wadi ikan yang ”berasa nampol”, Rumah Makan Samba di Palangkaraya merayakan menu ikan bakar. Hampir semua ikan sungai tersedia, mulai dari patin, jelawat, lais, haruan atau ikan gabus, juga baung yang menyerupai lele berukuran raksasa.
Bidong TH Asin (63), yang membuka rumah makan itu pada tahun 1996, menuturkan, beragam menu itu berakar dari tradisi kuliner Dayak Ngaju.
”Saya dari Desa Tumbang Samba, di pinggir Sungai Ketingan. Ketika kecil, makanan inilah yang kami santap di Tumbang Samba. Ragam bumbunya saya modifikasi, tapi bahan dasarnya sama,” kata Bidong.
Santapan harian
Antropolog Marko Mahin menyebutkan, ikan menjadi makanan harian masyarakat Dayak karena dulu ikan mudah ditemukan. ”Orang Dayak bertempat tinggal di pinggir sungai, menyandarkan hidup dari hasil sungai. Ikan menjadi salah satu menu utama,” kata Marko.
Meski dahulu menjadi santapan harian, ikan justru tidak menjadi bagian dari hewan persembahan dalam upacara masyarakat adat Dayak. Hewan persembahan dalam ritual adat selalu hewan darat, terutama sapi, kerbau, dan babi.
”Masyarakat Dayak meyakini Yang Maha Kuasa menciptakan berbagai binatang darat, baru kemudian menciptakan manusia. Hewan darat dianggap saudara tua manusia. Persembahan dalam upacara harus yang sederajat dengan manusia, maka hewan darat yang dikorbankan. Itu sebabnya, ikan tidak menjadi bagian dari hewan persembahan,” kata Marko.
”Padahal, cita rasa ikan budidaya dan ikan tangkap berbeda. Sebenarnya, tak hanya ikan yang makin sulit dicari. Berbagai sayuran, seperti bajai dan kalakai, juga semakin sulit dicari karena belum bisa dibudidayakan. Umbut rotan sudah dibudidayakan, tetapi terkadang juga harus dicari dengan berjalan jauh di tepi sungai,” kata Haroem.
Marko juga menyadari semakin jarangnya kuliner tradisional masyarakat Dayak disantap. ”Berbagai bahan makanan kuliner Dayak nyatanya memang berasal dari sungai dan sekarang sungai-sungai di Kalimantan telah rusak oleh pertambangan dan perkebunan. (Aryo Wisanggeni G)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.