Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/12/2013, 18:11 WIB
DALAM desakan kebutuhan mencari oase di tengah hari-hari yang penat, kereta makin diminati sebagai pengantar warga Jakarta berwisata. Cirebon, Tegal, Pekalongan, Purwokerto, dan kawasan sekitarnya menjadi pilihan wisata yang menawarkan kegembiraan sederhana, nostalgia, dan reflektif.

Hari mulai sore ketika kami tiba di Kebun Teh Pagilaran, Batang, Jawa Tengah. Rumpun tanaman teh dalam teras-teras di lereng perbukitan membentang berbatas kaki langit. Pemandangan, juga semilir angin segar, mengusir rasa penat setelah menempuh lima jam perjalanan dari Stasiun Gambir, Jakarta, disambung dua jam perjalanan bus melintasi pegunungan.

Kebun teh peninggalan Belanda yang dibeli Inggris sebelum Indonesia merdeka itu, sampai saat ini, masih beroperasi dan terawat baik. Belum puas menyusuri setapak kebun, kabut mulai turun, malam akan segera tiba. Rombongan peserta tur Yayasan Warna-Warni Indonesia bergegas menuju rumah bekas administrator kebun. Santap malam disajikan di halaman rumah bergaya kolonial itu, menghadap pemandangan perbukitan yang dirayapi temaram.

Opak panggang, sayur bobor lembayung, buntil daun singkong, ikan asin, ayam panggang, dan sambal jadi sajian sempurna di tengah kesejukan kebun teh. Minumannya tentu teh panas. Secangkir teh panas yang dihirup pelan-pelan di kebun teh alirkan kehangatan ke tubuh yang dibungkus hawa dingin.

Aroma wangi sedap yang diwadahi secangkir teh itu menelusup perlahan, mungkin karena aromanya dibawa udara yang sama, yang juga menyentuhi pucuk-pucuk dedaunan teh.

Setelah secangkir teh, ada jejak rasa legit yang seperti menggelitik lidah, menggoda untuk mengisi lagi, mengisi lagi cangkir teh yang cepat tandas itu. Mumpung di kebun teh!

”Banyak di antara kita yang sudah sering ke luar negeri. Ketemu kafe yang menyuguhkan 300 macam teh di sana. Padahal, negeri itu tidak punya kebun teh. Indonesia punya banyak kebun teh, tetapi kita bisa apa dengan itu,” ujar Nina Akbar Tandjung, Ketua Umum Yayasan Warna-Warni Indonesia.

Kepala Kebun Tentrem Raharjo mengatakan, produk teh dari kebun ini seluruhnya diekspor, sebagian besar ke Amerika Serikat. Indonesia memang negeri dengan alam amat kaya. Masalahnya, selalu sama: bagaimana kekayaan itu diolah di negeri sendiri dan dikemas untuk memikat minat bangsa sendiri.

Tak afdal rasanya mengunjungi kebun teh tanpa menikmati pagi dengan menyusuri kebun. Namun, agenda tur ini cukup padat. Begitu malam turun, rombongan pun kembali masuk ke bus membawa keinginan untuk suatu hari kembali ke sana.

Batik

Perjalanan rombongan ibu-ibu dari Jakarta merupakan upaya untuk lebih mengenal realitas di negeri sendiri. Hari itu mereka sibuk menyusuri Pasar Grosir Batik Setono, Pusat Belanja International Batik Center, dan Galeri Dian Pelangi. Mereka belanja batik dan jumputan. Pekalongan dikenal dengan batik pesisiran berciri unik karena paduan pengaruh China dan Belanda.

Itulah tren masyarakat urban: blusukan ke tempat-tempat yang selama ini tidak dilirik sebagai daerah pelesiran. Dan nyatanya, banyak wilayah yang menyimpan potensi untuk dijelajahi. Untuk batik, misalnya, bukan hanya Pekalongan yang punya batik.

Ciwaringin, sentra batik di Cirebon, kini juga menggeliat, menyedot banyak pengunjung berbelanja ke sana. Sementara di Purwokerto, ada sentra batik Sokaraja. Batik Banyumas yang berkembang dari Sokaraja dikenal dengan motif flora dan fauna dalam warna-warna yang tegas. Sementara batik Cirebon dianggap lebih berkesan kalem.

Pihak Hotel Santika Cirebon jeli menangkap tren tersebut. Mereka menggelar family trip pada 24-26 Oktober lalu. Sama dengan langkah yang dilakukan Yayasan Warna-Warni Indonesia, Santika mengajak peserta menikmati perjalanan dengan kereta api dari Jakarta ke Cirebon dan Purwokerto.

Keraton Kasepuhan

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com