Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 03/12/2013, 15:19 WIB
GUNUNGKIDUL, KOMPAS.com - Panitia khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang membahas tentang perubahan peraturan daerah (Perda) nomor 6 tahun 2012 mengenai retribusi tempat rekreasi dan olahraga menggelar public hearing untuk menjaring aspirasi pengelola wisata di Gunungkidul, Senin (2/12/2013) kemarin.

Public hearing ini digelar untuk mencari masukan masyarakat terkait dengan rencana pemerintah kabupaten yang akan menarik retribusi dari obyek-obyek wisata yang selama ini dikelola oleh masyarakat.

Ketua Pansus perubahan Perda Nomor 6 tahun 2012, Suhardono mengatakan bahwa perda tersebut dinilai sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada di Gunungkidul. Beberapa obyek wisata baru tumbuh pesat sehingga berpotensi untuk menambah pemasukan bagi daerah.

“Perlu ditinjau ulang. Obyek wisata seperti Gua Pindul, Air terjun Sri Getuk, Gunung api purba Nglanggeran tumbuh pesat sehingga berpotensi menaikkan PAD ,”katanya.

Dia menjelaskan, obyek-obyek wisata yang selama ini dikelola oleh masyarakat dan belum memberikan kontribusi ke kas daerah akan ditarik retribusi. Besaran retribusi disesuaikan dengan kondisi dan potensi yang ada di masing-masing obyek wisata. Khusus untuk Obyek Wisata Gua Pindul, besaran retribusi yang diusulkan Rp 15 ribu per pengunjung.

“Retribusi Gua Pindul diusulkan sebesar Rp 15 ribu. Untuk itu kami meminta masukan kepada seluruh stakeholder untuk penyusunan perubahan Perda Nomor 6 Tahun 2012 ini,” katanya.

Rencana pemerintah yang akan menarik retribusi obyek wisata yang dikelola oleh masyarakat ini mendapatkan tanggapan beragam dari para pengelola wisata yang ada di Gunungkidul. Salah seorang perwakilan dari pengelola wisata Gunung Api Purba Nglanggeran, Mursidi menilai pemerintah harus mempertimbangkan kembali wacana penarikan retribusi ini.

Menurutnya, langkah itu kurang tepat. Sebab, selama ini pengelolaan desa wisata dilaksanakan dengan model pemberdayaan masyarakat. Jika ditarik retribusi, bisa menyebabkan terganggunya kegiatan pemberdayaan masyarakat yang selama ini sudah berjalan.

“Dewan harus bisa memilah mana yang ditarik dan tidak. Sebab, desa wisata bentuknya pemberdayaan masyarakat sehingga akan mengganggu pemberdayaan yang sudah dilaksanakan oleh pengelola wisata,” jelasnya.

Mursidi menambahkan, secara tidak langsung pengelolaan wisata yang dilaksanakan sudah memberikan kontribusi kepada pemerintah kabupaten Gunungkidul. Keberadaan desa wisata sudah menyerap tenaga kerja yang cukup banyak. ”Secara tidak langsung sudah menciptakan lapangan pekerjaan bagi pengangguran yang ada di sekitar obyek wisata,” katanya.

Tanggapan berbeda disampaikan oleh ketua Pokdarwis Dewa Bejo selalu pengelola obyek wisata Gua Pindul, Subagyo. Menurutnya, rencana pemerintah untuk menarik retribusi sudah tepat. Namun, besarannya harus disesuaikan dengan kondisi yang ada di lapangan.

“Kami siap untuk membayar retribusi. Namun kalau besarannya Rp 15 ribu, kami keberatan. Sebab, kalau terlampau besar, malah akan mengganggu pemberdayaan dan operasional obyek wisata,” katanya.

Bagyo mengungkapkan, para pengelola obyek wisata Gua Pindul berharap besaran retribusi yang ditarik oleh pemerintah sebesar Rp 5.000 per pengunjung. Dengan besaran tersebut, tidak akan mengganggu operasional obyek wisata sekaligus tidak membebani wisatawan. “Pengelola berharap besaran retribusi hanya Rp 5.000 saja,” katanya. (has)

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

15 Wisata Puncak yang Hits buat Liburan Tahun Baru 2024

15 Wisata Puncak yang Hits buat Liburan Tahun Baru 2024

Jalan Jalan
Pameran Jalur Rempah Digelar di Jakarta, Cuma sampai 31 Desember

Pameran Jalur Rempah Digelar di Jakarta, Cuma sampai 31 Desember

Travel Update
Rute ke MuseumKu Gerabah Yogyakarta, 20 Menit dari Malioboro 

Rute ke MuseumKu Gerabah Yogyakarta, 20 Menit dari Malioboro 

Travel Tips
Alasan Puncak Masih Diminati Warga untuk Rayakan Tahun Baru

Alasan Puncak Masih Diminati Warga untuk Rayakan Tahun Baru

Hotel Story
Taman Nasional Way Kambas Buka Lagi 20 Desember, Bisa Mandikan Gajah

Taman Nasional Way Kambas Buka Lagi 20 Desember, Bisa Mandikan Gajah

Travel Update
Berdiri di Perahu untuk Selfie, Turis di Venesia Jatuh ke Kanal

Berdiri di Perahu untuk Selfie, Turis di Venesia Jatuh ke Kanal

Travel Update
6 Wisata Perosotan Pelangi di Jawa Tengah, Meluncur di Hutan Pinus

6 Wisata Perosotan Pelangi di Jawa Tengah, Meluncur di Hutan Pinus

Jalan Jalan
Palembang Kejar Target 2,3 Juta Kunjungan Wisatawan hingga Akhir Tahun

Palembang Kejar Target 2,3 Juta Kunjungan Wisatawan hingga Akhir Tahun

Travel Update
Kunjungan Turis Asing ke Sri Lanka Tembus 1,27 Juta Orang

Kunjungan Turis Asing ke Sri Lanka Tembus 1,27 Juta Orang

Travel Update
Erupsi Merapi 8 Desember 2023, Wisata Lava Tour di Yogyakarta Tidak Terdampak

Erupsi Merapi 8 Desember 2023, Wisata Lava Tour di Yogyakarta Tidak Terdampak

Travel Update
3 Aktivitas di Swarnabhumi Harau, Nginap di Kabin Berlatar Tebing Tinggi

3 Aktivitas di Swarnabhumi Harau, Nginap di Kabin Berlatar Tebing Tinggi

Travel Update
5 Tips Berkunjung ke MuseumKu Gerabah Yogyakarta, Datang Saat Cerah

5 Tips Berkunjung ke MuseumKu Gerabah Yogyakarta, Datang Saat Cerah

Travel Tips
Jelang Nataru 2024, Tiket Kereta Api Terjual 33 Persen dari 2,6 Juta Tiket

Jelang Nataru 2024, Tiket Kereta Api Terjual 33 Persen dari 2,6 Juta Tiket

Travel Update
Liburan Tahun Baru di Lembah Oya Kedungjati, Cek Dulu Status Buka-Tutupnya

Liburan Tahun Baru di Lembah Oya Kedungjati, Cek Dulu Status Buka-Tutupnya

Travel Update
10 Wisata Dieng Terkenal buat Libur Tahun Baru 2024 

10 Wisata Dieng Terkenal buat Libur Tahun Baru 2024 

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com