Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Balik Debur Niagara

Kompas.com - 10/12/2013, 10:18 WIB
BEGITU dahsyat debur jeram raksasa Niagara. Tenaganya yang besar membuai inventor Amerika bercita-cita memimpin dunia. Di bentang alam ini pula dua penemu arus listrik, Thomas Alva Edison dan Nikola Tesla, bertarung!

Hari yang cerah awal Oktober lalu. Dari balik jendela kendaraan, langit biru sepadan dengan hijau dedaunan yang sebagian enggan gugur. Perjalanan menuju Niagara dari Buffalo ringan saja. Jalan-jalan di negeri itu begitu mulus. Dalam waktu 20 menit terlihat permukaan Sungai Niagara beriak, menciptakan puncak putih buih air.

”Kanada di seberang sungai itu,” ujar Rick, pengendara yang membawa rombongan kami memecah keheningan. Sungai Niagara menjadi pembatas antara Amerika dan Kanada. Dulu, menurut Rick, lewat sungai itu datang imigran meraih mimpi Amerika mereka. Konon, keluarga Rick berasal dari Eropa timur. Kini, di atas sungai melintang jembatan menghubungkan kedua negara. Bangunan pencakar langit Kanada samar tertutup kabut. ”Itu bukan kabut, melainkan semburan uap air Niagara,” ujar Rick. Dari jauh, Niagara sudah menunjukkan karismanya.

Sungai Niagara terbilang sungai muda (untuk ukuran sejarah geologi), usianya kira-kira 12.000 tahun, demikian Pierre Berton menulis dalam bukunya, A History of the Falls: Niagara. Namun, tebing tempat terjun air merupakan produk jutaan tahun transformasi geologi, terbentuk dari berlapis-lapis batu sedimen, lalu tererosi es cair dan air. Air terjun utama Niagara sangat lebar, sebagian di wilayah Amerika dan selebihnya di Ontario, Kanada. Satu bagian air terjun Niagara lain, yakni Bridal Veil, di wilayah Amerika yang terpisahkan oleh Luna Island.

Pemandangan sungai yang keperakan tertimpa matahari itu hilang ketika kendaraan berbelok dan tak lama kemudian masuk ke area parkir luas yang menyatu dengan mal kecil. ”Masih harus berjalan sedikit ke air terjun itu,” ujar Rick.

Lapangan parkir semakin jauh di belakang, berganti hamparan taman hijau. Di belakang taman itu mengalir Sungai St Lawrence. Airnya melaju cepat dan deras, tak tahu sesaat lagi akan melayang jatuh. Gelegak gelombang air mendekat ke telinga.

Dan, di ujung sungai itulah air tertumpah, berkilat-kilat tertimpa sinar matahari sebelum akhirnya jatuh ke bumi, berdebum! Lalu, dibawa pergi aliran Sungai Niagara yang melintang di bawahnya. Sekitar 4 juta kaki kubik (110.000 m3) air per menit tercurah di tebing itu.

KOMPAS/INDIRA PERMANASARI Bangunan-bangunan di Kanada, tepat di seberang Sungai Niagara, tertutup kabut yang tercipta dari deburan Air Terjun Niagara.
Pengunjung dapat mengagumi air terjun dari berbagai sudut. Di ketinggian terdapat menara pandang menjorok ke sungai. Pilihan lain, dengan menuruni tangga mendekati tepian Sungai Niagara di bawah. Gulungan air jauh di atas sana seperti bergulung-gulung jatuh dari langit. Tak tampak batas horizon bibir tebing dan air. Turis bisa pula menumpang kapal pariwisata yang menyusuri Sungai Niagara demi merasakan cipratan air terjun. Air yang terjun bebas mengebulkan ”uap” air yang menghidupi karpet lumut di permukaan batuan pinggir sungai.

