Penasaran dengan beras lokal yang sulit ditinggalkan oleh masyarakat setempat, kami pun mengunjungi Pasar Dapur di Kandangan. Di salah satu sudut pasar terlihat sejumlah pedagang yang menjajakan beras secara terbuka menggunakan bak-bak yang terbuat dari papan. Beras-beras siam itu lebih langsing ketimbang beras unggul. Eka Pebriana (30), salah satu pedagang, menuturkan, menjual sekitar 10 macam beras, seperti siam banjar, mayang, mutiara, rukut, dan kardil. Ia juga menjual beras unggul, seperti ciherang dan pandan wangi.
Beras yang dijual Eka harganya bervariasi. Siam banjar, misalnya, harganya Rp 6.500-Rp 7.000 per liter, siam mayang Rp 10.000-Rp 11.000, dan siam mutiara Rp 7.000-Rp 8.000. Sementara beras luar, seperti ciherang hanya Rp 5.500-Rp 6.000 per liter. Unus mayang yang termahal, seharga 14.000 per liter, justru beras yang telah dipanen lebih dari dua tahun lalu. Beras yang menjadi bahan terbaik wadai atau kue sajian itu disimpan dalam bentuk gabah dan baru digiling ketika akan dijual.
”Yang paling banyak dapatnya siam kupang. Produktivitasnya tinggi. Dulu jenis ini banyak ditanam di Banjarmasin dan Banjar, tetapi sekarang banyak ditanam di sini (Hulu Sungai Selatan). Kalau yang dari dulu sampai sekarang selalu ada pasokan adalah siam kardil yang ukurannya lebih pendek,” ujarnya. Menurut Eka, dalam sebulan ia bisa menjual satu jenis beras lokal hingga 1 ton. Sementara beras unggul jumlahnya lebih kecil yang terjual.
Terjaga selera
Faturrahman, Kepala Bidang Tanaman Pangan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Selatan, mengatakan, beraneka jenis beras lokal, baik itu padi ladang maupun padi rawa, tetap lestari dan terus ditanam petani karena terus diminati pasar. Di Kalimantan Selatan masih dikenal berpuluh beras lokal.
”Secara umum, semua padi lokal boleh disebut sebagai siam unus. Beras itu dimuliakan dan dibenihkan oleh para petaninya sendiri sehingga kerap kali kita menemukan penamaan beras siam unus yang didasarkan kepada nama petani yang memuliakan benih padi itu. Jadi, varian dari padi lokal sangat banyak, tak berbilang,” ujarnya.
Meski beras ini disuka oleh sebagian besar masyarakat Banjar, namun sejatinya produktivitas beras lokal masih kalah jika dibandingkan beras unggul. Menurut Faturrahman, jika dirata-rata, produktivitas tahunan untuk padi lokal sekitar 3,5 ton, sementara padi unggul 4,5 ton.
Izhar Khairullah, peneliti madya sekaligus Koordinator Program Balai Penelitian Lahan Rawa, Badan Litbang Pertanian, yang ada di Banjarbaru, mengatakan, kelebihan padi lokal antara lain soal rasa, fisik pera, tahan genangan, tahan keasaman tanah, dan mudah dalam hal perawatan.
Cita rasa khas masyarakat Banjar yang menyukai beras pera telah menyelamatkan keanekaragaman hayati padi di Kalimantan Selatan, yang ternyata juga menjadi sumber daya bagi pemuliaan benih padi di Indonesia. Siam unus mutiara dari Barito Kuala dan siam unus sabah dari Banjar adalah dua jenis padi lokal yang oleh Kementerian Pertanian ditetapkan sebagai salah satu benih unggulan.
Rasa pera bercampur kuah santan ketupat kandangan yang remuk, hmmmm... (Aryo Wisanggeni G/Defri Werdiono)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.