Untuk sampai Tarakan, sebelumnya tim menuju Tanjung Batu lalu menyeberang menggunakan feri kecil, membelah Sungai Kayan kemudian sampai di Tanjung Selor, ibu kota Kalimantan Utara.
"Tarakan pernah menjadi incaran utama Jepang saat Perang Dunia II karena kota ini merupakan ladang minyak yang produktif. Per bulannya Jepang bisa mendapatkan hampir 350 ribu barel minyak untuk menggerakkan lokomotif pasukan perang di kawasan Pasifik," ujar salah satu tim "100 Hari Keliling Indonesia" Tanti Malasari.
Dengan hasil minyak yang sangat besar, lanjut Tanti, kota ini menjadi kota terkaya peringkat ke 17 di Indonesia. Namun kini yang tersisa adalah 1.400 sumur bekas peninggalan Jepang dan Belanda. Sebanyak 200 sumur telah dibuka kembali, 70 di antaranya puluhan tahun telah beroperasi. "Setiap bulannya, sumur-sumur tersebut mampu menghasilkan hingga 21.000 barel minyak," katanya.
Selain sebagai sumber minyak, Tarakan juga memiliki hutan bakau. Di hutan bakau ini, kelompok bekantan dengan mudah dapat ditemukan, pun dengan jumlah yang sangat banyak.
"Kalau sebelumnya di Danau Sentarum tim harus menunggu berjam-jam untuk bertemu hewan bekantan, tapi hutan bakau di Tarakan ini, dengan mudahnya kita bisa melihat sekelompok bekantan hidup dan jumlahnya pun sangat banyak," ujarnya.
Tim "100 Hari Keliling Indonesia " dipandu oleh Ramon Y Tungka. Penanyangan selengkapnya perjalanan tim bisa disaksikan di Kompas TV pada Rabu jam 20.00. Sedangkan beberapa kisah perjalanan tim pernah diulas di travel.kompas.com.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.