Pertarungan dua inventor

Niagara tak hanya menyuburkan lumut di batuan, tetapi juga memberi tenaga bagi Amerika. Akhir abad ke-19 merupakan era inventor yang heroik dan masa itu pula proyek dahsyat pembangkit listrik tenaga air Niagara dimulai. Pierre Berton menuliskan, Adams’s Cataract Construction Company memulai pembangunan terowongan di bawah Niagara. Sebanyak 1.300 pekerja menembus batu cadas 160 kaki (sekitar 48,8 meter) di bawah kota, menggali terowongan berbentuk sepatu kuda sepanjang 7.000 kaki dan memindahkan sekitar 300.000 ton isi bumi.

Di Niagara pula bertarung penemu generator arus listrik searah (DC), Thomas Alva Edison, dan Nikola Tesla, inventor arus bolak-balik (AC). Edison di bawah naungan General Electric dan Tesla dengan bendera Westing-house memperebutkan kontrak pembangunan turbin di Niagara.

Sebelumnya, Tesla pernah bekerja untuk Continental Edison di Paris. Saat itulah dia mengajukan idenya, yakni arus bolak-balik sebagai alternatif yang lebih efektif ketimbang arus listrik searah Edison yang lebih dulu mengaliri New York. Namun, ide itu ditolak Edison yang beranggapan listrik Tesla berbahaya.

Tesla kecewa, lalu berhenti dan mendirikan perusahaan di New Jersey. Karya genius Tesla menarik George Westing-house, penemu rem angin. Dia membeli paten dari Tesla, lalu bergerilya memperkenalkan arus bolak-balik. Sebagai perlawanan, Edison menyebarkan propaganda bahaya arus listrik Tesla, bahkan dengan memeragakannya dalam pelaksanaan hukuman mati terpidana.

Persaingan keduanya menajam ketika memperebutkan kontrak Niagara. Puncaknya, Westing-house memenangi pertarungan itu pada 1893 dan dikontrak membangun dua generator. Sebagai kompromi, General Electric dikontrak membangun transmisi dan distribusi listrik ke Buffalo menggunakan paten Tesla. Pada musim semi tahun 1895, tulis Pierre, jalan-jalan di kota sekitar Niagara pun menyala oleh listrik.

Ketersediaan listrik murah membawa industri mendekati Niagara. Kawasan Niagara menjadi pusat industri kimia-elektro dan metalurgi-elektro. Mereka menyediakan pemutih, soda, klorin, dan asetilin bagi dunia. Energi raksasa Niagara memunculkan ide liar para inventor tentang sebuah kota yang supermaju. Masih mengutip Pierre, pengusaha William T Love mengusulkan Model City Niagara pada 1893, tempat terindah di dunia bagi komunitas 1 juta orang. Penemu pisau silet, King Camp Gillette, memimpikan ”metropolis” yang menampung seluruh populasi di Amerika dan dihidupi oleh energi abadi air terjun. Tesla pun sempat mendeklarasikan Buffalo, Tonawanda, dan Niagara sebagai kota terhebat di dunia dengan jargon ”Niagara Leads The World!”. Impian-impian itu tak terwujud lantaran depresi moneter kemudian.

KOMPAS/INDIRA PERMANASARI Ruang hijau di kawasan Air Terjun Niagara.
Berjalan-jalan di kota Buffalo, salah satu kota pertama yang merasakan energi Niagara, terasa jejak kejayaan kota itu. Bangunan pencakar langit menjamur di inti kota. Bahkan, salah satu ruas jalan dinamai Millionaires’s Row atau Jalan Miliarder, bagian dari distrik bersejarah, Delaware Avenue. Akhir abad ke-19, kawasan itu bergengsi karena dihuni 60 miliarder yang lahir dari industri dan perbankan. Setelah Perang Dunia II, kawasan itu ditinggalkan sebagian orang kayanya. Kini tersisa mansion-mansion tua yang indah berhalaman luas. Di sudut lain kota, perumahan tak ubahnya pinggiran kota yang tenang dengan toko-toko kecil dan rumah-rumah sederhana dimakan usia.

Zaman memang telah melaju jauh dari era Edison dan Tesla. Betapapun, Niagara tetap memikat, bukan lagi bagi inventor, melainkan wisatawan sedunia. (Indira Permanasari)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com